23 Juli 2010

Rinduku di Suatu Pagi


-Aku terbangun di dini hari, hatiku sepi
-merindukan kekasih hati
-rindu yang tak pernah betepi
-rindu yang memenuhi bumi
-tak cukup tunai dengan pusi ini.

-Hai kekasihku yang aku rindu
-tanpa sebab aku mencintaimu
-apakah karena kecantikanmu itu?
-rasanya bukan sebab itu
-apakah karena kebaikanmu?
-sejuta tanya mengalir dalam benakku
-berjuta jawab tak mampu menjawabku.

-cintaku itu tumbuh tanpa kutanam
-ia mekar, merekah tanpa kusiram
-membara api yang tak bisa padam.

-Pagi ini aku melihat senyum cantikmu
-yang selalu mendatangi tiap mimpiku
-yang memenuhi seluruh pandanganku

-Kekasih hatiku....
-Aku tak berdaya, tenggelam dalam lautan rinduku
-Aku mencintaimu dengan segenap hati dan hidupku.

Surabaya, 24/7/2010 jam 03:55

07 Juli 2010

Rinduku Yang Menyentuh Langit

Entah dengan majas apa aku harus menuliskan ini. Saat matahari telah melewati garis langit atas kepala, tiba-tiba aku dirundung rindu yang menghebat. Kian hari rindu itu kian menggunung, dan hampir-hampir roboh memenuhi semesta.

Aku rindu kepada dia. Dia yang tak aku pahami, siapa dia. Apakah dia bunga, aku tak tahu. Apakah dia bulan purnama? Aku juga tak tahu. Apakah dia lembut salju? Aku juga tak mengerti. Tapi ketika aku merasakan desir angin, memandang pepohonan, menatap biru langit, yang tampak hanyalah dia, dia dan dia.

Di bawah pohon akasia tua aku berteduh. Baru saja matahari tertutup awan. Makin lama awan itu kian tebal. Aku memikirkan dan merasakan hal yang terasa asing dalam diriku, mengalami sesuatu yang tidak pernah aku harap kehadirannya, tetapi menelusup mamasuki seluruh pori-pori hidupku, membuatku tidak berdaya untuk melawannya.

Jika aku dengarkan lagu tentang rindu, hatiku serasa tenggelam dalam samudera keindahan yang tak terkira. Tetapi ada nyeri dan kesedihan perlahan-lahan merasuk, ada keinginan kuat bertemu dengannya. Namun, ada kekhawatiranku, jika aku bertemu dengannya, dapat memunahkan rasa rinduku ini.

Titik-titik air gerimis mulai turun. Aku melihat dia melambai bersama butiran air langit itu. Senyumnya meluluh-lantakkan hatiku. Aku mencoba menyentuhnya, tapi hanya terasa dinginnya titik-titik air gerimis yang dapat kusentuh, yang kemudian menjadi curahan hujan.

Maaf, aku belum bisa melanjutkan tulisan ini, sebab perasaanku tersungkur, tak dapat lagi kuasa merangkai kalimat dan kata-kata. Sebab setiap kata yang aku buat dan eja adalah dia yang sedang tersenyum kepadaku, yang indahnya menyentuh langit. Aduh… ya Tuhanku….. !