15 September 2008

TJAK LOEMPOER (bagian ke-3)

Peradilan awal

Baiklah. Meskipun kisah Cak Pur ini tidak akan bagus jika dijadikan lakon Ketoprak Serius maupun Ketoprak Humor, tapi menurut penulisnya tetap dilanjutkan, sebab kadung bin terlanjur diawali.

Pada bagian ke-2 yang lalu, Mas Tur selaku pimpinan eksekutif Kahyangan Saptapratala akan menggugat para dukun peramal yang telah menuduh bahwa kelahiran Cak Lumpur disebabkan gonjang-ganjing yang bersumber dari Saptapratala alias Saptabumi. Sapta atinya tujuh, pratala artinya bumi. Jadi, Saptapratala berada di dalam bumi lapis ke-7.

Nggak tahu kenapa di bumi ini kok suka dengan angka 7. Ada langit lapis ke-7 – orang Jawa bilang langit sap pitu, jumlah hari dalam seminggu juga tujuh. Untuk menunjukkan turun-temurun juga dipakai istilah “tujuh turunan.” Cuman, kalau punya anak tujuh jaman sekarang pasti kelenger, harus kerja keras merawat dan menghidupinya. Tapi laki-laki suka juga kawin tujuh. Anehnya si isteri ke-7 juga happy-happy. Yang belum punya pengalaman mikirnya begitu. Yang sudah berpengalaman ya senyum-senyum, okei-okei...

Kembali ke notebook. Langkah pertama, Mas Tur bertindak untuk dan atas nama Pemerintahan Kahyangan Saptabumi, mengirim somasi kepada para dukun peramal pembawa fitnah itu. Somasinya cukup melalui email, sebab berdasarkan Konvensi Internasional penggunaan teknologi informasi ditentukan bahwa email bisa menjadi alat bukti. Tahun 2001 di Budapest juga pernah ada Konvensi Kejahatan Siber (Convention on Cybercrime). Kebetulan hukum di negara Atas Bumi juga sudah mengakui bahwa email maupun SMS dapat menjadi alat bukti.

Ternyata para dukun peramal itu menggubris somasi Kahyangan Saptabumi. Tapi jawabannya menantang! “Emang lu siape? Jangan mentang-mentang penguasa Kahyangan Saptabumi lantas main somasi! Emangnya kami takut? Siapa takut? Bahkan sebentar lagi kahyangan rongsokan itu akan ditembus bor para penambang minyak dan gas bumi (migas). Kalian pasti akan terusir! Jaman gini kok masih hidup dalam tanah?” Begitulah jawaban para dukun peramal itu via email. Kedengarannya meremehkan Kahyangan Saptabumi.

Malahan para dukun peramal itu pakai lawyer alias pengacara alias advokat. Namanya Buri Kalambi. Siapa ya dia ini? Kalau yang saya tahu di milis Media Jatim itu ada pemilis namanya Rubi Kambali. Apakah Buri Kalambi menyamar di Media Jatim, pakai nama Rubi Kambali ya? Bisa iya, bisa nggak. Tapi sudahlah, itu nggak usah disoal. Malah nambahi misteri.

Dalam jawaban resmi lawyer Buri Kalambi & Co, dinyatakan bahwa para dukun peramal itu telah bekerja sesuai dengan Kode Etik profesi dukun peramal. Saya baru tahu kalau ternyata para dukun peramal punya Kode Etik profesi. Yang namanya profesi itu cirinya: punya wadah organisasi tunggal, mengenai keahlian tertentu yang diperoleh dengan pendidikan khusus, dan merupakan pekerjaan. Jadi, kalau ada berita di koran-koran yang biasa bikin kalimat “si fulan yang berprofesi sebagai tukang becak....dst”, itu salah. Tukang becak itu keahliannya bukan dengan pendidikan khusus.

Yang sengsara tujuh turunan adalah advokat Atas Bumi yang sudah kehilangan ciri profesi sebab sejak Orde Baru hingga kini nggak bisa disatukan dengan satu wadah organisasi advokat. Ribut terus, masing-masing kelompok mau berkuasa seperti partai politik. Kalau begitu pekerjaan para lawyer Atas Bumi itu profesi atau pekerjaan biasa? Ya kalau sudah tidak memenuhi ciri profesi ya sama dengan tukang becak. Kalau begitu lawyer Buri Kalambi itu sama dengan tukang becak? Ya kira-kira begitulah....

Cuma, dalam hidup ini jangan melihat apa bentuk pekerjaan. Tukang becak, pengacara, wartawan, MC, makelar motor, petani, saudagar, di hadapan Allah itu derajatnya tergantung moralnya (ini sih, kata yang pinter agama). “Inna akromakum ‘ingdalloh atqokum. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Alloh adalah yang paling bertakwa di antara kalian!” (Gara-gara bulan puasa, ceritanya ada sisipan begini.)

Kembali ke topik. Mas Tur selanjutnya menempuh langkah kedua, mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agung yang ada di Kahyangan Agung. Pengadilan Agung ini dibentuk langsung oleh Raja segala raja. Sang Raja segala raja inilah yang dahulu menciptakan Semar, Guru (Syiwa) dan Togog. Bahannya telur. Tapi bukan telur asin yang biasa dijual di warung-warung. Kalau telur asin ya telur bebek. Ada juga telur asin palsu, bukan telur bebek tapi telur ayam yang cangkangnya dibuat seperti telur bebek. Loh, kok membahas telur?

Konon, telur ciptaan Sang Raja segala raja itu kulitnya menjadi Togog, putih telurnya menjadi Semar dan kuning telurnya menjadi Guru. Semuanya tentu dewa. Hanya saja, Togog diberi tugas menjadi punakawan (kalau di Atas Bumi dilevelkan pembantu) dari tokoh-tokoh wayang golongan kiri, seperti contohnya keluarga Rahwana dalam kisah Ramayana. Semar atau dikenal sebagai Dewa Ismaya ditugasi menjadi punakawan tokoh-tokoh wayang golongan kanan seperti contohnya Pandu, Arjuna dan keturunannya.

Wah repot, kok selalu melebar dari topik ya? Ini penulisnya kok geblek sih?

Setelah gugatan didaftarkan, peradilan pun segera akan digelar. Memang beda pelayanan Pengadilan Agung dengan pengadilan Atas Bumi. Di pengadilan Atas Bumi, panggilan sidang pertama baru bisa dipercepat kalau ada ‘uang dorong’. Kalau dalam jual-beli ada uang muka, uang cicilan, dan uang pelunasan, maka di pengadilan Atas Bumi ada uang dorong dan uang sogok. Di Pengadilan Agung berlaku adagium: “biarpun langit runtuh, keadilan tetap tegak.” Tapi di pengadilan Atas Bumi berlaku adagium: “ada uang ada keadilan. Ada uang hukum disayang, nggak ada uang hukum ditendang.” Loh, kok kayak lagu dangdut? Ya, itulah faktanya.

Sidang pertama gugatan Kahyangan Saptapratala digelar. Di jaman modern, rakyat di seluruh dunia bisa menonton sidang melalui stasiun TV yang khusus menayangkan sidang-sidang pengadilan. Namanya J-TV alias Justice TV. Jadi, yang ditayangkan khusus proses peradilan yang lengkap dengan analisis dari nara sumber para ahli hukum serta para pencari keadilan dan masyarakat penilai (Wah ini bisa jadi akan dicontoh perusahaan media?). Jadi, orang nggak perlu datang berbondong-bondong ke pengadilan menonton sidang, kecuali kalau tujuannya berdemo ataupun justice tourism (wah ada lagi cabang wisata baru nih...?).

Melalui J-TV (Justice TV. Ini bukan JTV punya Grup Jawa Pos lo ya!), dalam tayangan sidang perdana ini memang tampak lawyer Buri Kalambi yang..... keren abis .... Waduh, para asistennya kok banyak cewek cakepnya ye? Ya itu emang model kantor-kantor hukum sekarang. Cewek cakep selalu menjadi ‘alat promosi’ yang menarik pelanggan. Maaf ye, bukan maksudku mencemarkan nama baik! Cowok keren juga banyak yang jadi bintang iklan. Tapi ada juga iklan jamu kuat pakai model kakek-kakek. Siapa ya namanya itu? Mbah ...... ah nanti tulisan ini dikira iklan. Tahu sendirilah!

Sedangkan Kahyangan Saptapratala pakai pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Antiklenik. Wah, hebat juga ya. Kahyangan bersekutu dengan lembaga hukum antiklenik. Biasanya kahyangan itu isinya banyak klenik. Barangkali Kahyangan Saptabumi sudah melakukan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Lagipula, siapa sih yang tahu klenik-klenik semacam roh dan gaib-gaib begitu? Nabi Muhammad aja diajari Tuhan dalam surat Al-Isra’: wa yas-aluunaka ‘anir-ruh, quli ruhu min amri robbi. Wamaa uutiitum min ‘ilmi, illaa qoliilaa. “Dan jika kamu ditanya soal roh, maka katakan (jawablah) bahwa roh itu urusan Tuhanku. Dan kamu tidaklah akan diberikan pengetahuan melainkan sedikit saja.” Sedikit saja. Jadi, kalau ada orang yang ngaku-ngaku banyak ilmunya tentang roh, klenik-klenik, yaaah.... silahkan saja percaya atau tidak. Soal keyakinan, kita free-free aja man! Kalau saya meski orang ndeso, percaya saja sama setan. Masak setan nggak percaya diri-sendiri? Kakakakak.....

“Sidang dibuka, dan terbuka untuk umum! Dok!” Ketua Hakim membuka sidang. “Dok!” itu maksudnya bunyi meja sidang digetok palu. Jangan dikira hakimnya memanggil dokter!

“Pihak penggugat dan tergugat sudah sama-sama hadir?” tanya Ketua Hakim. Tampak aura wajahnya moncer sebagai wakil Tuhan di bidang keadilan. (Kalau hakim-hakim di negeri Atas Bumi kebanyakan sorot matanya ijo. Tak kalah ijo mata lawyer, jaksa dan polisi. Mending mereka bikin klub Green Eyes. Keren kan?)

“Penggugat hadir diwakili oleh kuasanya Yang Mulia,” jawab lawyer LBH Antiklenik. Pengacara muda ini namanya Joko Adil. Mudah-mudahan dia tidak sedang pelatihan hukum. Soalnya, banyak para lawyer tenar yang pembela koruptor kakap-kakap, pembela pelanggar HAM berat, dahulunya mereka ya lawyer LBH-LBH gitu. Setelah pinter-pinter, mereka maunya komersiil melulu.

Kasihan juga rakyat kecil tertindas, hanya dibela oleh para pengacara muda yang baru, lagi training, atau magang. Hanya jadi bahan mencari popularitas. Mana ada kasus-kasus rakyat kecil yang dibela para advokat senior? Dalam kasus lumpur Lapindo juga nggak ada advokat senior yang mau turun gunung. Malah para advokat yang dahulunya pejuang HAM menikmati membela Lapindo dan konco-konconya. Ada juga sih advokat senior hanya mau turun kalau kasusnya ramai menjadi perhatian umum, asal tidak melawan korporasi kaya, yaitu: kasus dugaan “salah tangkap” yang terkuak dan terkenal di media yang berkaitan dengan kasus Ryan itu. Yah... popularitas lagi, asal tidak melawan kekuasaan uang...

Lha yang lucu kan contohnya kasus Buyat Sulawesi Utara itu. Pembela Newmont itu lawyer pensiunan LBH ibukota, melawan pengacara penggugat yang juga pengacara LBH. Ini terulang dalam peradilan kasus lumpur Lapindo. Senior ketemu yunior, sama-sama dari satu lembaga. Walah kacok, eh, kocak!

Dahulu, semangat lawyer muda kelihatan menggebu: “Lawan pencemar dan perusak lingkungan! Lawan pelanggar HAM! Lawan koruptor! Lawan penindas!” Weleh... hambelgedhes ono bedhes mangan kates nang Tretes, banyune ketes-ketes, entute ngewes, cocot nyepres ning kecewes..... (stop!). Setelah tenar berbalik malah membela perusak lingkungan, pelanggar HAM berat dan koruptor kakap-kakap. Ada juga pendekar pers yang dahulunya menggebu-gebu bicara tentang kemerdekaan pers, yang kemudian berbalik disewa korporasi penggugat pers. Maka muncullah syair: “Maju tak gentar, membela yang bayar...” Tak ada ideologi yang penganutnya paling banyak, melainkan uangisme alias fulusisme. Tak ada jenis agama yang paling banyak pemeluknya, kecuali moneytheism (meminjam istilah di buku Prof. Daniel C Maguire, Sacred Energy).

Kembali ke topik. Ini cerita melebar ke mana-mana jika tidak distop dulu....
Dalam adegan sidang pertama kasus gugatan Kahyangan Saptabumi kepada para dukun peramal itu tampak lawyer Buri Kambali celingukan melihat ke lantai. Apa uangnya terjatuh? Apa sedang melihat tikus lewat? Atau, rokoknya jatuh? Atau jangan-jangan sepatunya keliru sepatu cewek?

Nanti akan bersambung di bagian ke-4. See u later!

Tidak ada komentar: