18 Januari 2008

Takaran Hidup

Takaran Hidup

Hati-hati,.. sibak sedikit rerimbun bunga itu..!
Jangan sampai daunnya rontok, atau tangkainya patah..!

Hela nafas, sentuh kedalaman udara
ya, benar kita tak bisa hidup tanpanya
berapa yang bisa kita rindu..
sebatas apa tirai tersentuh
padahal belum terbuka.

Kamu lupa dengan janjimu
untuk menengok aku di lembah berbatu
langitmu tertutup awan putih bergumpal
sorak-sorai para peri menjadi gemuruh hitam
bah tertumpah, aku tenggelam
aku masih hidup, tapi mendung masih hitam

Bunga yang kusayangi hanyut lenyap
Aku bisa menanamnya lagi yang baru, tapi harus menunggu
Kamu tak akan mampu menunggu
sebab kamu di belakangku, membatu.

Kedatanganmu di tempatku: lembah berbatu,
bukan karena kemauanmu, tapi sebab banjir itu.

Baiklah,... tinggal berapa hidup kita?
Mari kita takar dengan kaleng bekas tempat susu ini.
Bekas para ibu menipu bayi-bayinya.
Bekas para bapak yang menjadi panitia.
Panitia kehancuran dunia.

(Wah, bunga yang kutanam sudah bermekaran.
Aku akan menjaganya,
jangan ada yang menjadikannya penghias pusara.)

Berapa harga hidupmu per-kaleng susu 1.000 gram-an?
Ayo takarlah! Nanti kita tawarkan di pasar!
Hidupku gratis, jadi tak perlu kutakar.
Benar, aku (tidak) bohong.
Tanya bunga itu jika tak percaya!
Sebelum langit runtuh.
Atau tak perlu.
Tak perlu!
Tak ada gunanya bagimu.

Surabaya, 19/1/2008.

Tidak ada komentar: