tag:blogger.com,1999:blog-29576620728497377752024-03-05T03:52:11.301-08:00SASTRA ANTIISMEAnti adalah Pro. Anti-penindasan adalah pro-pembebasan. Tapi jika engkau antipenindasan sekaligus antipembebasan atau antikemerdekaan maka kau pro-sikapmu sendiri.Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-34461695318978254462016-10-29T07:36:00.002-07:002016-10-29T07:52:48.054-07:00Roro Mendut Menolak Pabrik Semen dan Reklamasi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO-xKR2Ym7OrnXV9UN7WAqQdN5Yi0woti7x9OpgUaeIlgQyucSFk4Awxu9652_aYyJZ0LL9s5Z9n8PsQfi1OIe52T1m3R5gcy2e6BtdtLiPhmVkBkfpXEuU0kZ8PFoDNtqrR42vy_KdVur/s1600/Roro+Mendut.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO-xKR2Ym7OrnXV9UN7WAqQdN5Yi0woti7x9OpgUaeIlgQyucSFk4Awxu9652_aYyJZ0LL9s5Z9n8PsQfi1OIe52T1m3R5gcy2e6BtdtLiPhmVkBkfpXEuU0kZ8PFoDNtqrR42vy_KdVur/s640/Roro+Mendut.jpg" width="403" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Pada jaman sekarang ini, apakah kamu pernah
tahu di Indonesia ini ada bule Eropa yang bekerja menjadi tukang taman di
negara ini? Tak ada. Tapi di jaman Mataram Islam dulu ada bule Portugis bernama
Baron Sakeber yang menjadi tukang taman di Kadipaten (Kabupaten) Pati, Jawa
Tengah, di masa pemerintahan Adipati Pragolo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi Baron Sakeber ini boleh dikata kurang
ajar. Baron bercinta dengan seorang selir kesayangan Adipati Pragolo bernama
Roro Mendut yang memang terkenal cantik. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Saya tak tahu apa yang ada di benak Roro
Mendut. Apakah dia terpaksa menjadi selir Adipati Pragolo? Mungkin saja. Pada
jaman dahulu para wanita banyak yang tak berdaya menghadapi dominasi kekuasaan
pria, apalagi penguasa. Kalau jaman sekarang sih lain. Jaman sekarang ada
banyak pria kaya yang sukses memetik daun-daun muda, bukan karena faktor
paksaan, tapi pria kaya biasanya kelihatan ganteng di mata wanita modern. Ini
realitas yang tak boleh membuat para pria miskin iri loh ya. Tapi itu
wanita-wanita di luar negeri sana ya. Kalau di Indonesia ini nggak ada yang
begituan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Ataukah Roro Mendut sebagai perempuan serasa
tak rela didua, tiga atau diempatkan? Ataukah…..maaf…… Roro Mendut mungkin
penasaran rasa “genthalo” bule sehingga dia mau bercinta dengan Baron? Nah,
saya tentu tidak tahu apa sebab Roro Mendut selingkuh dengan bule Portugis itu.
Biarlah itu menjadi rahasia Roro Mendut sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Yang namanya enak dalam bercinta, kalau
diterus-teruskan maka berbuahlah anak. Akhirnya ketahuanlah perselingkuhan Roro
Mendut dengan Baron itu sehingga Baron dihukum mati bersama anak hasil buah
cinta Mendut-Baron itu. Adipati Pragolo ini tega dan kejam sekali. Anak kecil
yang tidak berdosa pun dihukum mati. Sayangnya waktu itu belum ada Komnas HAM dan
lembaga perlindungan anak. Juga belum ada medsos. Kalau sudah ada medsos,
bisa-bisa Adipati Pragolo dibully habis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi Roro Mendut dimaafkan oleh Adipati
Pragolo. Mungkin eman, karena Mendut itu cantik bahenol. Bisa-bisanya tak ada <i>equality before the law</i> gara-gara orang cantik. Hukum tumpul ke orang
cantik, tajam ke orang ganteng. Begitukah jaman itu? Kalau jaman sekarang,
hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Tapi dalam kasus Wayan Mirna itu hukum
tajam ke Jessica gara-gara Jessica pakai kacamata hitam yang didesain terang dan
tangisnya nggak sampai keluar ingus. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Waktu pun berjalan dalam gerak yang lusuh di
jaman penuh darah tertumpah. Adipati Pragolo memberontak kepada Maratam.
Terjadilah perang antara Mataram melawan Pati. Tumenggung Wiroguno pemimpin
pasukan tentara Maratam berhasil mengalahkan dan membunuh Adipati Pragolo yang
terkenal kebal senjata tajam itu. Tapi sekebal-kebalnya orang pasti punya
kelemahan. Orang kebal hukum pun lama-lama juga tumbang jika terus digempur.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Seperti biasa, jaman dahulu dalam peperangan
itu perempuan di pihak yang kalah juga menjadi obyek rampasan perang. Roro
Mendut pun menjadi rampasan perang Wiruguno. Dasar lelaki mata keranjang. Tahu
kalau Roro Mendut itu sedep, Tumenggung Wiroguno juga naksir. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Lelaki itu rata-rata begitu. Kalau ada yang
sok alim itu pura-pura saja. Lelaki itu kalau kaya, biasa punya perempuan di
mana-mana. Para isteri banyak yang tak tahu itu. Kalau ada lelaki ganteng yang
miskin, sukanya <i>nggedabrus</i> menipu
para perempuan di sana-sini. Bahkan lelaki tahu kelemahan perempuan kelas
menengah ke bawah yang suka diperistri polisi atau tentara, maka ada banyak
tentara dan polisi gadungan yang memikat para perempuan. Setelah ditiduri dan
diembat uangnya, ditinggal pergi. Maka meranalah para perempuan itu. Kasihan.
Dunia ini kejam. Tapi kejadian begitu itu hanya ada di Kutub Utara sana, bukan
di Indonesia. Kalau di Indonesia orangnya baik-baik semua. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Kembali ke nasib Roro Mendut. Tentu saja Roro
Mendut menolak cinta Tumenggung Wiroguno, sebab kalau dalam kisah ketoprak
Wiroguno itu bandot tua. Tapi sakti. Roro Mendut lebih tertarik dengan pengawal
Tumenggung Wiroguno yang bernama Pronocitro, lelaki yang muda dan gagah,
meskipun miskin. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Jadi Roro Mendut ini lengkap sudah kisah
cintanya. Penah jadi istri bupati kaya (Adipati Pragolo), pernah bercinta
dengan bule Portugis (Baron Sakeber), dan akhirnya bercinta dengan prajurit
muda bernama Pronocitro. Di ujung jalan cintanya inilah Roro Mendut membuktikan
bahwa dirinya mampu menolak kekuasaan lelaki, dan merdeka menentukan
pilihannya. Ya mungkin karena dia sudah menjadi janda yang berpengalaman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Roro Mendut hidup bersama Pronocitro. Tapi
mereka tetap tak bisa merdeka seratus persen. Tumenggung Wiroguno menjatuhkan
hukuman denda kepada mereka, padahal Roro Mendut dan Pronocitro tak punya uang.
Akhirnya Roro Mendut dibantu Pronocitro berjualan rokok. Dalam kisah itu
terkenal dengan teknik penjualan rokok yang dilakukan Roro Mendut dengan
menjilat klobotnya, sehingga para lelaki berebut membeli rokok yang klobotnya
habis dijilat perempuan cantik itu. Norak bener.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Pada waktu itu kedatangan VOC di Batavia menjadi
musuh Mataram. VOC adalah korporasi BUMN asing dari Kerajaan Belanda yang
mengajak kerjasama dagang secara paksa dengan raja-raja di Nusantara. Itulah
penjajahan oleh korporasi pertama di dunia di masa kuno itu. Pada waktu itu VOC
mempunyai tentara. Bukan seperti jaman sekarang korporasi menjajah dengan “meminjam”
tentara negara yang dijajahnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Nah, Portugis melihat potensi perang antara
VOC dengan Mataram, sehingga korporasi Portugis bernama Laseda mengutus seorang
duta bernama Gustemo untuk bertemu Sultan Agung, menawarkan investasi untuk
mendirikan pabrik semen di Kadipaten Pati yang telah dikuasai Mataram. Gustemo
membuat presentasi tentang pentingnya Mataram membangun benteng-benteng di sepanjang pulau Jawa untuk menghadapi VOC,
sehingga dibutuhkan semen banyak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Sultan Agung menyerahkan urusan proposal
pendirian pabrik semen oleh Portugis itu kepada Tumenggung Wiroguno yang
diserahi kekuasaan Kadipaten Pati. Maka mulailah dibangun pabrik semen di
Kadipaten Pati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Roro Mendut yang masih hidup di Kadipaten
Pati melihat ada banyak orang Portugis yang membangun pabrik semen itu, ia jadi
ingat pesan mendiang pacarnya Baron, pada saat ia hendak dihukum mati Adipati
Pragolo, Baron memberikan sebuah kantong dan berpesan agar kantong itu jangan
dibuka hingga kelak datang orang-orang Portugis di Kadipaten Pati. Maka Roro
Mendut pun segera membuka kantong itu, yang ternyata berisi sepucuk surat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">“<i>Duhai
rembulanku… Biarpun aku mati, tapi bukankah aku tetap hidup di dalam jiwamu?
Aku akan mati membawa hidupmu menjadi bunga mimpiku di dalam tidur panjangku,
hingga kelak kita bertemu…. Rembulanku….. ada satu hal yang harus kamu tahu…
Kedatangan kaumku di negerimu hanyalah dalam rangka melipatgandakan kekayaannya
dengan cara mengeruk dan merusak bumimu… Tak ada bedanya dengan VOC…. Semoga kita
segera bertemu!” </i> Air mata Roro
Mendut meleleh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Roro Mendut merobek-robek surat itu dan
membuangnya. Ia khawatir kalau-kalau Pronocitro tahu surat itu. Bagaimanapun
juga Baron adalah masa lalu yang ia telah berusaha melupakannya. Melupakan
kenangan bersama Baron seperti melepas kuku dari jarinya. Terasa nyeri.
Untungnya Pronocitro dapat mengobati nestapanya. Pronocitro bukanlah lelaki
gombal yang cuma mau memacari dan meniduri tapi tak mau menikahi. Pronocitro
lelaki yang tulus. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Maka Roro Mendut mulai mengumpulkan para
perempuan Pati untuk membuat gerakan Tolak Pabrik Semen Pati. Para perempuan
itu juga berjaring dengan para perempuan Batavia yang membuat gerakan Tolak
Reklamasi Pantai Batavia Utara yang menjadi proyek VOC di bawah perintah
Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (JP Coen). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Sebagai manusia Roro Mendut merasa dirinya
telah melewati masa-masa penderitaan panjang dan bergumul dosa-dosa. Ia ingin
mengabdikan di sisa-sisa hidupnya untuk kemuliaan. Baginya, Ibu Pertiwi adalah
amanat yang harus dijaganya. Surat Baron tak sekedar menggugah masa lalunya,
tapi yang penting telah menggugah kesadarannya sebagai manusia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Lebih baik Roro Mendut menjadi mantan orang
berdosa, daripada menjadi mantan aktivis LSM yang dulunya berkoar-koar menolak
pembangunan yang merusak ekologi, yang sekarang malah mendukung perusakan
lingkungan dengan alasan yang dibuat-buat. Apalagi menyebarkan isu seolah-olah
ada darurat rasis. Padahal ketidakadilan ekologi dan dominasi penguasaan sumber
daya alam itulah yang akan mudah memicu konflik sosial. Sayangnya orang-orang
bicara anti diskriminasi hanya mengurung pikirannya di soal etnis dan agama, tapi
mereka melupakan soal ekonomi dan sosial, menempatkannya di luar tempurung
kepalanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;">Gerakan Roro Mendut dan para perempuan
jaringannya menjadi sangat terkenal militan sehingga memaksa pembatalan
pembangunan pabrik semen di Pati. Sedangkan reklamasi di Pantai Utara Batavia
tetap berjalan di bawah pengawasan tentara VOC yang kejam. <o:p></o:p></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: arial, sans-serif; font-size: 12pt;">Sebelum berhasil menggagalkan reklamasi teluk
Utara Batavia, Roro Mendut meninggal dunia di pangkuan Pronocitro di usia 57
tahun. Ketika mendengar Roro Mendut meninggal, Gubernur Jenderal Coen tertawa
terbahak-bahak. Tapi setahun kemudian setelah serangan kedua prajurit Mataram
ke Batavia, Gubernur Jenderal JP Coen meninggal dunia secara tragis akibat
serangan sakit kolera yang menjadi wabah di Batavia. Nama Roro Mendut harum
dikenang masa, tapi nama J.P.Coen dicatat sebagai gembong penjajah di
Nusantara. </span></div>
</div>
Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-16159574299584671422014-12-22T23:44:00.001-08:002014-12-22T23:44:34.753-08:00Kisah Nyata Nasib Sanggah, Singgih, Songgoh, Sungguh dan Bandiyah<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiukt9N4amwpqF7cDOMUt130_bUjkdzIHvwcvD_j3ENtqaL57aHnm3NHjCfFiLfl9E85hDbXToFD8yAuzywmeRXstSxiW6IYjjb2ZYC-ZA0FRChVeoplOIgKBe_fAHr0XLDa_kOBI37ciMa/s1600/HAKIM+HATIMU.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiukt9N4amwpqF7cDOMUt130_bUjkdzIHvwcvD_j3ENtqaL57aHnm3NHjCfFiLfl9E85hDbXToFD8yAuzywmeRXstSxiW6IYjjb2ZYC-ZA0FRChVeoplOIgKBe_fAHr0XLDa_kOBI37ciMa/s1600/HAKIM+HATIMU.jpg" height="320" width="273" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Akan
saya ceritakan kisah nyata ini. Sekali lagi, kisah nyata! Mestinya tak cukup
dengan kolom cerpen. Tapi aku paksakan saja jadi cerpen. Saya paksakan! Anda
tak sadar dunia ini penuh paksa. Anda tak pernah dimintai persetujuan untuk
dijadikan ada menjadi manusia kan? Anda tidak bisa memilih untuk lahir sebagai
keong atau tikus kan? Anda tak bisa memilih lahir dari rahim Imelda Marcos atau
Madonna kan? Jelas itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Anda
tiba-tiba dilahirkan di Indonesia ini, ketika sudah dewasa harus tunduk pada
hukum yang ada sebelum Anda lahir. Anda yang lahir dan besar di negara ini
dipaksa untuk mengakui rezim yang dilahirkan oleh perbuatan-perbuatan politik
yang haram? Anda terpaksa hidup di negeri yang dipenuhi para penjahat yang
mengurusi negara ini? Anda tidak menyadari paksaan-paksaan itu kan? Hehehe.....<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Baiklah.
Ini adalah tentang sekelompok anak muda kritis, bujangan lulusan SMU lima tahun
lalu, dari sebuah kampung. Saya rahasiakan ini di wilayah mana. Mereka adalah
Sanggah, Singgih, Songgoh, Sungguh dan Bandiyah. Hanya Bandiyah yang cewek.
Lainnya cowok.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Malam
tak berhias bintang, langit kelam, ketika mereka berkumpul di rumah orang tua
Bandiyah. “Seperti obrolan kita yang lalu, kita akan melaporkan semua pengurus partai
politik (parpol), sebab kita menjadi korban penipuan mereka. Kita tidak bisa
kuliah di perguruan tinggi negara karena biayanya makin tak terjangkau rakyat
kecil. Kampanye janji tentang pendidikan gratis, tentang kesejahteraan,
kemakmuran, janji pemerintahan bersih dan sebagainya ternyata omong kosong.
Pendidikan mahal, negara dikorupsi besar-besaran!” kata Bandiyah. Gayanya jauh lebih
lugas daripada Anis Matta, Ical, Megawati, Surya Paloh, apalagi SBY.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Saya
dan Songgoh sudah konsultasi ke LBH-LBH dan Polsek-polsek, katanya itu bukan
kejahatan penipuan, sebab tidak memenuhi unsur “menyerahkan barang” kepada
parpol-parpol itu. Kita hanya menyerahkan “suara” dalam pemilu!” Sanggah
menimpali. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Gini
saja! Kewenangan menerima laporan tentang penipuan ini kan di tangan
Kepolisian. Kita kumpulkan warga, kita demo saja ke Polres di sini. Kita
katakan bahwa “suara” rakyat dalam pemilu itu adalah “barang yang tak nampak”
seperti hak kebendaan. Buktinya mereka di KPU bisa melimpahkan suara itu ke
calon anggota DPR ini dan itu? Berarti suara kita bisa dipindah-pindahkan
seperti barang, “ Singgih menjelaskan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Hehehe...
itu aku pernah baca kisah hakim Bismar Siregar yang menafsir kelamin wanita
sebagai “barang”, tapi tafsir itu dimentahkan Mahkamah Agung lo Nggih,” bantah
Sungguh. Saya pernah meminjamkan majalah Varia Peradilan kepada Sungguh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-bSeVWwNM4ymmsob0DcGHDjLAvnFXLGujwg8696zDJKzXsLsp3NzYaKUhSbAavgX4W7GhpinZ_RFJs0Kv57RYf2QIebixkU0OiUlfFfTCcKDL3qBfiJ0gySyO4D9SUNHPSn-S0iPXC-H4/s1600/doraemon.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-bSeVWwNM4ymmsob0DcGHDjLAvnFXLGujwg8696zDJKzXsLsp3NzYaKUhSbAavgX4W7GhpinZ_RFJs0Kv57RYf2QIebixkU0OiUlfFfTCcKDL3qBfiJ0gySyO4D9SUNHPSn-S0iPXC-H4/s1600/doraemon.jpg" height="320" width="307" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Lalu
bagaimana? Apakah seluruh kebohongan publik yang dilakukan semua parpol itu
tidak dapat dianggap sebagai kejahatan hanya karena penafsiran-penafsiran yang
formal itu? Apakah kita hanya setuju bahwa seluruh kebohongan itu cuma dianggap
kesalahan politik yang sanksinya hanya diserahkan pada proses pemilu
berikutnya? Bukankah ternyata para pembohong itu tetap terpilih mengurus negara
ini, dan nyatanya tetap saja rakyat dibohongi?” Bandiyah berapi-api. Coba ada
kertas di sebelahnya, bisa terbakar kali ya?</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"> Kih kih kih…..eh,….
kmp kmp kmp……… (saya tahan tawa….). </span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Perdebatan
mereka berujung pada kesepakatan bahwa meraka akan mengajak warga setempat melapor
di Polres terdekat, melaporkan semua pengurus parpol yang pernah kampanye di
wilayah itu, yang ternyata janji-janji kampanye mereka banyak tidak
terealisasi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Singkat
cerita, Polres menerima laporan tersebut setelah didemo warga beberapa kali. “Biar
nanti pengadilan yang menafsir apakah “hak suara” yang diberikan warga dalam
pemilu itu termasuk “barang” atau bukan. Kejahatan penipuan diatur dalam Pasal
378 KUHP: “<i>Barangsiapa denganb maksud
menguntungkan diri-sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi utang ataupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun</i>.” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sebenarnya
kepolisian dan kejaksaan enggan melanjutkan perkara itu. Tapi masalah itu terus-menerus
diberitakan media massa, ramai, menjadi perhatian masyarakat dan mempengaruhi para
politisi. Isu tentang “penipuan parpol-parpol” mengemuka. Itulah yang menarik
perhatian para politisi sehingga mereka berkumpul untuk berunding guna
mengambil langkah strategis. Maklum, mendekati pemilu</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">,,,,,,,</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sekelompok
pemuka politisi lintas parpol mengambil kesimpulan bahwa kasus itu akan
diselesaikan melalui pengadilan. “Pengadilanlah yang kita atur secara mudah
karena itu bukan kasus penipuan Pasal 378 KUHP!” Akhirnya mereka menyewa
makelar kasus untuk mengatur perkara itu. Skenarionya adalah “meminta Kejaksaan
melimpahkan perkara itu ke pengadilan dan dengan mudah mementahkannya di
pengadilan, agar isu yang meresahkan para politisi itu segera berakhir.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sidang
perkara digelar di Pengadilan Negeri setempat. Para pengunjung selalu padat.
Para terdakwanya adalah para pengurus tingkat daerah semua parpol yang
mempunyai kursi di parlemen daerah dan pusat. Mereka tidak ditahan. Seperti anak
seorang menteri dalam kasus kecelakaan yang menewaskan dan mencelakakan
beberapa orang itu kan tidak ditahan. Coba kalau orang kecil? Heh!... Sabar, penulis cerpen dilarang ikut terlibat
emosi, </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">kih kih kih……kmp kmp kmp……</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">hehe....!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Memang
benar. Skenario berjalan mulus. Para terdakwa dibebaskan hakim. Alasannya
adalah bahwa “hak suara” dalam pemilu itu bukan merupakan “barang” yang
dimaksudkan dalam Pasal 378 KUHP, meskipun segala muslihat atau rangkaian
kebohongan dalam kampanye itu terbukti dalam sidang di pengadilan itu. Sepertinya
para hakimnya juga tahulah banyak janji bohong dalam kampanye pemilu.</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"> Ya tahu dong…… <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Kasus
itu memang bukan delik penipuan pasal 378 KUHP. Jika dikatakan wanprestasi
dalam lapangan Hukum Perdata juga tidak bisa, sebab itu bukan perjanjian para
pihak yang mengandung obyek perjanjian sebagaimana menurut Pasal 1320
KUHPerdata</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">,</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">” </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">kata s</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">eorang
profesor, pakar hukum, menjelaskan dalam sebuah acara <i>talk show</i> di TV.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Lalu
bagaimana kasus-kasus kebohongan dalam setiap kampanye para politisi itu harus
dipertanggungjawabkan secara hukum Prof? Apakah itu tidak dianggap sebagai
kejahatan?” tanya pembawa acara TV itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">“Itulah
politik. Di mana-mana di dunia ini politik selalu dengan kebohongan. Politik
dan kebohongan adalah mitra sejati. Hukum tidak mampu menjangkaunya sebab hukum
itu produk mereka para politisi itu,” jawab profesor itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Guna
memuluskan agar skenario itu dianggap kesungguh-sugguhan penegak hukum maka
Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri
yang membebaskan para politisi lintas parpol itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Bandiyah,
Sanggah, Singgih, Songgoh dan Sungguh mulai tertekan. Mereka banyak mendapatkan
pertanyaan atas kegagalan mereka. Bahkan warga setempat yang biasa diajak demo
mulai mencemooh mereka. “Kalian sama bohongnya dengan para politisi itu!
Katanya kasus ini akan menjadi terobosan hukum, tapi ternyata hanya
mempermalukan kami!” kata pengurus warga di kampung itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Karena
tekanan-tekanan itu maka sekelompok pemuda itu meninggalkan kampung mereka.
Masing-masing mencari pekerjaan jauh di luar kampung mereka. Bandiyah menjadi
purel di sebuah diskotik. Sanggah dan Singgih menjadi buruh pabrik kertas.
Songgoh menjadi buruh perkebunan kepala sawit di Kalimantan, dan Sungguh
kabarnya menjadi buruh <i>cleaning service</i>
di sebuah plasa di Surabaya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mereka
masih tetap bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan. Bandiyah setelah setahun
bekerja mencoba untuk mendaftar kuliah di Fakultas Ekonomi sebuah universitas
swasta yang murah. Sanggah diketahui menikahi seorang gadis, anak dari ibu
kosnya. Singgih masih berusaha menabung untuk rencana biaya kuliah. Songgoh
memutuskan mengalah tidak kuliah, tapi ia bertekad akan membiayai pendidikan
dua adiknya hingga ke perguruan tinggi. Sedangkan Sungguh merasa tidak berani
melanjutkan kuliah karena gajinya yang terlalu kecil dan harus membantu ekonomi
orang tuanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ketika
para pemuda yang pernah membuat heboh perpolitikan itu mulai dilupakan, dalam
kurun waktu sekitar lima tahun sejak putusan hakim pertama yang membebaskan
terhadap para politisi tersebut, tiba-tiba negara ini dikejutkan oleh putusan
Mahkamah Agung (MA) yang menerima dan mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum,
yakni menghukum para politisi parpol yang menjadi terdakwa kasus itu dengan
hukuman penjara seumur hidup.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Putusan
MA itu menyebabkan polemik hebat. Bagaimana batasan hukuman maksimum menurut
Pasal 378 KUHP adalah empat tahun penjara, tapi hakim MA menghukum terdakwa
dengan hukuman penjara seumur hidup? Belum lagi soal kontroversi tafsir tentang
“barang” yang diterapkan dalam kasus itu, yakni “hak suara” dalam pemilu
dikategorikan sebagai “barang” yang bisa dikomersiilkan, diperjual-belikan?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dalam
pertimbangannya hakim MA menyatakan: “<i>Bahwa
hukum pidana harus mampu menjangkau kejahatan-kejahatan publik yang patut
dipertanggungjawabkan secara pidana dan hal itu tidak dapat dibebaskan dengan
alasan tidak ada hukumnya. Hakim boleh menciptakan hukum yang belum diciptakan
lembaga legislatif, sesuai kebutuhan masyarakat. Bahwa karena para terdakwa
melakukan kejahatan penipuan secara politik menggunakan partai-partai politik
mereka dan partai-partai politik mereka secara organisasi mengizinkan atau
sekurang-kurangnya membiarkan segala kejahatan itu, maka partai-partai politik
itu juga harus diadili dan dipidana sebagai korporasi penjahat</i>.<i> Hal itu menjadi tugas kepolisian untuk
segera menyidiknya dan tugas kejaksaan untuk menuntutnya.</i>”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dan
yang membuat terperanjat banyak kalangan adalah pertimbangan hakim MA berikut:
“<i>Bahwa karena para anggota DPR dan DPRD
dilahirkan sebagai “anak-anak haram” oleh parpol-parpol dalam pemilu yang
dilakukan dengan kejahatan, maka seluruh anggota DPR dan DPRD adalah tidak sah.
Begitu pula para hakim di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang telah
diseleksi melibatkan para anggota DPR itu adalah hakim-hakim yang tidak sah.
Dengan demikian, putusan ini harus dilaksanakan dan sebagai dasar melakukan
revolusi pemerintahan!</i>”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Putusan
MA tersebut menjadi perdebatan yang riuh, termasuk dalam dunia hukum. Para
advokat penasihat hukum para terdakwa <i>ngotot</i>
bahwa putusan MA tersebut <i>nonexecutable</i>,
tidak dapat dieksekusi, sebab dibuat oleh hakim MA yang menyatakan dirinya
sendiri sebagai “produk tidak sah” sebab dipilih dengan melibatkan kewenangan
para anggota DPR yang tidak sah, akibat proses pemilu yang merupakan tindak
pidana penipuan (kejahatan). “Produk para hakim tidak sah sudah pasti tidak
sah!” Kata para advokat itu dengan tegas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tiba-tiba
saya emosi dan melabrak para advokat itu. “Pendapat kalian juga tidak sah!
Mengapa? Sebab kalian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Advokat yang dibuat
oleh para anggota DPR bersama dengan Presiden melalui pemilu yang tidak sah
karena dilakukan dengan cara-cara kejahatan penipuan tersebut! Kalian tahu, apa
yang sah di negara ini?” Para advokat itu diam, seperti orang-orang bisu. Saya
merasa puas, sebab sejak lama saya dendam, terutama kepada mereka yang suka
membolak-balik kebenaran: salah menjadi benar, benar menjadi salah hanya karena
uang!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Terserahlah,
bagaimana rakyat di negara ini menilai putusan MA itu...... Lantas, Anda
percaya ini kisah nyata? Terserahlah! Emang perlu dipikir? Kih kih kih..... kmp kmp kmp,,,,,,,,,,,,,,,,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Surabaya,
18 Mei 2013 .....<o:p></o:p></span></div>
</div>
Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-66413232845787691172013-03-08T07:12:00.000-08:002013-03-08T07:12:03.222-08:00MENGENANGMU<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpL4u-hFnExOcxHoao1UP715l1ewykNlxp_Uz756WjquUZugBdavrebdVtXJLnl8X5uTrPyt_f6aF8oKAYNwD0L4zF-QGUcGmaZVR1S7VIrR_LKDeMmAeaxHGPzMliD3vHpSPHhOnbXmxO/s1600/Nunuk+Dyah.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpL4u-hFnExOcxHoao1UP715l1ewykNlxp_Uz756WjquUZugBdavrebdVtXJLnl8X5uTrPyt_f6aF8oKAYNwD0L4zF-QGUcGmaZVR1S7VIrR_LKDeMmAeaxHGPzMliD3vHpSPHhOnbXmxO/s320/Nunuk+Dyah.jpg" width="233" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Sepeninggalmu</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">berjuta rasaku terpuisikan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">akhirnya hanya
tercatat di lembaran rinduku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Sepeninggalmu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">tertumpah-ruah air
mataku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">menggenangi luka
menganga di jiwaku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Kupungut satu
persatu kepingan dukaku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Kerekatkan perlahan
retak-retak asaku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Berjalan sendiri
menyusuri pekatnya sunyi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Mengingat pesanmu,
saat kau masih bersamaku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">“Andai aku pergi
mendahuluimu, aku titipkan anak-anak padamu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Aku hendak katakan
padamu:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Ketika aku belum
bertemu denganmu,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">aku adalah sabit
yang melenyapkan semak belukar penghalangku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Ketika aku hidup
bersamamu,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">aku mampu menjadi
gelombang merobohkan kokohnya karang</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Tapi ketika kau
meninggalkanku,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">aku hanya benang
tua basah, rapuh dan tak berdaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Mengenangmu, yang
telah menjadi kaldera cintaku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Memberikan hati dan
jiwamu di segala penjuru waktu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Menjadi sahabat
jiwa di setiap putaran roda perjalanan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Wahai juwita jiwaku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Engkau adalah jalan
hidupku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Berada di tiap hembus
nafas dan aliran darahku</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Biar semua
mengatakan kau telah pergi</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Tapi kau tetap ada
di sini</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Bersamaku, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">hingga purna semua
cerita.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-54516858571339632262011-03-19T05:40:00.000-07:002011-03-19T05:48:10.099-07:00Roro Jonggrang dan Listrik Nuklir (PLTN)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAdWi8BxZIEf5u-TBTGpSE9DHV5_3XZY1QJ8G-W46TwIr4y2q3ZfP5_6PlhLAuCTiaKUYrl7xGOrbcBcWyC9XkHznWAKGUy7_L7XYuxuRcM2YFyIJUD_KVKche1uWQLyO8o4FMP65e5IAo/s1600/kate-winslet.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAdWi8BxZIEf5u-TBTGpSE9DHV5_3XZY1QJ8G-W46TwIr4y2q3ZfP5_6PlhLAuCTiaKUYrl7xGOrbcBcWyC9XkHznWAKGUy7_L7XYuxuRcM2YFyIJUD_KVKche1uWQLyO8o4FMP65e5IAo/s320/kate-winslet.jpg" width="272" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px; text-align: left;">Namaku Joko Bandung. Roro Jonggrang mau jadi isteriku dengan syarat yang berat, yakni: dalam waktu semalam, malam minggu besok ini, saya harus bisa membangun reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) untuk memasok kebutuhan listrik nasional.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Bukankah kita sering mengalami penyalaan listrik bergilir Mas?” kata Jonggrang.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Maksudmu pemadaman listrik bergilir to Jeng?” Kok pakai istilah “penyalaan bergilir”? Aneh! Pikirku.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Lha apa bedanya to Mas? Pemadaman listrik bergilir kan sama saja dengan penyalaan bergilir to?” jawab Roro Jonggrang yang cantik dan seksinya persis dengan Kate Winslet. Dia juga baik hati. Makanya aku terkiwir-kiwir kepadanya. Mikir dia sampai gak bisa tidur selama 359 tahun ini.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Mas Joko, jika listrik nasional masih sering <em>byar pet</em>, nanti saat kita bercinta bisa-bisa listrik padam, gimana, hayooo?” tanya Jonggrang dengan manis. Hmmm.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Eeee….. kebetulan aku suka kok Jeng bercinta di gelap-gelap, hehehe….,” jawabku malu-malu monyet. Halah, kok tidak malu kucing? Bosen. Sesekali diganti malu monyet kan nggak apa-apa. Pokoknya tidak malu (memalu) orang.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Sebenarnya dalam hatiku yang paling dalam, aku tidak setuju dengan listrik nuklir alias PLTN. Peristiwa Chernobyl 26 April 1986 di Ukraina yang dulu kekuasaan Soviet itu, masih terasa nyeri. Konon korban yang meninggal mencapai 9000 hingga 90.000 orang. Sekitar 7 juta orang hidup di wilayah yang tak aman karena bahaya radiasi di luar ambang batas yang aman.<br />
<br />
<br />
Saya baca informasi data PBB, yakni <em>United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation</em> (UNSCEAR) di unscear.org yang menyebut data: “<em><span lang="IN">Among the residents of Belarus, the Russian Federation and Ukraine, there had been up to the year 2005 more than 6,000 cases of thyroid cancer reported in children and adolescents who were exposed at the time of the accident, and more cases can be expected during the next decades.</span></em><em>”</em> Jadi, akibatnya juga bukan hanya seketika, bukan Cuma kematian puluhan ribu orang, tapi membawa dampak yang panjang seperti itu.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Tapi ada ahli yang bilang itu bukan fusi nuklir yang bikin meledak, tapi faktor lainnya. Halah, kalau penyebab ya apa saja kan bisa, misalnya dirudal sama tentara Kaisar Ming, musuh Flash Gordon itu. Hehe… sekarang malah Kaisar Ming bisa mengalahkan Flash Gordon loooo… Jangan-jangan Flash Gordon yang lebih jahat?<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Tapi yang namanya syahwat itu terkadang buta. Seperti halnya syahwat ilmiah yang sudah tak lagi obyektif. Katakanlah sudah ada banyak ilmuwan yang dipekerjakan, memakan biaya banyak selama bertahun-tahun. Lalu rencana pembangunan reaktor PLTN digagalkan? Apa nggak malu? Ini soal syahwat harga diri.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Ada juga syahwat politik ekonomi. Konon Rusia ini gencar melakukan gerakan diplomatik dagang ofensif untuk memasarkan keahliannya dibidang listrik nuklir ini. Rusia menawarkan dagangannya yang bernama teknologi nuklir untuk listrik hingga ke India, Cina, Iran dan Venezuela, Arab Saudi, termasuk Indonesia. Rusia saat ini memang penguasa teknologi nuklir dunia, mengalahkan teknologi nuklir Amerika Serikat.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Karena syahwat cinta, maka nurani saya tanggalkan saja. Demi bisa memiliki Roro Jonggrang. Aku sudah kebelet cinta kepadanya. Aku tutup saja seluruh pertimbangan apapun, aku segera memanggil para jin suruhanku untuk menyiapkan diri membangun sebuah reaktor PLTN permintaan Roro Jonggrang di wilayah ini.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Mas Joko, saya setuju dengan gagasan Jeng Jonggrang untuk membangun PLTN. Sebagai jin modern saya dapat memahami kebutuhan manusia. Bahkan bangsa jin modern saat ini juga butuh pasokan energi listrik dari PLN kita yang masih kembang-kempis kekurangan sumber daya energi listrik. Saya lihat teknologi listrik nuklir dunia kian efesien. Bahkan dapat dibilang relatif aman. Ada pabrik pengolahan limbah nuklir yang menyerap banyak tenaga kerja seperti di India,” kata Jin Samsuri dengan antusias. Itu membuatku senang.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Maaf. Kalau saya kali ini menolak Mas Joko. Saya sempat baca juga kasus Chernobyl itu. Forum Chernobyl buatan International Atomic Energy Agency (IAEA) aja bikin kesimpulan: … <em>that twenty-eight emergency workers died from acute radiation syndrome including beta burns and 15 patients died from thyroid cancer, and it roughly estimated that cancer deaths caused by Chernobyl may reach a total of about 4,000 among the 600,000 people having received the greatest exposures. It also concluded that a greater risk than the long-term effects of radiation exposure is the risk to mental health of exaggerated fears about the effects of radiation</em>. Lha ya ngeri Mas kalau sampai reaktor PLTN yang kita bangun ini nanti bermasalah. Secanggih apapun teknologi itu ada kelemahannya,” kata Jin Suwito. Waduh, jin ini kayaknya jadi penghalang akses cintaku kepada Jonggrang. Tumben dia membangkang, wong biasanya patuh.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Mas Joko. Apalagi Indonesia ini juga termasuk negara rawan gempa. Juga sering banjir, longsor. Masyarakat dunia internasional kini sedang bergolak menuntut dihentikannya proyek pembangunan reaktor nuklir, kok kita malah mau membangunnya. Kok kayaknya kita ini berlagak modern tapi pikiran kita primitif?” sergah jin Dewi Pernik (bukan Dewi Persik lo ya !!!!).<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Wah, kalian semua ini ketinggalan zaman!” potong Jin Ngatiyem, yang di dunia per-jinan-an dikenal sebagai aktivis jin wanita. “Saat ini dunia butuh PLTN untuk mengurangi pemanasan global. PLTN itu tidak mengeluarkan emisi karbon. Selain itu juga lebih efisien sehingga dapat meningkatkan jalannya perekonomian dunia. IAEA sendiri juga membuat proyeksi bahwa ini, energi nuklir akan membangkitkan 70% lebih listrik dunia pada 2030 daripada 2002. Ini berarti dunia kelistrikan internasional dapat mengeliminasi emisi karbon 70 %. Ini menyangkut masa depan!” kata Jin Ngatiyem berapi-api.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Demi mendengar itu maka Jin Dewi Pernik menyergah, “Jeng Ngatiyem! Jangan lupa ya dengan risiko radiasi nuklir dan limbah nuklir! Kasus meledaknya reaktor nuklir Jepang ini juga menjadi contoh buruk.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Saya beri contoh jelek lainnya. Di Jerman selama ini ada lebih kurang 600 kasus PLTN. Masalah yang timbul salah satu contohnya adalah meluasnya penyakit leukemia di sekitar lokasi reaktor Krümel.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Pak Wilardjo guru besar yang ahli fisika itu bilang bahwa <span lang="IN">limbah </span>bahan bakar nuklir <span lang="IN">bekasnya masih akan terus mengancam anak-cucu kita dan generasi-generasi mendatang. Salah satu isotop dalam limbah itu, yakni plutonium, yang ditemukan Glen Seaborg, mempunyai umur paruh (<em>half life</em>) 24 000 tahun. Padahal plutonium itu kejahatan racunnya seperti setan (<em>fiendishly toxic</em>). 1 </span><span lang="IN">m</span><span lang="IN">g (sepersejuta gram) saja tertiup atau tertelan akan menyebabkan kanker. Diperlukan TPA yang mampu menjamin keamanannya selama 500 000 tahun, sebelum limbah itu menjadi “jinak” dengan sendirinya. Radioisotop berumur panjang lainnya ialah <em>C-</em>14 dan <em>I-</em>129.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Selain itu, kamu apakah tidak berfikir bahwa untuk reaktor PLTN itu dibutuhkan bahan baku uranium? Dari mana uranium? Dari pertambangan uranium. Negara kita ini sudah bopeng-bopeng hancur karena tambang batubara, minyak, emas, nikal, dan segala macam, masih harus dihabisi lagi dengan pertambangan uranium.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Katakanlah usia reaktor PLTN itu 40 tahun. Apa kita sudah mengukur berapa lama persediaan bahan bakunya? Jangan-jangan kalau bahannya habis kita disuruh impor dari Cina, Rusia, Australia? Wah, bagaimana kita bias punya kedaulatan energi?</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Lalu bagaimana biaya perawatan reaktor yang ditutup dan biaya lingkungan yang timbul dari penyimpanan limbahnya yang akan memakan waktu hingga ratusan tahun?</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Kita punya harapan lain lebih baik. Sebagai contoh, di Eropa, <em>European Renewable Energy Council </em>alias EREC, (… nggak pakai SI lo ya !), telah menugasi <em>German Aerospace Centre</em> untuk mengembangkan jalur energi berkelanjutan global, Skenario Revolusi Energi yang akan menghentikan penggunaan tenaga nuklir dan bahan bakar fosil dan menggantikannya dengan energi masa depan yang berkelanjutan dan adil. Kita masih punya energi matahari, angin, air laut, dan lain-lain yang lebih ramah lingkungan.”<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Aku jadi pusing mendengar perdebatan ini. Pusiiiiing! Lha kalau para jinku tidak kompak, bisa-bisa pembangunan PLTN yang diminta Roro Jonggrang bisa kacau dan batal.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Keadaan yang tidak bagus. Lebih baik aku terus terang sama Roro Jonggrang kalau aku tak sanggup.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Jeng Jonggrang, aku menyerah. Aku memilih tidak membangun reaktor PLTN demi keselamatan umat manusia. Aku korbankan saja rasa cintaku ini, aku tak mau jadi orang egois yang tak bernurani,” kataku dengan gaya humanis. Padahal aslinya ya cuma untuk menutupi ketidakmampuanku. Biasa, laki-laki selalu <em>nggombale mukijan</em> alias gombal amoh.<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Hening sejenak. Tiba-tiba Jonggrang yang anggun semampai itu mendatangiku dan membisikkan sebuah kalimat: “Justru karena Mas Joko memilih seperti itu yang membuatku saat ini aku bisa jatuh hati padamu.”<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Aku kaget. Tak menyangka. Aku lari keluar ruangan rumah Jonggrang dan mendekati sebuah pohon. Aku berteriak meluapkan rasa senang. “Haaaaaaaaaaa…..!”<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">“Jok…. Hai Jok! Hayoh kono…. He… Jok, <em>tangi tangi tang</em>i! Bangun bangun bangun!”</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">Waduh, ternyata cuma mimpi. Kenapa kok ya ada yang bikin aku bangun dari mimpi manisku ini?</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"><em>Sumber foto: dari internet lewat mbah gugel</em></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div><em><br />
</em></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 18px;"></div>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-33025853292922735092010-12-27T01:35:00.000-08:002010-12-27T01:35:05.676-08:00Kisah Monyet Di Negeri Kodok Ngorek<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir5ztP08Px5JPNbPCDEFhfZ4iQNjvNlnZuAkx3gJcMjH-vjQZAx22pimLnYGulEUyj5KhtObMmxjdfv3DOKi3La-zWi-G0DReSCv0CnITk5yiC7TN2-BCo6bUBhoj4sO5RsgVegpuYnktT/s1600/monyet1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="296" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir5ztP08Px5JPNbPCDEFhfZ4iQNjvNlnZuAkx3gJcMjH-vjQZAx22pimLnYGulEUyj5KhtObMmxjdfv3DOKi3La-zWi-G0DReSCv0CnITk5yiC7TN2-BCo6bUBhoj4sO5RsgVegpuYnktT/s320/monyet1.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Alkisah, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di tahun 1500 SM, zaman Hanoman hidup di Ayodya India. Negara Kodok Ngorek punya sebuah tim sepak bola. Namanya PSSm. Kenapa disebut negara Kodok Ngorek? Kenapa tim bolanya disebut PSSm? Saya jawab berikut ini, berdasarkan sejarah dunia dan dunia sejarah. Halah… mulek.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Negara itu bernama Kodok Ngorek, sebab …… waduh aku lupa! Kemarin gimana ya ceritanya di buku sejarah itu? Yaaaaahhhh… lupa deh. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi yang jelas, saat ini memang negeri Kodok Ngorek ini banyak pejabatnya yang suka ngorek kuping, ngorek hidung, ngorek-ngorek APBD, APBN, lalu duit negara banyak hilang. Jika para pejabat itu ditanya, kenapa duit negara banyak ilang? Jawabannya nggak jelas, omongannya lompat-lompat seperti kodok. Kok sudah ada APBN dan APBD waktu itu. Ya sudahlah, masak sudah dong?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Nah, sekarang kenapa tim bolanya kok dinamakan PSSm? PSSm itu singkatan dari Persatuan Sepakbola Suara monyet. Loh, kok gitu? Iya, sebab tim bola PSSm diurus oleh para monyet yang suka menjarah tanaman para petani. Monyet-monyet yang kurang ajar. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi mengapa kok memilih monyet? Kenapa organisasi olah raga sepak bola di negeri Kodok Ngorek diurus para monyet? Lalu ke mana saja para kodok? Halah… Tanya melulu!<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Emang aku tahu? Jangan tanya melulu dong! Ya, mungkin saja terlalu banyak orang seperti kodok yang cuma bisa nyanyi teot teot teblung sehingga nggak ada yang peduli jika ternyata banyak monyet yang menguasai PSSm itu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Para monyet yang menguasai PSSm itu punya bos besar. Semonyet (bukan seorang) yang bernama Ambu Trasi. Dialah sebenarnya yang menguasai negeri Kodok Ngorek melalui perusahaan besarnya yang bernama Grup Trasi. Konon Grup Trasi ini punya jasa kepada Raja Kebo Linglung, raja negeri Kodok Ngorek. (Zaman itu dan sesudahnya di negeri Kodok Ngorek memang banyak nama-nama pejabat yang menggunakan nama hewan, contohnya Ayam Wuruk, Gajah Mada, Kebo Anabrang, Kebo Kenongo, Kebo Kanigoro, dan lain-lain.)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ya karena Grup Trasi ini dipimpin oleh bos besar, raja monyet bernama Ambu Trasi, maka memang banyak para petani yang menjadi korban. Salah satu contohnya di daerah kabupaten Sidoremuk ada 13 desa lebih yang dijarah habis. Betul-betul menjadi remuk.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Suatu hari tim bola PSSm berhasil masuk final di kejuaraan antarnegara ANK (Asosiasi Negara-negara Koncrit). Para pemain tim PPSm diberi hadiah buah Fulusia dua setengah kardus. Sampai-sampai ada seorang karyawati Grup Trasi yang heran berkata, “How, aku lihat buah Fulusia dua setengah kardus di meja untuk tim PSSm!” Karyawati cantik nan mulus itu bernama Tika Latia. Saya heran, kenapa ada wanita cantik mau jadi karyawatinya monyet? Ya biarlah, namanya juga pilihan. Mungkin di situ sering dikasih suguhan buah Fulusia yang bagus-bagus. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Setelah kenyang makan buah Fulusia dua setengah kardus itu ternyata tim PPSm kalah menyakitkan di laga final di negeri Manuk Prenjak. Konon tim PSSm mendapat kutukan akibat makan buah Fulusia yang diantaranya diambil dari masyarakat petani korban Grup Trasi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Setelah kekalahan itu Raja Kebo Linglung seperti biasa, cuma bisa mengimbau mengimbau mengimbau, sambil korek-korek kuping…weh lama-lama jadi mengingau mengigau mengigau kayaknya…. Mpek mpek dicampur lodeh,,, ya capek deh… Loh, ini cerita, penulis tidak boleh emosi! Iya iya ya…. Betul betul betul. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tetapi rakyat negeri Kodok Ngorek sepertinya juga payah. Sudah tahu kalau tim PSSm itu dikuasai Grup Ambu Trasi kok ya masih tetap didukung. Mestinya ya setidaknya tim PSSm didemo disuruh mengembalikan buah Fulusia dari raja monyet Ambu Trasi yang membawa sial itu. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tapi, di akhir cerita yang tidak menarik sama sekali ini, akhirnya tim PSSm hanya bisa menjadi juara ketika Ambu Trasi, yang konon jago lobi itu, menyuap para pemain sepak bola negeri Manuk Prenjak yang menjadi lawan di final. Lalu rakyat negeri Kodok Ngorek bertepuk tangan bangga. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Rakyat negeri Kodok Ngorek akan semakin <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngenes </i>dan menderita batin tanpa berbuat apa-apa ketika negerinya dikuasai Ambu Trasi, sehingga rakyat maunya hanya disuruh menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">munyuk-munyuk</i> rendahan yang selalu menurut kepada Ambu Trasi si raja monyet yang selalu menunggangi Raja Kebo Linglung. Tapi karena rakyat negeri Kodok Ngorek sudah biasa dijajah, yaaaa rasanya biasa-biasa aja. Enak enak aja gila!<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Demikian kisah ini, jika ada nama dan alamat serta hobi yang sama dengan cerita ini mohon maaf sebab kisah itu kan terjadi zaman dahulu kala. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sumber foto: http://elzacky.files.wordpress.com<o:p></o:p></span></i></div>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-37814671517756628152010-10-25T00:38:00.000-07:002010-10-25T00:41:13.307-07:00Surat Cintaku Yang Perdana<span style="font-size: small;"></span><br />
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuc1DIXYLwU7kfWbZRBYPIBcv2PziQBgPEpXD89Lnni0PjRNlZupTrZZYtMl3A9ZrbifDM7kc4qyWKnhf9BZ7YP9mmwC9nEEHSF0eOl3V3EpJMjYyx1c_Z0-DlBv6829JIIJFM1dq782kE/s1600/IMG0924A.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuc1DIXYLwU7kfWbZRBYPIBcv2PziQBgPEpXD89Lnni0PjRNlZupTrZZYtMl3A9ZrbifDM7kc4qyWKnhf9BZ7YP9mmwC9nEEHSF0eOl3V3EpJMjYyx1c_Z0-DlBv6829JIIJFM1dq782kE/s320/IMG0924A.jpg" width="320" /></a><i>“Surat cintaku yang pertama, membikin hatiku berlomba, seperti melodi yang indah, kata-kata cintanya, padaku...”</i> dan seterusnya. Itu lagu Vina Panduwinata yang kudengar saat masih SMA dulu. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Gara-gara membuat judul cerpen begini, jadi ingat lagu itu. Semoga judul cerpen ini tidak digugat, sebab kata “pertama” aku ganti dengan “perdana.” Paling cuma diolok-olok orang, “Nggak kreatif loe!” Weleh... </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hari-hari ini aku memang sedang jatuh cinta. Hal yang membuatku senang adalah: ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan, sehingga aku tidak sesedih lagunya D’Masive yang berjudul Bertepuk Sebelah Tangan. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Namanya jatuh hati, ternyata membuatku menjadi tidak normal. Tiap hari didera rasa rindu. Meski baru bertemu, semenit berlalu berpisah, ya sudah resah. Apalagi jika lama tak bertemu, tambah meluap-luap rasa kangenku. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Jika bertemu hati berdebar, bergemuruh seperti debur ombak Laut Hindia. Jika sedang di rumah, dalam kamar aku senyum-senyum sendiri membayangkan senyum cantik kekasih hati, sampai-sampai anakku perempuan yang berumur enam tahun bertanya, “Ayah kok senyum-senyum sendiri?” Aku jadi malu. Hehe... </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Tapi tetap saja ada sedihnya, mengingat aku jatuh cinta kepada seorang wanita yang menjadi isteri orang. Aku bisa memiliki hatinya, tapi tak mungkin merebutnya dari suaminya. Sama halnya, aku yang sudah beristeri, mana mungkin aku meninggalkan isteriku? Tentu saja itu kenyataan yang begitu menyiksa batin. Menahan hasrat dan keinginan cinta yang tak kuketahui ujung pangkalnya.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Aku dan kekasihku ini bisa saling memiliki hati, tapi tak bisa hidup bersama. Apakah ini termasuk selingkuh? Nggak tahu ya, pokoknya aku tidak berniat merebut dia dari suaminya. Tidak etis! </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Tapi, berusaha melupakannya juga makin membuatku sedih dan tersiksa. Hmmm... mengapa hidup bisa sesenewen ini ya Allah? Apakah Paduka yang menanamkan asmara dalam jiwaku ini, wong aku sendiri tidak pernah mengharapkannya? Entahlah, Tuhan kalau ditanya pasti nggak mau menjawab langsung. Oh, Allah....!</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Lalu bagaimana aku melampiaskan kesedihanku? Yah, aku menghibur diri dengan memutar lembut alunan When You Tell Me That You Love Me dari Diana Ross. Versi Westlife boleh, versi Julio Iglesias juga boleh. Syairnya yang bikin aku merinding adalah: “I am shining like a candle in the dark, when you tell me that you love me.” </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Hmmm... belum pernah ada wanita yang bikin aku jatuh hati padanya, yang mengatakan: “Aku cinta kepadamu Mas. Aku sayang kamu Mas!” Baru kali ini, bisa membuatku terbang ke langit tujuh. Andai saja Luna Maya atau Cut Tari yang bilang begitu kepadaku? Pak Dollah nyunat Andi Law, ya nggak ngefeklah yaw. Sebab, aku tidak jatuh cinta kepada mereka ini meskipun cantik-cantik dan semlohe begitu.</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Zaman masih remaja aku pernah jatuh cinta, tapi aku hanya pemuda ingusan yang penakut menghadapi cewek, sehingga cewek pujaanku itu tak pernah tahu kalau aku jatuh cinta padanya. Lima tahun lebih aku berjuang keras melupakannya. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Lha kok tiba-tiba sekarang terjerat asmara lagi. Memang bikin repot saja, tapi di sisi lain menjadikan hidup ini terasa indah. Aku seperti sedang berjalan di padang ilalang, lalu menemukan serumpun bunga warna pelangi. Juileh.... jadi sok puitis! Ya ini akibat kasmaran, jadinya seperti ini. Harap maklum ya pembaca!</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Baiklah, hari ini aku agak longgar, ketika matahari malu-malu mengintip di balik gumpalan awan putih, tampak dari dalam kantorku yang sederhana ini. Aku mulai menuliskan surat cintaku yang pertama untuk kekasih hati yang sangat aku cintai ini. Sebut saja namanya Juwita. Ini bukan nama aslinya. Jika aku sebut nama aslinya, bisa heboh. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Surat cintaku seperti ini:</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>“Halo Juwita sayangku. Gimana kabarmu cintaku? Apakah kamu tahu aku saat ini sedang terbenam dalam lautan rinduku kepadamu? Aku masih terjerat ingatan senyum cantikmu pada waktu kita bertemu di pinggir pantai seminggu yang lalu. Maaf ya, kita memang tidak bisa bertemu di sembarang tempat umum. Kita juga tidak boleh bertemu di dalam kamar hotel, sebab kita khawatir akan terjadi............... ya begitulah... tak perlu aku jelaskan kamu pasti sudah tahu.</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Juwita sayangku. Kamu suka nggak dengan pantai yang berpasir lembut? Bicara soal laut, aku jadi ingat dan mau sedikit bercerita tentang kisah perjuangan para nelayan di Cumpat dan Nambangan Kenjeran Surabaya untuk melawan eksploitasi pasir laut di Selat Madura. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Konon sejak tahun 1970-an pemerintah sudah mengizinkan penambangan pasir laut di Selat Madura. Makanya kita tidak bisa lagi menemukan pohon nyiur atau lembutnya pasir di bibir pantai Cumpat dan Nambangan Surabaya. Makin banyak biota laut yang lenyap, sehingga merugikan para nelayan.</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Tahun 2006 para nelayan itu mulai bangkit, mengadu kepada DPRD Surabaya dan DPRD Provinsi Jawa Timur. Tapi setelah melalui jalan negosiasi dan lobi yang panjang, ujung-ujungnya hanya diberikan kata-kata: “Kalau merasa dirugikan, silahkan saja menggugat Gubernur Jawa Timur yang memberi Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) di Selat Madura! Jalannya lewat Pengadilan!” Begitu kata pimpinan sidang dengar pendapat di gedung wakil rakyat itu.</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Wah, emang apa bisa para nelayan yang hidup pas-pasan itu memperoleh keadilan di pengadilan? Mereka pesimis dengan pengadilan yang lebih banyak memihak uang. Keadilan di negara ini jadi barang dagangan, meski tidak sampai menjadi komoditas ekspor. Andai hukum dan keadilan bisa diekspor pasti akan diekspor. Seperti halnya ekspor andalan negara ini adalah tenaga kerja di level pekerja (worker). </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Juwita, kekasihku, tahukah kamu penurunan angka kemiskinan di negara ini juga karena kian banyak orang miskin yang diekspor ke negara-negara maju? Termasuk anak-anak para nelayan yang mengalami pemiskinan juga banyak yang berangkat menjadi buruh migran?</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Singkat cerita, karena hukum administrasi negara memihak kepada penguasa kapital, wakil rakyat ya cuma bisa ngomong melompong, dan itu makin merugikan para nelayan Cumpat dan Nambangan, maka para nelayan itu sepekat membentuk pasukan berani mati. Mereka menggunakan “hukum rakyat” setelah hukum negara menjadi alat penjajahan kepada rakyat sendiri. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Para nelayan itu berunding, membentuk pasukan berani mati beranggotakan sekitar 20 orang yang akan mengusir paksa kapal-kapal pengeruk pasir laut itu. Jika kapal-kapal itu tidak mau pergi maka mereka akan membakarnya. Jika 20 orang itu nantinya masuk penjara maka para nelayan yang lainnya yang akan menanggung biaya hidup keluarga 20 orang nelayan yang dipenjara itu.</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Tapi syukurlah, akhirnya kapal-kapal itu mau pergi, dan tidak terjadi huru-hara. Dengan cara itulah para nelayan itu menyelamatkan lingkungan hidup mereka, ketika negara malah memfasilitasi perusakan alam dengan izin-izin dan hukum administrasi negara yang didukung kepolisian dan militer. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Coba lihat ada yang terjadi di Papua dan Buyat itu lebih mengerikan. Pertimbangan ekonomi serakah telah menghancurkan pertimbangan keselamatan alam dan manusia. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Hanya dengan menunjukkan jari dan tongkat maka para penguasa kapital dengan mudah melenyapkan gunung-gunung, memindahkan pasir laut, menghabisi lembah-lembah, mencukur gundul hutan-hutan di negara ini. Lalu siapa yang akan menyelamatkan nasib hidup negara ini di masa depan jika bukan rakyat sendiri, ketika para pengurus negara menjadi pengkhianat bagi negaranya sendiri?</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Sayangku, jika ada waktu yang banyak sebenarnya aku ingin menceritakan banyak hal pada pertemuan kita minggu lalu. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Oh iya ya, kenapa kok jadi cerita yang berat-berat begini. Kapan ya kita bisa bertemu lagi? Hotdog pemberianmu kemarin enak loh! Itu bisa jadi hotdog kenangan, rasa pedes saus sambelnya masih terasa nempel di bibirku, aku bayangkan sebagai ciuman bibirmu yang cantik dan panas di bibirku ini. Tentu saja aku tidak berani mencium bibirmu sungguhan, sebab aku tak berhak. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Tapi sebenarnya kalau aku bayangkan kamu bercinta dengan suamimu, tentu saja aku cemburu berat, wong aku jatuh hati padamu. Tapi sudah ah, kita tidak perlu membahas itu! Kita bicara yang lainnya saja!</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Juwita cintaku, ini surat cintaku yang perdana untukmu. Aku akan mengirim surat lagi, suatu saat. Ini bukan seperti perdana telepon seluler yang bisa diisi ulang. Aku tidak memintamu untuk membalas surat ini. Tanpa surat cintamu, aku bisa membaca kalimat-kalimat cinta dalam hatimu yang terlukis di kanvas rindu yang terbentang memenuhi mimpi-mimpiku. (Waaahh kok kumat jadi sok puitis begini ya?)</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Akhirnya, biarkan semua ini berjalan apa adanya. Kapan-kapan aku pengin makan hotdog lagi bersamamu. Tak lupa rujak cingur kesukaan kita. </i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><i>Aku yang selalu mencintaimu. Sarmin Boyosentiko (gak ada kaitan dengan Samin Surosentiko).”</i></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Surat itu langsung aku kirim lewat email. Lalu aku SMS Juwita: “Sayang, aku sudah ngirim surat cintaku kepadamu via email. Baca dong! Hmmuach!” Ini SMS gaya anak-anak remaja kan? Hehehe....</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Tidak sampai semenit SMS-ku dibalas: “Iya.” Loh, kok pendek amat jawabannya? Ya sudahlah, bisa jadi Juwita sedang sibuk neteki anaknya yang masih bayi. Maklum saja. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Lima menit kemudian Juwita SMS aku: “Aku sudah balas emailnya Mas.” </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Rasanya tak sabar menunggu jawaban Juwita. Aku segera cek emailku. Aduh....! Betapa kagetnya aku, ternyata jawabannya seperti ini: “Mas, saya minta maaf sebesar-besarnya ya! Setelah aku konsultasikan dengan suamiku, dia tidak merestui hubungan kita. Suamiku keberatan kalau aku pacaran denganmu. Jadi, dengan berat hati kita putuskan saja hubungan kita ya! Aku pasti sedih kehilangan cintamu. Di dunia ini aku rasakan tak ada cinta dan kasih yang tulus ikhlas, selain cinta kasihmu. Terimakasih atas cintamu selama ini. Dari yang mencintaimu. Juwita.” Walah.... Ini kok jadi kayak lagunya Charlie ST 12, Cinta Tak Direstui?</span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Ahhhhh...... gelap, gelap, gelap dunia ini! Dadaku serasa ditimpa godam. Aduh Juwita, ya pastinya suamimu tidak akan setuju dong kalau kita pacaran! Kenapa kamu ceritakan itu kepada suamimu? Ini hal yang tidak lucu tahu? </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Patah hati lagi. Seperti lagunya Rahmat Kartolo. Aku melangkah keluar, duduk-duduk di depan kantor. Menahan gundah hati yang pasti akan berkepanjangan, seperti yang pernah aku alami di masa remaja itu. </span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Surat cintaku yang perdana, ternyata jadi yang terakhir pula. Aku hanya bisa berharap, semoga saja Juwita suatu saat mau kembali menyambung cintanya denganku, meski tanpa restu suaminya. Juwita cinta sejatiku. Ini harapan konyol, tapi bukankah dalam asmara itu kadang mengandung kekonyolan? Entahlah..... </span></div><div class="separator" style="clear: both; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuc1DIXYLwU7kfWbZRBYPIBcv2PziQBgPEpXD89Lnni0PjRNlZupTrZZYtMl3A9ZrbifDM7kc4qyWKnhf9BZ7YP9mmwC9nEEHSF0eOl3V3EpJMjYyx1c_Z0-DlBv6829JIIJFM1dq782kE/s1600/IMG0924A.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"></a></span></div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;">Tapi harapan hanya tinggal harapan. Semua berlalu. Dia memang bukan milikku. Semua berakhir dengan hampa. Aku ditakdirkan tak pernah bisa memiliki wanita yang membuatku jatuh cinta. </span></div>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-49704902129050404972010-07-23T22:17:00.001-07:002010-07-23T22:17:22.300-07:00Rinduku di Suatu Pagi<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 10" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 10" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cfgfgh%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:SimSun;
panose-1:2 1 6 0 3 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:ËÎÌå;
mso-font-charset:134;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:3 135135232 16 0 262145 0;}
@font-face
{font-family:"\@SimSun";
panose-1:2 1 6 0 3 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:134;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:3 135135232 16 0 262145 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:SimSun;
mso-ansi-language:IN;
mso-no-proof:yes;}
@page Section1
{size:21.0cm 842.0pt;
margin:3.0cm 70.9pt 3.0cm 3.0cm;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwq8abZ6MYxhOhBY5wBhyphenhyphenfBtnbpDVAAPAPwr7AOf6Npjyuw7KIZgBHQEw4FvwsDqZhbuQkEJtKKDfGwM5b8C__c8KdI7D_9Uoo42Y6mBnzJy1D3FmcnuHDUVt5JTQK_TA-_vW1L6Ys1CjN/s1600/bunga3.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwq8abZ6MYxhOhBY5wBhyphenhyphenfBtnbpDVAAPAPwr7AOf6Npjyuw7KIZgBHQEw4FvwsDqZhbuQkEJtKKDfGwM5b8C__c8KdI7D_9Uoo42Y6mBnzJy1D3FmcnuHDUVt5JTQK_TA-_vW1L6Ys1CjN/s200/bunga3.jpg" width="162" /></a></div><div class="MsoNormal"><span lang="IN"> -Aku terbangun di dini hari, hatiku sepi<br />
-merindukan kekasih hati <br />
-rindu yang tak pernah betepi<br />
-rindu yang memenuhi bumi<br />
-tak cukup tunai dengan pusi ini.<br />
<br />
-Hai kekasihku yang aku rindu<br />
-tanpa sebab aku mencintaimu<br />
-apakah karena kecantikanmu itu?<br />
-rasanya bukan sebab itu<br />
-apakah karena kebaikanmu?<br />
-sejuta tanya mengalir dalam benakku<br />
-berjuta jawab tak mampu menjawabku.<br />
<br />
-cintaku itu tumbuh tanpa kutanam<br />
-ia mekar, merekah tanpa kusiram<br />
-membara api yang tak bisa padam.<br />
<br />
-Pagi ini aku melihat senyum cantikmu<br />
-yang selalu mendatangi tiap mimpiku<br />
-yang memenuhi seluruh pandanganku<br />
<br />
-Kekasih hatiku....<br />
-Aku tak berdaya, tenggelam dalam lautan rinduku<br />
-Aku mencintaimu dengan segenap hati dan hidupku.<br />
<br />
Surabaya, 24/7/2010 jam 03:55</span></div>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-26684172109272133602010-07-07T06:50:00.000-07:002010-07-07T06:50:22.443-07:00Rinduku Yang Menyentuh Langit<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwIZKvUdxR8JhO0OFPVgIWJj-nlwVzjlm0XUjMaEKGCCYo91xBEU3DFs_i6UfUfhppGcjgVwh39fzQdbzbRb1TL61jJNr28nyD_DzYa3T098HEDvn7Oa4Iwcw23f451IX5OfByCg0iImoX/s1600/Bunga+Rindu.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="197" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwIZKvUdxR8JhO0OFPVgIWJj-nlwVzjlm0XUjMaEKGCCYo91xBEU3DFs_i6UfUfhppGcjgVwh39fzQdbzbRb1TL61jJNr28nyD_DzYa3T098HEDvn7Oa4Iwcw23f451IX5OfByCg0iImoX/s200/Bunga+Rindu.jpg" width="200" /></a></div>Entah dengan majas apa aku harus menuliskan ini. Saat matahari telah melewati garis langit atas kepala, tiba-tiba aku dirundung rindu yang menghebat. Kian hari rindu itu kian menggunung, dan hampir-hampir roboh memenuhi semesta.<br />
<br />
Aku rindu kepada dia. Dia yang tak aku pahami, siapa dia. Apakah dia bunga, aku tak tahu. Apakah dia bulan purnama? Aku juga tak tahu. Apakah dia lembut salju? Aku juga tak mengerti. Tapi ketika aku merasakan desir angin, memandang pepohonan, menatap biru langit, yang tampak hanyalah dia, dia dan dia.<br />
<br />
Di bawah pohon akasia tua aku berteduh. Baru saja matahari tertutup awan. Makin lama awan itu kian tebal. Aku memikirkan dan merasakan hal yang terasa asing dalam diriku, mengalami sesuatu yang tidak pernah aku harap kehadirannya, tetapi menelusup mamasuki seluruh pori-pori hidupku, membuatku tidak berdaya untuk melawannya.<br />
<br />
Jika aku dengarkan lagu tentang rindu, hatiku serasa tenggelam dalam samudera keindahan yang tak terkira. Tetapi ada nyeri dan kesedihan perlahan-lahan merasuk, ada keinginan kuat bertemu dengannya. Namun, ada kekhawatiranku, jika aku bertemu dengannya, dapat memunahkan rasa rinduku ini.<br />
<br />
Titik-titik air gerimis mulai turun. Aku melihat dia melambai bersama butiran air langit itu. Senyumnya meluluh-lantakkan hatiku. Aku mencoba menyentuhnya, tapi hanya terasa dinginnya titik-titik air gerimis yang dapat kusentuh, yang kemudian menjadi curahan hujan.<br />
<br />
Maaf, aku belum bisa melanjutkan tulisan ini, sebab perasaanku tersungkur, tak dapat lagi kuasa merangkai kalimat dan kata-kata. Sebab setiap kata yang aku buat dan eja adalah dia yang sedang tersenyum kepadaku, yang indahnya menyentuh langit. Aduh… ya Tuhanku….. !Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-36981896048536727182009-01-09T07:28:00.000-08:002009-01-09T07:31:41.271-08:00TJAK LOEMPOER bagian ke-5 (selesai)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjo5YfE7WnXbxMvsEsl2sCgM0tGm2iXZX-RKyYn1vJ_U35REEEBaEJ0Uywi_247tE01YbPv_7aPp1zKksq3jMyvl0QKDMy22HB04pSspjLha_KWObKPjCGea6kSMUHPD-f6JQ9ixZ0jl3I7/s1600-h/SELANG.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjo5YfE7WnXbxMvsEsl2sCgM0tGm2iXZX-RKyYn1vJ_U35REEEBaEJ0Uywi_247tE01YbPv_7aPp1zKksq3jMyvl0QKDMy22HB04pSspjLha_KWObKPjCGea6kSMUHPD-f6JQ9ixZ0jl3I7/s320/SELANG.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5289316961626710546" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">Putusan Pengadilan</span><br /><br /> Pada cerita yang lalu Hakim Pengadilan Agung mengagendakan putusan terhadap kasus gugatan Kahyangan Saptabumi kepada lembaga Dukun Klenik yang membuat kasimpulan bahwa penyebab kelahiran Cak Lumpur alias Cak Pur adalah karena Kahyangan Saptabumi alias Saptapratala. <br /><br /> Baiklah. Cerita ini akan diakhiri pada bagian ke-lima ini. Bukan karena dapet sponsor dari korporasi operator telepon seluler kayak pengarang, pemusik dan penyanyi lagu Lapindo lo ya….Nggaklah! <br /><br />Gara-gara tour musik disponsori korporasi saudara kandung produsen lumpur lantas Grup Selang itu nggak mau nyanyi lagu lumpur yang nyetupid-nyetupidken produsen lumpur. Masak dikasih uang sama produsen lumpur masih mau nyetupidken (membodoh-bodohkan) si produsen lumpur? Hehehe…. Sungkan nih ye….? <br /><br />Tapi tampaknya cerita ini sudah bikin bosen……. Jangan sampai yang baca jadi mulai mules-mules. Kata Rasulullah SAW: Berhentilah makan sebelum kenyang! Ini salah satu aplikasi dari ayat: Kulu wasrobu, walla tusrifu; makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. <br /><br />Siapa yang melanggar pedoman itu pasti tersungkur. (kecuali orang cacingan harus makan banyak sebelum cacing-cacingnya diberantas pake obat cacing). Contohnya Pak Harto dan para konglomerat yang berusaha menyantap ekspansif seluruh bisnis yang ada. Semua rontok. Yang belum rontok hati-hati, hentikan keserakahan! (Atau yang serakah tapi belum rontok, termasuk mereka yang cacingan itu? Hahaha…)<br /><br /> Hartaisme, bondhoisme, popularisme, kemewahanisme dan sejenisnya merupakan cabang-cabang, anak-anak kapitalisme. Lihat saja, misalnya ada sastrawan atau seniman yang gayanya kayak bintang Baywatch, pamer paha mulusnya dan susu montoknya, sambil nyedot lintingan cerutu Kuba, ngelus-elus mesra mobilnya yang mulus. Kalau berkarya pasti melihat selera sex sosial sebagai selera pasar. <br /><br />Lha kalau cuma begitu, bikin dan jualan ajalah CD BF. Itu kan karya seni yang bisa dihiasi karya sastra? Misalnya dalam adegan persetubuhan si laki-lakinya sambil baca puisi. Lantas perempuannya menjerit-jerit mengeluarkan makian puitis. Halah! Heeeeeee… ntar ini dipraktikkan sama seniman dan sastrawan budak kapitalisme!!!<br /><br />Kapitalisme jatuh karena bersifat tusrifu, berlebihan. Kapitalisme kuno atau moderen selalu berujung pada: imperialisme. Itu keterlaluan. Tapi kenapa ya selalu bisa bangkit lagi? Tapi jatuh lagi? (Wah, cerita ini nggak bahas itu. Baca aja analisisnya Karl H. Marx dan Henryk Grossmann!)<br /><br />Perhatikan hukum alam! Jika bumi dikeruk tanpa henti, bencana pasti datang (kehancuran). Tak ada sesuatu yang tak terbatas kecuali Yang Maha Tak Terbatas. Jika ada manusia yang hendak mencapai sesuatu tanpa batas, segalanya hendak ia kuasai, maka ia hendak bersaing dengan Tuhan. Innalloha laayuhibbul musrifiin. Tuhan nggak suka dengan yang berlebihan. (ayat ini diulangi terus, agar ingat, wong saya baru hafal, kwekekekek……).<br /><br />Lha kok ngambrak ke mana-mana nggak karuan? Ini tulisan opo to ya? Penulis kok gak fokus (tauhid) dan kosisten (istiqomah)! Oke.... kalimat ngoyoworo di atas kan agar tulisan ini agak panjang sedikit, hehehehe.....<br /><br /> Majelis Hakim dan para pengacara keduabelah pihak yang berselisih (organisasi e-Dukun Klenik dan Kahyangan Saptabumi) sudah siap bersidang. Hakim Pengadilan Agung mulai mengetukkan palu keadilannya. <br /><br /> Putusan Hakim Pengadilan Agung tidak dibaca ewewewewewewewewe…. kayak putusan pengadilan Atas Bumi. Tidak. Apalagi kalau bacanya nggremeng hanya bisa didengar semut yang kebetulan lewat di meja hakim. Memang, hakim Atas Bumi biasanya sangat giat jika dikasih uang hohohihi oleh yang berperkara. Tapi kalau nggak ada uang hohohihi biasanya letoi… <br /><br />Untuk apaan sih hakim-hakim itu nggragas uang? Suatu saat ada rekan pengacara yang bilang ia disuruh belikan tiket kereta eksekutif dua. Untuk siapa? Untuk hakim itu dan perempuan simpanannya. Mau liburan Minggu. Wah hati-hati para nyonya hakim yang suaminya di luar kota! Hahaha… Intinya: untuk senang-senang. Kalau ini sih para penegak hukum lainnya termasuk advokat (pengacara) juga banyak yang kelakuannya begitu. <br /><br />Jangankan mereka, lha wong kawan saya yang kerjanya guid pelancong juga pernah tahu seorang pria pimpinan parpol besar berembel-embel asas agama yang membawa perempuan bukan isterinya ke hotel megah untuk indehoi…. Lha itu kan yang juga dilakukan suami penyanyi dangdut tenar itu kan? Juga dari parpol berasas agama kan? Wah, gimana Tuhan kok cuma dijadikan alat penyembunyian kemaksiatan? <br /><br /> Baiklah. Saya kembalikan ke pokok cerita.<br /><br /> Akhirnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Agung mengumumkan putusannya sebagai berikut:<br /><br />“Pengadilan Agung, setelah memeriksa perkara ini maka memutuskan sebagai berikut ini. Pertama, gugatan Kahyangan Saptapratala alias Saptabumi tidak penting. Nama baik tidak bisa direhabilitasi lewat pengadilan. Itu tergantung opini publik. Meski hakim memutuskan bahwa Kahyangan Saptabumi bukan penyebab kelahiran Cak Lumpur, tapi semua akan bergantung pada apa yang berkembang dan diyakini oleh masyarakat di alam ini.<br /> Pengadilan Agung ini melihat bahwa pendapat para Dukun Klenik itu tidak cukup untuk bisa mencemarkan nama baik Kahyangan Saptabumi. Bahkan kami telah melakukan jajak pendapat secara online dan melalui SMS, kebanyakan masyarakat tidak percaya bahwa Kahyangan Saptabumi adalah penyebab kelahiran Cak Lumpur. Maka dalam hal ini nama baik Kahyangan Saptabumi tetap terjaga. <br /><br /> Kedua, dari sudut pandang kebenaran, tidak ada bukti yang membuktikan bahwa kelahiran Cak Lumpur akibat gejolak Kahyangan Saptabumi. Tentang pendapat ahli kunci yang mempunyai alat bernama Fulusimeter, Pengadilan Agung ini tidak dapat menggunakan keterangannya sebagai alat bukti, sebab alat itu seringkali bisa eror. <br /> Kenyataannya begini: Pengadilan Agung telah melakukan eksaminasi fungsi Fulusimeter, hasilnya adalah: Ketika bahan bakarnya bernama fulus diisi banyak maka alat itu menjadi letoi alias bego, ia menurut saja apa kemauan si pengisi fulus. <br />Sebaliknya, ketika bahan bakarnya bernama fulus itu diisikan sedikit, lha kok alat itu bisa muter-muter marah, bahkan mengancam akan memberikan tanda keterangan sebaliknya dari keinginan pengisi bahan bakarnya. Otomatis ahli yang menggunakan Fulusimeter itu keterangannya juga tergantung pada: apakah disediakan fulus banyak atau tidak. <br /><br /> Malah, Pengadilan Agung mendapatkan referensi yang bagus dari konferensi para ahli kebumian semesta di Kertosono Afrika Selatan (dekat Cape Town). Mayoritas mutlak mereka menyimpulkan bahwa kelahiran Cak Lumpur itu bukan salahnya bumi, bukan salahnya Saptapratala. Hanya tiga ahli saja yang menyalahkan bumi. Padahal dalam hukum semesta berlaku asas: Nature is never wrong. Tapi manusia membuat padanan: The King can do no wrong. Manusia serakah menjadikan dirinya raja, menganggap dirinya tak pernah salah dan tak dapat disalahkan, padahal Tuhan telah mengingatkan bahwa kerusakan di darat dan laut adalah akibat perbuatan manusia.<br /><br />Kami Pengadilan Agung sebenarnya tidak membutuhkan keterangan ahli, sebab di sini para hakimnya sudah ahli. Kami tidak bermaksud ngecap atau pamer, tapi yang namanya Pengadilan Agung itu sudah pasti ahli. Kalau nggak ahli, masak kalah dengan ahli kunci? (Ohehehehe…..)<br /><br /> Ketiga, meskipun begitu, konklusi sembarangan para Dukun Klenik itu harus diberikan hukuman. Cuma, kami tidak akan memvonisnya dalam bentuk putusan. Kami akan menyerahkannya pada putusan yang Paling Agung yang sudah menjadi Hukum Alam mekanis yang tak akan pernah mengalami kerusakan. Mengapa? <br />Walaa ya’udzuhu, hifduhuma wahuwal-‘aliyyil’adziim. Orang Jawa bilang: Gusti Alloh ora sare (Tuhan tak pernah tidur). Bukan karena minum kopi. Alam sendiri sejak lahir memang tak pernah istirahat dan tidur sampai nanti mesinnya dihentikan atas perintah Tuhan. Berapa lama, dengan kondisi bagaimana, syarat-syaratnya apa, semua sudah ada di Buku Pedoman dan Resep Agung. Salah satu formulanya: “Kalau tubuh manusia hidup dicubit akan terasa sakit, kecuali yang matirasa.” Seluruh formula ada, dari soal daun jatuh, rambut ketombean, cacing pingsan, lumpur Lapindo, dan lain-lain hingga lenyapnya eksistensi menjadi suwung owang-awung tinggal Yang Kembali Ke Semula. <br /><br /> Waktu berjalan jangan dikira menjadi tua. Yang bisa tua adalah yang eksistensinya berakhir. Dunia berganti hari, bulan dan tahun hanya karena bumi berputar dan menemukan titik semula berulang-ulang. Bumi bukan daratan berjalan lurus yang tak mampu kembali pada titik awalnya meski jalur edarnya mengikuti alam berkembang. Kelak akan kembali ke titik semula. Yang Awal adalah Yang Akhir. Awal adalah akhir. <br />Alam semesta yang agung akan berakhir jika putarannya telah kembali pada titik semula. Dalam putaran alam semesta itu ada putaran-putaran seluruh bagian di dalamnya hingga yang paling kecil, lebih kecil lagi, bagian dalam atom dan di dalamnya ada yang lebih kecil lagi juga bergerak berputar. <br />Atom bukan yang terkecil. Barangsiapa yang dapat menemukan bagian terkecil suatu zat atau partikel atau eksistensi – jauh lebih kecil daripada atom itu – yang maha kecil - maka akan bisa melihat lubang rahasia untuk mengintip Pusat alam semesta. <br /><br /> Yang Maha Agung meliputi seluruh putaran semesta dan hanya Dia Yang Tak Terbatas. <br /><br /> Maka, apa yang ada dalam hati setiap manusia, pihak yang dapat memberikan keadilan dan hukuman yang sejati adalah Yang Maha Adil dan Agung. Pengadilan Agung ini menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Adil dan Agung.<br /><br /> Dengan demikian, Pengadilan Agung ini memutuskan:<br />Pertama, gugatan pencemaran nama baik yang diajukan penggugat yaitu Kahyangan Saptapratala dinyatakan tidak dapat dikabulkan karena tidak terbukti ada pencemaran nama baik. Alam semesta memberikan dukungan kebajikan kepada Kahyangan Saptabumi, sedangkan para manusia yang merusaknya akan diazab di dunia dan akhirat.<br /><br /> Kedua, penghukuman atas kesimpulan para Dukun Klenik itu diserahkan kepada Yang Maha Adil dan Agung yang akan segera menimpakan hukumanNya baik secara tak diketahui maupun diketahui manusia lainnya.<br /><br /> Ketiga, menyatakan bahwa penyebab kelahiran Cak Lumpur dan siapa pihak-pihak yang bertanggung jawab, maka urusannya diserahkan kepada pengadilan Atas Bumi yang akan dikontrol oleh Pengadilan Agung, dan jika putusannya kelak menyimpang dari kebenaran yang telah diilhamkan maka para hakim yang mengadili akan diberikan hukuman yang beratnya sebanding dengan penderitaan seluruh korban akibat merajalelanya Cak Lumpur. <br /> Demikian putusan ini.”<br /><br /> Wah wah wah wah…… kok cuma begitu putusannya? Puas atau tidak, nggak ada jurusan banding atau kasasi. Ada pepatah: di atas langit masih ada langit. Lha langit paling atas apa nggak protes dengan pepatah itu? <br /><br />Pengadilan Agung itu di atasnya ada Pengadilan Maha Agung yang tidak menerima banding ataupun kasasi. Adanya cuma Maha Peninjauan Kembali (MPK), tapi nanti sesudah pada tahap putaran alam semesta hendak mencapai titik awal di mana awal adalah akhir, dan akhir adalah awal. (Sok mendalam lu?).<br /><br /> Akhirat berada dalam lingkaran semesta, tempat selain dunia. Ingat hukum kekekalan zat. Meski kekekalannya dibatasi oleh Yang Maha Tak Terbatas. Ingat bahwa semesta ini teramat luas, lebih luas dari batas pemikiran manusia, dan tak ada orang yang tahu secara empirik hingga saat ini bahwa ada tempat lain di semesta ini yang memenuhi syarat untuk kehidupan manusia dan kelanjutan dari riwayat manusia (pascamanusia). Makanya Tuhan memberitahu bahwa ada tempat hidup selain dunia. Biar manusia yang nggak tahu itu menjadi mikir (la’alakum tatafakaruun). <br /><br /> Lalu bagaimana kisah Cak Lumpur? Ia tetap tak terkalahkan. Hanya saja, keberadaannya memang tampaknya dikehendaki tetap ada. Tak ada pengerahan para pendekar sakti untuk menghentikan aksinya padahal banyak sekali para pendekar yang sanggup berjihad mengorbankan nyawanya. <br /><br /> Barangkali, hanya jika Ratu Adil muncul maka riwayat Cak Lumpur akan dihentikan. Masalah itu terus menimbulkan korban. Puluhan ribu manusia menjadi korban. Sistem hukum negara dan demokrasi juga menjadi korban. <br /><br /> Dalam penderitaan rakyat korban yang panjang, mulai mencapai titik klimaks dan menjadi bahan guyonan. Anak-anak korban mulai terampil melagukan kisah itu. “Pur sepur, mbang kumbang, ono sepur ojo nambang. Kasur Mas! ….. Pur lumpur, mbang blumbang, ono lumpur mblambang-mblambang. Ajur Mas!”<br /><br /> Menertawakan derita dalam negara yang dari zaman ke zaman rakyatnya kehilangan kedaulatan. Kuno, primordial dan moderen, demokratis, hanyalah kata-kata yang dipelajari di sekolah-sekolah dan menjadi bahan kampanye perebutan kekuasaan para penggelap kekayaan rakyat. Tetapi itu hanya menjadi mitos. Yang ada adalah penipuan-penipuan di mana penjara yang dahulu dipenuhi oleh para pejuang kemerdekaan negara kini semakin disesaki oleh para saudagar dan pejabat negara yang menjadi pencuri kekayaan rakyat dan pengkhianat kejujuran. <br /><br /> Bahkan di luar itu masih ada banyak para kanibal yang berkeliaran mencari mangsa dan tak pernah puas dengan hasil penipuan dan kejahatan yang telah diperolehnya melalui jabatan serta keahlian dan ketrampilan mereka. Mereka lebih buas dibandingkan para raksasa dalam dongeng dan cerita wayang, sebab yang dimakan lebih dari badan manusia, yaitu: hak-hak keberlangsungan hidup yang lebih baik. <br /><br /> Cak Lumpur yang diceritakan di sini hanya salah satu akibat dari neokanibalisme dan perselingkuhan antara pemilik uang dengan kekuasaan politik. Di luar itu masih ada banyak kelahiran-kelahiran para neokanibal. Negara ini menjadi Pasetran Gondomayit yang dikuasai para gendruwo, jin, thuyul, wewe gombel, ilu-ilu, banaspati, sundel bolong, wedhon, dan lain-lain. <br /><br /> Para pendiri negara ini sesekali meminta izin penjaga alam kubur untuk menengok keadaan negeri ini. Mereka menangis tersedu-sedu melihat bangsa ini yang tetap terjajah, setelah lepas dari mulut harimau kini berada di dalam perut buaya. Dahulu dijajah asing, kini dimakan bangsa sendiri yang bersekongkol dengan asing.<br /><br /> Wah, kok jadi serius begitu ya?…… Sudahlah. Kita tamatkan sampai di sini. Kita berikan dukungan dan doa bagi rakyat korban di negeri ini dan di negeri lain yang sangat sulit mencari keadilan. <br /><br />Wassalamu’alaikum wr.wb. <br /><br />Surabaya, 5 Januari 2009.Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-66561324552601660102008-11-22T21:50:00.001-08:002008-11-22T21:51:00.034-08:00TJAK LOEMPOER bagian ke-4(Ahli Fulusimeter)<br /><br /> Sori, kisah Cak Lumpur berhenti agak lama. Maklum penulisnya bukan sastrawan. Cuma kuli bangunan. mBangun tidur, mBangun Karta (nama sepur), mbangun dari pingsan. Jadi kalau kerjaan lagi banyak ya berhenti dulu menulis cerita. Kalau istilahnya Rubi Kambali, penulisnya adalah pengacara tidak laku. Karena tidak laku, jadilah tidur, pingsan, naik sepur sambil bawa gitar dan menyanyikan lagu “bangun tidur kuterus makan//tidak lupa menggosok mata//habis makan kutidur lagi//…dst…” <br /><br />Di dunia ini memang banyak kuli. Ada kuli batu, kuli tinta, kuli kebun, ada pula yang paling jelek, yaitu kulina ngapusi (biasa bohong), seperti yang dilakukan Lapindo kepada korbannya. Makanya cocok kalau Jawa Pos bikin judul berita: “PT. Minarak Tidak Membayar” dan koran Surya bikin judul: “Lapindo Ngemplang, Korban Melapor.” <br /><br />Kambali ke soal alasan lamanya sambungan cerita ini. Kalau ada pengacara yang memberi konsultasi hukum kepada masyarakat secara gratisan, diistilahkan tidak laku. Tidak profesional. Jadi, makna profesional sekarang diarahkan ke ‘komersial’. Maka jangan heran kalau para ‘profesional muda’ (pinjam istilah radio) membayangkan bahwa para advokat yang tarifnya tinggi itu adalah advokat profesional. Tapi advokat yang suka mengobral tenaga pikiran keahliannya secara gratisan kepada masyarakat kurang mampu ekonomi dibilang “tidak profesional” atau kasarnya: “tidak laku.” Jadi, menurut orang-orang pintar di sini, “profesional” diartikan “komersial”. Salah atau tidak, ahli bahasa yang lebih kompeten menilai. <br /><br />Tapi, soal pengacara komersial itu, ada orang Madura yang komentar: “Wah wah wah…. Pengacara kok kayak wartel aja ya? Mbayarnya pakai ukuran jam-jaman!” Kekekekekek… Nggak tahu mereka ini prinsip dagang jasa. <br /><br />Tapi kalau kepandaian diperdagangkan terus, nggak ada yang disumbangan atau didermakan kepada masyarakat, maka jadilah manusia dagangan. Jika sudah bermental manusia dagangan, maka bebas nilai, tak kenal hitam putih, halal haram, tak kenal logika dan etika. Tahunya hanya estetika. Kalau dapet uang banyak baru merasakan estetis….. Biar kepandaiannya dipakai untuk menghancurkan nasib sosial ya oke oke aje. Tanpa beban. Yang penting bisa hidup nyaman. Tak peduli ancik-ancik bangkene menungsa (berdiri di atas derita sesama), yang penting merasa menjalankan profesi.<br /><br />Pada bagian ketiga cerita ini, telah dikisahkan bahwa Kahyangan Saptabumi yang dipiloti oleh Mas Tur (Mas Turun Antaboga) telah mengajukan gugatan kepada para dukun peramal yang menuduh Kahyangan Saptabumi sebagai penyebab kelahiran Cak Lumpur. Kahyangan Sapta Bumi diwakili oleh LBH Antiklenik, sedangkan para dukun klenik diwakili oleh kantor hukum Buri Kalambi & Co.<br /><br />Pada sidang pertama kasus itu di Pengadilan Atas Bumi, tampak advokat Buri Kalambi yang keren itu celingukan melihat ke lantai. Jangan-jangan uangnya jatuh ya?<br /><br />“Para pihak apa sudah siap?” tanya Ketua Majelis Hakim.<br /><br />“Bentar Om, … eh… sori,… Yang Mulia, kartu tanda pengenal advokat saya tadi jatuh di bawah meja saya ini…. Kok…. Nggak ada ya?”<br /><br />“Ayo dicari dulu. Saya beri waktu tiga menit!” kata Ketua Hakim itu. Memang hakimnya sabar-sabar. <br /><br />Kalau hakim di negara Atas Angan (bukan Angin), hakim biasa bersabar sambil melihat-lihat situasi. Setelah ada yang melakukan pendekatan maka biasa jadi galak. Galaknya justru kepada pihak yang mendekat. Di sidang biasa lembut kepada pihak yang tidak mendekati, galak kepada yang mendekati. Begitu palu putusan diketukkan, mak dok! Ternyata putusannya memihak kepada yang digalaki. Lha iya wong sudah dikasih hohohihi sama yang mendekati itu. Itu namanya sandiwara peradilan. Yang nggak pengalaman nggak akan tahu itu. Lah, penulisnya apa pengalaman begitu? Yah…. Jangan tanya gitu dong! <br /><br />“Apa sudah ketemu tanda pengenal advokat Saudara?” tanya Ketua Hakim. “Waktu Saudara sudah habis!”<br /><br />“Waduh, maaf Om,… eh keliru lagi. Maaf Yang Mulia, belum ketemu. Saya mohon ijin tetap menjalankan sidang ini. Nanti pasti ketemulah. Wong barusan jatuh di sini. Apa mungkin dibawa kucing pengadilan sini ya?” tanya Buri Kalambi.<br /><br />“Saudara menghina pengadilan ini. Itu contempt of court! Silahkan Anda keluar dari sidang ini!” perintah Ketua Hakim dengan marah-marah. Rupanya ia tersinggung ketika advokat Buri Kalambi bilang bahwa tanda pengenal advokatnya dibawa kucing pengadilan itu. Ada-ada saja. Masak kucing yang suka ikan kok bawa lari kartu pengenal advokat. Masak pengadilan agung kok sampai kesusupan kucing? Apa kira-kira kartu pengenal advokat bau ikan asin? Hanya Tuhan yang Maha Mengetahui. <br /><br />Peristiwa itu membuat Kepala Dukun Klenik malu. Ia segera memutuskan hubungan kerja dengan kantor advokat Buri Kalambi & Co. Ia meminta waktu kepada majelis hakim untuk menunjuk tim advokat baru. Lalu ditunjuklah tim pengacara yang di dalamnya ada pengacara yang dulunya dikenal sebagai pembela HAM, yaitu: Trimumet Dipo Suryokontho, Lugut M Panghiburan, Hotmarihot Sikampul-kampul. Mereka ini advokat top markotop yang tarifnya mengalahkan seluruh tarif telepon seluler di seluruh dunia. (Perlu dicatat bahwa tarif wartel lebih mahal dibandingkan tarif telepon seluler ke sesama operator. Kalau di wartel bisa seribu rupiah per menit, tapi tarif ke sesama operator seluler hanya Rp. 0,000000000000…..01,- permenit). <br /><br />Singkat cerita (biar cepet tamat), acara sidang setelah berjalan sekitar tiga bulan menginjak ke acara pembuktian. Kuasa hukum Kahyangan Saptabumi telah menyerahkan seluruh alat bukti. Rencananya juga akan mengajukan keterangan ahli. Tapi ternyata para pengacara Dukun Klenik curang, sebab tidak hadir di acara pemeriksaan ahli yang diajukan kuasa hukum Kahyangan Saptabumi. Terpaksa sidang ditunda. Karena ahli yang diajukan Kahyangan adalah orang-orang sibuk, akhirnya hanya satu ahli saja yang bisa bertahan dimintai keterangan oleh hakim. Dia bernama Rudi Rubi Rudini, seorang pakar kebumian. Meski namanya Rudini, tak ada kaitannya dengan Jendral Rudini yang suaranya serak-serak itu.<br /><br />“Apa yang dapat Saudara jelaskan soal kelahiran Cak Lumpur yang membuat panik dan kerusakan meluas itu?” tanya ketua Majelis Hakim.<br /><br />“Yang Mulia, saya akan menyampaikan pendapat saya. Tapi mohon dicatat oleh Saudari panitera pengganti yang cantik seperti Dewi Supraba itu bahwa pendapat saya ini tidak berdasarkan pendapatan saya. Ini penting. Sebab banyak pakar yang mau berpendapat berdasarkan pendapatan yang ditawarkan,” jawab Rudi.<br /><br />“Baiklah. Teruskan!” perintah hakim.<br /><br />“Perlu Yang Mulia ketahui. Saya adalah orang yang termasuk pertama mendapatkan data-data orisinil kelahiran Cak Lumpur itu. Berdasarkan apa yang saya temukan dan teliti, ternyata kelahiran Cak Pur tidak berhubungan dengan kondisi Kahyangan Saptapratala atau Saptabumi. Cak Pur pada mulanya adalah bayi yang dilahirkan manusia yang berselingkuh. Lalu bayi itu dibiarkan begitu saja. Bumi memeliharanya, tapi ia berubah menjadi masalah karena orang-orang yang melahirkannya tidak bertanggung jawab.”<br /><br />“Lantas, apa hubungan antara kepakaran Saudara dengan kelahiran Cak Pur?” tanya hakim.<br /><br />“Saya ahli bidang kebumian. Maka saya berkompeten menjelaskan apakah Cak Pur dilahirkan oleh keadaan bumi. Itu tidak mungkin bin mustahil,” jawab Rudi.<br /><br />“Itu saja cukup! Saudara tak perlu menjelaskan tentang proses kelahiran Cak Pur yang menurut Saudara hasil perselingkuhan manusia. Kalau soal proses kelahiran itu ahli yang lebih berkompeten menjelaskan adalah bidan atau dokter kandungan,” kata hakim.<br /><br />Tanya jawab berlangsung seru. Hari itu sangat melelahkan bagi Rudi Rubi Rudini. Ia termasuk pakar yang tidak bermental manusia dagangan sebab mau mendermakan keahliannya untuk masyarakat. Bukan ahli yang sok ilmiah, dengan dalih ilmu pengetahuan lalu menjelaskan sesuatu yang tak dipahaminya. Seperti dokter hewan sok ilmiah mengatakan luka hewan akibat kejatuhan ranting pohon, padahal banyak saksi yang melihat luka hewan itu karena dipukuli pemiliknya sendiri. <br /><br />Babak berikutnya pengacara tergugat mengajukan ahli dari Paguyuban Dukun Klenik. Yang diajukan kali pertama adalah Prof. Sukemi Aspirin. Meski namanya seperti obat sakit kepala tapi kepintarannya melebihi orang biasa. “Ruarrrrr biasa!” kata orang Jepang yang lagi belajar bahasa Indonesia.<br /><br />“Apa yang hendak Saudara jelaskan dalam kasus kelahiran Cak Pur itu?” tanya hakim.<br /><br />“Saya adalah ahli kebumian Yang Mulia. Sudut pandang saya luas. Saya bisa mengukur getaran gejolak kehidupan Saptabumi sampai ratusan kilometer. Bahwa kelahiran Cak Lumpur berkaitan dengan gejolak bumi Saptapratala,” Profesor itu menjelaskan.<br /><br />“Bagaimana cara Saudara mengukur getaran gejolak kehidupan Saptabumi itu? Lalu apa hubungan gejolak Saptabumi dengan kelahiran Cak Pur?” tanya hakim.<br /><br />“Cara mengukurnya dengan alat bernama fulusimeter. Yang diukur adalah garis hubungan yang tak tampak oleh mata biasa. Bahkan tak semua ahli mengetahui.”<br /><br />“Mengapa tak semua ahli mengetahui? Jika garis hubung itu tak tampak oleh mata biasa, lalu ahli seperti Anda melihat dengan keahlian semacam apa?” kejar hakim.<br /><br />“Sebab semua ahli tidak punya alat berupa fulusimeter. Harganya sangat mahal. Ahli seperti sayalah yang punya fulusimeter itu. Keahlian yang saya miliki didukung oleh fulusimeter itulah yang memberikan pengetahuan secara jelas bahwa Cak Lumpur lahir disebabkan oleh gejolak Saptabumi.”<br /><br />“Tolong Saudara jelaskan logika kelahiran Cak Lumpur berkaitan dengan gejolak Saptabumi itu!” perintah hakim.<br /><br />“Seperti Yang Mulia pernah katakan, bahwa proses kelahiran menjadi bidang keahlian bidan atau dokter. Saya sebagai ilmuwan sejati memegang prinsip: right man in the rights place. Tapi ahli semacam saya karena khusus bolehlah pakai prinsip RICH MAN ON THE HIGH PLACE!”<br /><br />Setelah melalui proses pembuktian yang panjang, hakim merencanakan akan segera memutuskan sengketa gugatan Kahyangan Saptabumi yang merasa dicemarkan oleh tuduhan para dukun klenik itu. <br /><br />Mengenai putusan hakim itu maka akan dikisahkan di babak berikutnya. Ini sudah kepanjangen. Untungnya diposting di milis. Kalau di koran sudah ditolak mentah-mentah. Ditolaknya bukan karena terlalu panjang, tapi penulisnya bukan sastrawan, hanya kuli. Kulina cengengesan….. kekekekekkk….. <br /><br />Suroboyo, 9 Nopember 2008.Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-2413173013604120182008-09-15T03:14:00.000-07:002008-09-15T03:30:16.750-07:00TJAK LOEMPOER (bagian ke-3)<span style="font-weight:bold;">Peradilan awal </span><br /><br /> Baiklah. Meskipun kisah Cak Pur ini tidak akan bagus jika dijadikan lakon Ketoprak Serius maupun Ketoprak Humor, tapi menurut penulisnya tetap dilanjutkan, sebab kadung bin terlanjur diawali. <br /><br /> Pada bagian ke-2 yang lalu, Mas Tur selaku pimpinan eksekutif Kahyangan Saptapratala akan menggugat para dukun peramal yang telah menuduh bahwa kelahiran Cak Lumpur disebabkan gonjang-ganjing yang bersumber dari Saptapratala alias Saptabumi. Sapta atinya tujuh, pratala artinya bumi. Jadi, Saptapratala berada di dalam bumi lapis ke-7. <br /><br />Nggak tahu kenapa di bumi ini kok suka dengan angka 7. Ada langit lapis ke-7 – orang Jawa bilang langit sap pitu, jumlah hari dalam seminggu juga tujuh. Untuk menunjukkan turun-temurun juga dipakai istilah “tujuh turunan.” Cuman, kalau punya anak tujuh jaman sekarang pasti kelenger, harus kerja keras merawat dan menghidupinya. Tapi laki-laki suka juga kawin tujuh. Anehnya si isteri ke-7 juga happy-happy. Yang belum punya pengalaman mikirnya begitu. Yang sudah berpengalaman ya senyum-senyum, okei-okei...<br /><br />Kembali ke notebook. Langkah pertama, Mas Tur bertindak untuk dan atas nama Pemerintahan Kahyangan Saptabumi, mengirim somasi kepada para dukun peramal pembawa fitnah itu. Somasinya cukup melalui email, sebab berdasarkan Konvensi Internasional penggunaan teknologi informasi ditentukan bahwa email bisa menjadi alat bukti. Tahun 2001 di Budapest juga pernah ada Konvensi Kejahatan Siber (Convention on Cybercrime). Kebetulan hukum di negara Atas Bumi juga sudah mengakui bahwa email maupun SMS dapat menjadi alat bukti.<br /><br />Ternyata para dukun peramal itu menggubris somasi Kahyangan Saptabumi. Tapi jawabannya menantang! “Emang lu siape? Jangan mentang-mentang penguasa Kahyangan Saptabumi lantas main somasi! Emangnya kami takut? Siapa takut? Bahkan sebentar lagi kahyangan rongsokan itu akan ditembus bor para penambang minyak dan gas bumi (migas). Kalian pasti akan terusir! Jaman gini kok masih hidup dalam tanah?” Begitulah jawaban para dukun peramal itu via email. Kedengarannya meremehkan Kahyangan Saptabumi. <br /><br />Malahan para dukun peramal itu pakai lawyer alias pengacara alias advokat. Namanya Buri Kalambi. Siapa ya dia ini? Kalau yang saya tahu di milis Media Jatim itu ada pemilis namanya Rubi Kambali. Apakah Buri Kalambi menyamar di Media Jatim, pakai nama Rubi Kambali ya? Bisa iya, bisa nggak. Tapi sudahlah, itu nggak usah disoal. Malah nambahi misteri.<br /><br />Dalam jawaban resmi lawyer Buri Kalambi & Co, dinyatakan bahwa para dukun peramal itu telah bekerja sesuai dengan Kode Etik profesi dukun peramal. Saya baru tahu kalau ternyata para dukun peramal punya Kode Etik profesi. Yang namanya profesi itu cirinya: punya wadah organisasi tunggal, mengenai keahlian tertentu yang diperoleh dengan pendidikan khusus, dan merupakan pekerjaan. Jadi, kalau ada berita di koran-koran yang biasa bikin kalimat “si fulan yang berprofesi sebagai tukang becak....dst”, itu salah. Tukang becak itu keahliannya bukan dengan pendidikan khusus.<br /><br />Yang sengsara tujuh turunan adalah advokat Atas Bumi yang sudah kehilangan ciri profesi sebab sejak Orde Baru hingga kini nggak bisa disatukan dengan satu wadah organisasi advokat. Ribut terus, masing-masing kelompok mau berkuasa seperti partai politik. Kalau begitu pekerjaan para lawyer Atas Bumi itu profesi atau pekerjaan biasa? Ya kalau sudah tidak memenuhi ciri profesi ya sama dengan tukang becak. Kalau begitu lawyer Buri Kalambi itu sama dengan tukang becak? Ya kira-kira begitulah....<br /><br />Cuma, dalam hidup ini jangan melihat apa bentuk pekerjaan. Tukang becak, pengacara, wartawan, MC, makelar motor, petani, saudagar, di hadapan Allah itu derajatnya tergantung moralnya (ini sih, kata yang pinter agama). “Inna akromakum ‘ingdalloh atqokum. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Alloh adalah yang paling bertakwa di antara kalian!” (Gara-gara bulan puasa, ceritanya ada sisipan begini.)<br /><br />Kembali ke topik. Mas Tur selanjutnya menempuh langkah kedua, mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agung yang ada di Kahyangan Agung. Pengadilan Agung ini dibentuk langsung oleh Raja segala raja. Sang Raja segala raja inilah yang dahulu menciptakan Semar, Guru (Syiwa) dan Togog. Bahannya telur. Tapi bukan telur asin yang biasa dijual di warung-warung. Kalau telur asin ya telur bebek. Ada juga telur asin palsu, bukan telur bebek tapi telur ayam yang cangkangnya dibuat seperti telur bebek. Loh, kok membahas telur?<br /><br />Konon, telur ciptaan Sang Raja segala raja itu kulitnya menjadi Togog, putih telurnya menjadi Semar dan kuning telurnya menjadi Guru. Semuanya tentu dewa. Hanya saja, Togog diberi tugas menjadi punakawan (kalau di Atas Bumi dilevelkan pembantu) dari tokoh-tokoh wayang golongan kiri, seperti contohnya keluarga Rahwana dalam kisah Ramayana. Semar atau dikenal sebagai Dewa Ismaya ditugasi menjadi punakawan tokoh-tokoh wayang golongan kanan seperti contohnya Pandu, Arjuna dan keturunannya. <br /><br />Wah repot, kok selalu melebar dari topik ya? Ini penulisnya kok geblek sih?<br /><br />Setelah gugatan didaftarkan, peradilan pun segera akan digelar. Memang beda pelayanan Pengadilan Agung dengan pengadilan Atas Bumi. Di pengadilan Atas Bumi, panggilan sidang pertama baru bisa dipercepat kalau ada ‘uang dorong’. Kalau dalam jual-beli ada uang muka, uang cicilan, dan uang pelunasan, maka di pengadilan Atas Bumi ada uang dorong dan uang sogok. Di Pengadilan Agung berlaku adagium: “biarpun langit runtuh, keadilan tetap tegak.” Tapi di pengadilan Atas Bumi berlaku adagium: “ada uang ada keadilan. Ada uang hukum disayang, nggak ada uang hukum ditendang.” Loh, kok kayak lagu dangdut? Ya, itulah faktanya.<br /><br />Sidang pertama gugatan Kahyangan Saptapratala digelar. Di jaman modern, rakyat di seluruh dunia bisa menonton sidang melalui stasiun TV yang khusus menayangkan sidang-sidang pengadilan. Namanya J-TV alias Justice TV. Jadi, yang ditayangkan khusus proses peradilan yang lengkap dengan analisis dari nara sumber para ahli hukum serta para pencari keadilan dan masyarakat penilai (Wah ini bisa jadi akan dicontoh perusahaan media?). Jadi, orang nggak perlu datang berbondong-bondong ke pengadilan menonton sidang, kecuali kalau tujuannya berdemo ataupun justice tourism (wah ada lagi cabang wisata baru nih...?). <br /><br />Melalui J-TV (Justice TV. Ini bukan JTV punya Grup Jawa Pos lo ya!), dalam tayangan sidang perdana ini memang tampak lawyer Buri Kalambi yang..... keren abis .... Waduh, para asistennya kok banyak cewek cakepnya ye? Ya itu emang model kantor-kantor hukum sekarang. Cewek cakep selalu menjadi ‘alat promosi’ yang menarik pelanggan. Maaf ye, bukan maksudku mencemarkan nama baik! Cowok keren juga banyak yang jadi bintang iklan. Tapi ada juga iklan jamu kuat pakai model kakek-kakek. Siapa ya namanya itu? Mbah ...... ah nanti tulisan ini dikira iklan. Tahu sendirilah!<br /><br /> Sedangkan Kahyangan Saptapratala pakai pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Antiklenik. Wah, hebat juga ya. Kahyangan bersekutu dengan lembaga hukum antiklenik. Biasanya kahyangan itu isinya banyak klenik. Barangkali Kahyangan Saptabumi sudah melakukan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). <br /><br />Lagipula, siapa sih yang tahu klenik-klenik semacam roh dan gaib-gaib begitu? Nabi Muhammad aja diajari Tuhan dalam surat Al-Isra’: wa yas-aluunaka ‘anir-ruh, quli ruhu min amri robbi. Wamaa uutiitum min ‘ilmi, illaa qoliilaa. “Dan jika kamu ditanya soal roh, maka katakan (jawablah) bahwa roh itu urusan Tuhanku. Dan kamu tidaklah akan diberikan pengetahuan melainkan sedikit saja.” Sedikit saja. Jadi, kalau ada orang yang ngaku-ngaku banyak ilmunya tentang roh, klenik-klenik, yaaah.... silahkan saja percaya atau tidak. Soal keyakinan, kita free-free aja man! Kalau saya meski orang ndeso, percaya saja sama setan. Masak setan nggak percaya diri-sendiri? Kakakakak.....<br /><br />“Sidang dibuka, dan terbuka untuk umum! Dok!” Ketua Hakim membuka sidang. “Dok!” itu maksudnya bunyi meja sidang digetok palu. Jangan dikira hakimnya memanggil dokter! <br /><br />“Pihak penggugat dan tergugat sudah sama-sama hadir?” tanya Ketua Hakim. Tampak aura wajahnya moncer sebagai wakil Tuhan di bidang keadilan. (Kalau hakim-hakim di negeri Atas Bumi kebanyakan sorot matanya ijo. Tak kalah ijo mata lawyer, jaksa dan polisi. Mending mereka bikin klub Green Eyes. Keren kan?)<br /><br />“Penggugat hadir diwakili oleh kuasanya Yang Mulia,” jawab lawyer LBH Antiklenik. Pengacara muda ini namanya Joko Adil. Mudah-mudahan dia tidak sedang pelatihan hukum. Soalnya, banyak para lawyer tenar yang pembela koruptor kakap-kakap, pembela pelanggar HAM berat, dahulunya mereka ya lawyer LBH-LBH gitu. Setelah pinter-pinter, mereka maunya komersiil melulu. <br /><br />Kasihan juga rakyat kecil tertindas, hanya dibela oleh para pengacara muda yang baru, lagi training, atau magang. Hanya jadi bahan mencari popularitas. Mana ada kasus-kasus rakyat kecil yang dibela para advokat senior? Dalam kasus lumpur Lapindo juga nggak ada advokat senior yang mau turun gunung. Malah para advokat yang dahulunya pejuang HAM menikmati membela Lapindo dan konco-konconya. Ada juga sih advokat senior hanya mau turun kalau kasusnya ramai menjadi perhatian umum, asal tidak melawan korporasi kaya, yaitu: kasus dugaan “salah tangkap” yang terkuak dan terkenal di media yang berkaitan dengan kasus Ryan itu. Yah... popularitas lagi, asal tidak melawan kekuasaan uang... <br /><br />Lha yang lucu kan contohnya kasus Buyat Sulawesi Utara itu. Pembela Newmont itu lawyer pensiunan LBH ibukota, melawan pengacara penggugat yang juga pengacara LBH. Ini terulang dalam peradilan kasus lumpur Lapindo. Senior ketemu yunior, sama-sama dari satu lembaga. Walah kacok, eh, kocak! <br /><br />Dahulu, semangat lawyer muda kelihatan menggebu: “Lawan pencemar dan perusak lingkungan! Lawan pelanggar HAM! Lawan koruptor! Lawan penindas!” Weleh... hambelgedhes ono bedhes mangan kates nang Tretes, banyune ketes-ketes, entute ngewes, cocot nyepres ning kecewes..... (stop!). Setelah tenar berbalik malah membela perusak lingkungan, pelanggar HAM berat dan koruptor kakap-kakap. Ada juga pendekar pers yang dahulunya menggebu-gebu bicara tentang kemerdekaan pers, yang kemudian berbalik disewa korporasi penggugat pers. Maka muncullah syair: “Maju tak gentar, membela yang bayar...” Tak ada ideologi yang penganutnya paling banyak, melainkan uangisme alias fulusisme. Tak ada jenis agama yang paling banyak pemeluknya, kecuali moneytheism (meminjam istilah di buku Prof. Daniel C Maguire, Sacred Energy).<br /><br />Kembali ke topik. Ini cerita melebar ke mana-mana jika tidak distop dulu.... <br />Dalam adegan sidang pertama kasus gugatan Kahyangan Saptabumi kepada para dukun peramal itu tampak lawyer Buri Kambali celingukan melihat ke lantai. Apa uangnya terjatuh? Apa sedang melihat tikus lewat? Atau, rokoknya jatuh? Atau jangan-jangan sepatunya keliru sepatu cewek? <br /><br />Nanti akan bersambung di bagian ke-4. See u later!Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-40562936019614052542008-09-10T03:40:00.001-07:002008-09-10T03:40:48.788-07:00TJAK LOEMPOER (Bagian 2)<span style="font-weight:bold;">Keturunan Antaboga Protes</span><br /><br /> Cak Lumpur alias Cak Pur hingga hari ini tak tertandingi. Benteng-benteng terus diperkuat dan diperluas.<br /><br /> Kasus itu terdengar sampai ke Saptapratala. Ternyata kisah Cak Lumpur bagian pertama yang diposting di milis Media Jatim itu dibaca oleh keluarga besar Saptapratala di dalam bumi. Maklum, jaman modern ini internet juga sudah sampai ke kahyangan dalam bumi. Bahkan cacing tanah, gayas, dan hewan-hewan dalam tanah lainnya sudah banyak yang mahir menggunakan internet. <br /><br /> “Ini penulis cerita Tjak Loempoer kok goblok ya! Namanya Cak Bagio, omongannya terkenal ngawur di internet! Masak, ngomong silsilah Dewa Antaboga punya anak Nagagini, lalu Nagagini dikawin Bima, kok tiba-tiba menyebut nama Gatutkaca? Lha Gatutkaca alias Gatotgelas itu kan anak hasil perkawinan Bima dengan Arimbi, raksasa wanita yang cantik gara-gara sering pake lumpur Lapindo untuk spa?” Begitu protes keturunan Antareja garis derajat ke 2.657 (duaribu lebih). Dia bernama Ananto Turun Antaboga, atau biasa dipanggil Mas Tur (bukan Mastur lo!). <br /><br /> Saya sebagai penulis cerpur ini ya kaget to, lha wong tiba-tiba mendapatkan surat somasi dari Mas Tur, berstempel Kahyangan Saptapratala. Wah, deg-degan saya. Deg-degan bukan karena seperti lagu Jawa-nya Pak Manthos gara-gara melihat cewek yang membuat jatuh cinta itu. Tapi deg-degan karena seumur-umur baru kali ini saya mendapatkan perhatian dari Kahyangan Saptapratala. Biasanya yang protes saya paling-paling tukang becak gara-gara motor saya yang jelek itu malang-megung di pinggir jalan, atau mbokne arek-arek yang protes, nagih utang ke saya karena dua bulan bon gajinya nggak kunjung saya bayar. We lha kali ini aku berurusan dengan Mas Tur keturunan Dewa Antaboga itu. <br /><br /> Untuk menghormatinya, saya minta maaf. Melalui email saya jelaskan bahwa saya menyebut nama Gatutkaca itu kan tidak berarti mengaburkan silsilah Dewa Antaboga. Saya dulu kan nulis: Antaboga itu ayahnya Dewi Nagagini yang dikawini Bima orang tua Gatutkaca. Lha ya jangan lantas ditafsir bahwa Gatutkaca itu anak hasil perkawinan Nagagini dengan Bima! Ya nggak gitu dong! Masak nggak gitu lah? (“Kan buah kedondong, bukan buah kedonglah?” tanya Megakarti). <br /><br /> Tapi salah saya juga ya. Kadang menempatkan kata yang kurang perlu ya bisa menimbulkan tafsir yang keliru. “Cuman Mas, saya juga mengingatkan, tolong jangan memelesetkan nama Gatutkaca menjadi Gatutgelas ya! Sebab Gatutkaca itu tokoh wayang idola saya. Perlu Mas Tur tahu, bahwa saya ini berasal dari Pringgondani juga. Jadi saya rakyat Pringgondani yang mana seperti Mas Tahu kan, Gatutkacara itu raja Pringgondani?” begitu penjelasan saya melalui email. <br /><br /> Tampaknya Mas Tur bisa menerima penjelasan saya. Hanya saja yang masih membuatnya jengkel adalah isu para dukun peramal yang berkembang yang mengatakan bahwa Cak Pur itu terlahir dari dalam bumi gara-gara kejadian yang bersumber dari Saptapratala. “Itu mencemarkan nama baik Kahyangan Saptapratala!” kata Mas Turun Antaboga alias Mas Tur dengan nada tinggi, suaranya membelah kesunyian langit, merontokkan kerak-kerak jaman yang semakin tua ini.<br /><br /> Sementara ini Sang Dewa Antaboga tetap beristirahat dengan tenang. Terpaksa Kahyangan Saptapratala harus dibuatkan banyak kipas angin dengan tenaga listrik geothermal. Bocornya lapisan ozon ditambah dengan efek rumah kaca serta kelakuan manusia yang ngudal-udal hidrokarbon dalam bumi untuk dibakar di atas bumi telah membuat bumi menjadi semakin panas. Global warming. Peringatan global (global warning) tak membuat reda keserakahan manusia yang lebih memanjakan nafsu binatangnya dibanding memikirkan masa depan anak cucu cicit mereka. Konsumsi energi terbesar di dunia telah membuahkan 20 persen penduduk bumi yang menguasai 80 persen pendapatan dunia dan menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang amat parah di mana-mana. <br /><br /> Dewa Antaboga menginstruksikan agar Kahyangan mengembangkan teknologi pendingan ruangan yang tidak merusak lapisan ozon. Apa bisa? Ya harus diusahakan bisa! <br /> Kembali pada kejengkelan Mas Tur, keturunan Dewa Antaboga yang diberikan wewenang menjadi pimpinan eksekutif Kahyangan Saptapratala. <br /><br />“Jika tak ada kesadaran. Jika tak ada permintaan maaf kepada Saptapratala yang difitnah sebagai penyebab lahirnya Cak Pur yang merajalela itu, Saptapratala akan menggulung habis fitnah itu. Para dukun ramal dan para pembayarnya akan kami kutuk menjadi ular-ular berkepala cacing! Mereka tidak tahu bahwa gerak bumi Saptapratala dan lainnya hanya mengikuti kehendak Tuhan dan ulah para manusia. Jika manusia telah mengeluarkan kandungan bumi secara tak terbatas, maka bumi yang kosong akan diisi oleh bagian bumi lainnya. Maka bergeraklah bumi. Tetapi jangan sekali-kali menuduh itu sebagai penyebab, karena itu juga bagian dari akibat!” begitu ancaman Mas Tur, yang pernah menolak diusulkan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dunia karena takut ikut-ikutan arus korupsi.<br /><br />Singkat cerita, para dukun peramal ada yang sadar. Tapi masih ada juga yang tetap mencari alasan ke sama ke mari meskipun semuanya itu hanya ‘kira-kira’ ‘kiri-kara’, ‘kara-kara’ dan ‘kari-kari’. Artinya, pokoknya dikira-kira saja, ngawur secara ilmiah juga nggak ada banyak yang paham, soal dasarnya bisa dikira-kira dan dicari kari-kari. ‘Kari-kari’ itu bahasa Jawa, artinya: belakangan. Mereka juga sudah siap untuk dibawa ke pengadilan. Yang penting uangnya juga siap. <br /><br />Hukum adalah uang. Keadilan juga uang. Hukum bertujuan untuk keadilan. Artinya, uang dipakai untuk tujuan mendapatkan uang. Makanya, di negara ini hukum menjadi modal untuk memperbanyak harta kekayaan. Menjadi investasi. Jadi, hukum juga sama dengan modal atau kapital. Maka, pemilik kapital adalah pemilik hukum. Lo, pas to? (Masak pas ti? Kan laki-laki bernama Suparto, bukan Suparti?). <br /><br />Baiklah. Untuk bagian kedua ini cukup sekitar 5.000 karakter dulu (dengan spasi). Kerjaan masih banyak kok nulis cerita melulu. Wong disuruh bikin draft petisi sama Guk Prigi aja masih bingung mulainya. Iya kan? (Masak iya kin? Kan yang enak makan, bukan makin?). <br /><br />Pada dasarnya, setelah itu Kahyangan Saptapratala akan membawa kasus fitnah yang menimpanya itu ke Pengadilan Tuhan Sang Raja dari segala raja. Kahyangan Saptapratala tidak terima jika dituduh sebagai penyebab kelahiran Cak Pur. <br />Sampai ketemu di babak berikutnya..... !Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-63772160172570286262008-08-26T23:15:00.000-07:002008-08-26T23:54:28.704-07:00Cerpur = Tjak Loempoer (Bagian 1)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcnQfXlsuWk4tOK_q_isgJpuXim96-aF_Dn0Ck71v-9FwYcYCITOGIgn5c2myrvIHwQu4ietEQVbRwxkx50Kkmlk72SgXaOkziwEEQ0FDwOS_48nwdVUXEa8_W9QDrD_d39WHvLUH7Jp6E/s1600-h/Saptapratala.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcnQfXlsuWk4tOK_q_isgJpuXim96-aF_Dn0Ck71v-9FwYcYCITOGIgn5c2myrvIHwQu4ietEQVbRwxkx50Kkmlk72SgXaOkziwEEQ0FDwOS_48nwdVUXEa8_W9QDrD_d39WHvLUH7Jp6E/s320/Saptapratala.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5239085767812254722" /></a><br /> TJAK LOEMPOER (Bagian 1)<br /><br /> TJAK Loempoer. Ejaan lama. Sepertinya tulisan jaman VOC menguasai Indonesia yang masih belum bernama Indonesia? Bukan! Jaman VOC masuk ke Indonesia, orang pribumi belum kenal ejaan latin. Mungkin itu tulisan tahun 1908-an, ketika mulai ada beberapa pemuda elite Indonesia yang sekolah ke Belanda. (Wuah..., penjajah juga memberikan akses pendidikan kepada para calon pelawannya ya? Iya iyalah, seperti korporasi perusak nasib manusia juga mengeluarkan dana untuk tambahan nafkah dan biaya pendidikan masyarakat). Tapi yang jelas, Tjak Loempoer itu konon lahirnya belum begitu lama. Panggilannya Tjak Poer. <br /><br /> Baiklah, daripada susah-susah, aku tulis saja dengan ejaan baru: Cak Lumpur, biasa dipanggil Cak Pur. Ia seperti Gajah Mada atau Untung Suropati yang gelap asal-usulnya, bahkan akhir hayatnya pun menjadi misteri. Tapi hanya sedikit orang tertarik memperdebatkan asal-usul dan kematian Gajah Mada serta Untung Suropati.<br /><br /> Namun yang tetap menyedihkan saya adalah masih bertahannya para dukun tukang ramal yang masih dipercaya banyak orang, iklan-iklannya tersebar di koran dan majalah. Dukun moderen juga punya website, mahir berinternet, mengalahkan para polisi pada umumnya yang masih gagap teknologi informasi. Banyak korban para dukun yang beraksi melalui dunia maya tetapi para polisi pun tak mampu mengarungi dunia pelarian para e-dukun (singkatan electronic dukun). Lalu apa hubungannya dengan Cak Pur?<br /><br /> Para dukun tukang ramal membuat kesimpulan bahwa asal-usul Cak Pur adalah dari dalam bumi, masih keturunan Bathara Antaboga. Wuih.... apakah masih ada garis silsilah dengan Dewi Nagagini yang dikawini Werkudara alias Bimasena, orang tua kandung Gatutkaca? Bahkan para dukun itu sayangnya tidak paham silsilah keturunan Antaboga, dewa yang berbadan ular dan berkepala manusia itu (bukan manusia berkepala ular. <br /><br /> Dalam kisah yang dibuat para e-dukun peramal itu, konon kelahiran Cak Pur bukan dari lubang yang digali oleh manusia, tapi karena retaknya perut bumi akibat kemarahan Dewa Antaboga yang meluluh-lantakkan permukaan bumi. Banyak orang bertanya, mengapa keluarnya berada di jarak 250 kilometer dari kahyangan Saptapratala, kahyangan Antaboga? Mengapa tidak lahir saja di dekat-dekat kadewatan alias kahyangan Saptapratala alias Saptabumi? <br /><br /> “Wah, itu tak bisa dijawab dengan menggunakan akal awam. Ada garis penghubung kasat mata yang bisa ditarik antara Saptabumi dengan bumi kelahiran Cak Pur di Desa Pojok Garong,” jawab para dukun itu sambil menunjukkan gambar-gambar, persis cara-cara ahli geologi dalam menjelaskan peta geologi. (Desa Pojok Garong ini konon juga tempat lahir nenek moyang kucing yang biasa disebut Kucing Garong). <br /><br /> Cak Pur menjadi berita besar sebab ia menjadi masalah besar, lebih besar dibandingkan Cak Ryan yang terkenal sebagai pembunuh sadis dari Jombang itu. Cak Pur dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya telah menyingkirkan puluhan ribu manusia dari empat desa dan sepuluh desa lainnya telah diracuninya. <br /><br /> Banyak orang takut kepada kekuatan Cak Pur ini. Polisi, jaksa dan hakim tunduk. Para pejabat pemerintahan tak berani banyak bicara dengan Cak Pur. Jika biasanya polisi dan tentara di jaman Orde Baru terampil dalam menghalau dan membubarkan demonstrasi ratusan penduduk dan bahkan menembakinya, tapi Cak Pur bisa menghadapi sendiri kekuatan keamanan dan pertahanan negara itu. Tak heran jika muncul para dukun yang pernyataan-pernyataannya laris dikonsumsi masyarakat. “Cak Pur adalah kekuatan magis yang tak dapat dihentikan dengan teknologi apapun,” kata para dukun elektronik (e-dukun) itu. “Kita sedang bicara kekuatan sakral,” lanjut mereka.<br /><br /> Kiprah ‘kejahatan’ Cak Pur itu ternyata menimbulkan bau tidak sedap. Banyak pertanyaan tentang mengapa kekuasaan negara tak mampu menghentikan kiprah Cak Pur itu. Konon sebenarnya gampang saja menghentikan kekacauan yang dilakukan Cak Pur. Ada kelompok pendekar yang sesbenarnya kapasitasnya tak pernah diragukan lagi. Para pendekar ini bahkan pernah secara langsung meneliti tempat kelahiran Cak Pur. Mereka punya data primer. Mereka berkesimpulan bahwa Cak Pur itu lahir akibat perselingkuhan antara oknum pejabat dengan seorang perempuan blesteran keturunan campuran Indonesia-Australia. <br /><br /> “Jadi, Cak Pur itu bukan keturunan Dewa Antaboga. Kami punya buktinya. Salinan Akte Kelahirannya ada di kami. Jika kami tidak bisa membunuh Cak Pur si penjahat itu maka silahkan kami dipenjara!” kata salah satu pendekar yang tergabung dalam Gabungan Pendekar Pelawan Klenik (Gapenik). “Ya. Kami sudah berpengalaman menghabisi orang-orang sejenis Cak Pur itu di Aceh, Subang dan bahkan di tengah-tengah hutan belantara,” imbuh salah satu anggota Gapenik. Kisah yang dikatakan para anggota Gapenik itu memang nyata, bukan fiksi.<br /><br /> Entah fitnah atau benar bahwa konon pemerintah telah dibohongi oleh para e-dukun yang mengandalkan klenik. Konon dengan semakin leluasanya kiprah Cak Pur itu maka banyak teman-teman kelompok e-dukun yang diuntungkan karena biaya-biaya pengamanan masyarakat dan pencegahan jatuhnya korban yang dikeluarkan pemerintah akan mengalir terus memasuki kantong-kantong para manusia tukang tega, seperti halnya para wakil rakyat yang tega memakan uang negara di atas banyak derita rakyat yang diwakilinya yang menurut versi Wolrd Bank 49 persen miskin. Benteng-benteng dibangun dengan alasan memperlambat gerak Cak Pur dan kekuatan magisnya sehingga anggaran untuk proyek keluar terus. Sementara satu persatu korban berjatuhan, tidak menjadi bahan pemikiran para e-dukun dan pihak-pihak yang berkonspirasi dengan perusahaan-perusahaan jasa pembuatan benteng, pengamanan sosial dan lain-lain. Konon para e-dukun itu juga berkonspirasi dengan orang tua asli Cak Pur yang bersembunyi. Konon ayah dan ibu Cak Pur yang sudah tua-tua terus berusaha membayar pihak-pihak untuk meyembunyikan akte kelahiran Cak Pur. Mereka kuatir jika ketahuan maka akan dimintai pertanggungjawaban. Konon. konon, konon.... saya sempat mau muntah mendengar konon-konon itu.<br /><br /> Para korban Cak Pur yang telah terusir mulai gerah sebab proyek-proyek pemerintah yang konon untuk menyelamatkan nasib mereka tapi tak kunjung bisa menyelamatkan nasib para korban. Bahkan mereka tampaknya hanya dianggap obyek proyek. Kemarahan mulai terjadi di mana-mana. Sampai tulisan kisah ini dibuat, situasi semakin kurang baik. Mulai ada ancaman Kepala Polisi yang akan memenjarakan para korban jika terus marah-marah. Mulai ada para korban yang menenggak minuman keras dari uang pemberian antek e-dukun, lalu dipancing untuk berbuat onar. <br /><br /> Siang ini matahari masih tegar menjalani takdir dengan menatap bumi yang semakin tua dan sedih. Para tukang becak di dekat kantor saya pada mengantuk menjalani takdir hidup di negara yang kekayaan alamnya melimpah-ruah. <br /><br /> Saya cukupi dulu cerita ini. Besok-besok inyaAlloh saya sambung lagi. <br /><br />Surabaya, 27 Agustus 2008Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-68602375380147862362008-03-14T02:35:00.000-07:002008-03-14T02:38:13.275-07:00Cerpen: Pemerkosaan Di Negara Atas Angan<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Hanya segumpal awan yang tampak, makanya tak mampu menghadang terik matahari yang membakar siang galau. Di Kepolisian Negara Atas Angan, perempuan separoh baya bernama Partiwi sedang melaporkan peristiwa perkosaan atas dirinya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Siapa yang memperkosa Ibu? Di mana, jam berapa, hari apa, ada berapa orang, apa Ibu kenal mereka, ciri-cirinya bagaimana ..... ?” Polisi penyidik memberondong pertanyaan sambil sekali-kali berkacak pinggang memamerkan kegagahan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Banyak. Mulanya tampak manusia yang pernah kulihat meski aku tak kenal. Tapi begitu mencengkeram dan menggilir tubuhku, mereka menjadi anjing dan babi-babi dengan,... ah ....” Terhenti. Partiwi ingat mulut anjing-anjing dan babi-babi yang memperkosanya berlumuran air liur busuk yang menetes-netes.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Ayo dong Bu! Jangan bergurau! Kerjaan saya banyak, bukan melayani Ibu saja! Jangan ngarang cerita seperti film horo ah!” Penyidik itu marah-marah sambil mondar-mandir. Tak lupa membuang puntung rokok, peracun manusia yang diperdagangkan itu. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Lha memang begitu Pak. Saya tidak bohong.”</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Ah! Jaman modern masih ada klenik seperti itu? Lagipula hukum berlaku untuk manusia, tak bisa digunakan menjerat anjing dan babi!” Polisi itu meninggalkan Partiwi tanpa pamit. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Setengah jam Partiwi menunggu polisi itu kembali. “Gimana? Ibu masih mau cerita seperti itu lagi?” tanya polisi itu agak sinis.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Okelah Pak kalau Bapak nggak percaya!” Partiwi membuka bajunya di dalam kantor polisi itu. Semua orang di dalam ruangan itu tersedot oleh pemandangan tubuh Partiwi yang penuh luka dan bopeng-bopeng. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Oke,oke, oke ... cukup Bu!” bentak penyidik itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Bagaimana?” tanya Partiwi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Meskipun leher Ibu putus, tapi kalau yang memutuskan anjing dan babi, undang-undang tak bisa menjerat anjing dan babi. Hukum hanya bisa menghukum manusia. Hukum tak bisa menghukum binatang! Kalau mau dipaksakan, hakim pasti akan membebaskan binatang! Saya sudah jelaskan dan Ibu tetap tak paham!”</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Gagal usaha Partiwi kali ini.. Ia sendiri. Kadang-kadang ada gerombolan anak-anak yang peduli, berdemo mendukung Partiwi yang dahulu memang dikenal dermawan. Tapi disorot media massa, diistilahkan: “Pendemo dadakan. Tak ada yang mendanai maka hanya demo sepotong!” </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Partiwi mendatangi gedung parlemen Atas Angan agar memperjuangkan nasibnya. Tapi gedung itu juga mulai dipenuhi dengan manusia-manusia berkepala babi dan anjing. Tak ada lagi tema soal perkosaan Partiwi di dalam gedung parlemen seperti yang pernah ada sejak pengaduan Partiwi. Konon ada Raja Anjing dan Jenderal Babi yang datang ke gedung parlemen membawa berkarung-karung upeti. Kalau para anggota parlemen Atas Angan kepalanya berubah menjadi anjing dan babi, mungkin saja tertular virus Raja Anjing dan Jenderal Babi yang konon dahulunya juga manusia biasa. Partiwi mulai paham bahwa para pemerkosa dirinya ternyata dilindungi Raja Anjing dan Jenderal Babi. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Tak ada kata putus asa. Partiwi membawa kasusnya ke Pengadilan Pusat Atas Angan. Ia berharap ada sisa manusia sejati, hakim yang imun, yang tak akan terserang virus keanjingan dan kebabian yang kini mulai merebak di negara Atas Angan. Sayangnya hanya beberapa orang yang bisa melihat itu. Bahkan para dokter juga mulai tertular.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Sidang pertama gugatan Partiwi digelar. Tergugatnya adalah Kepala Negara Atas Angan yang dianggapnya tak mampu mengamankan negara sehingga Partiwi menjadi korban pemerkosaan manusia-manusia tertular penyakit keanjingan dan kebabian. Gugatan juga meminta agar Kepala Negara Atas Angan memerintahkan Kepolisian mengusut kasus pemerkosaan terhadap Partiwi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Namun Partiwi mulai ragu, sebab ia melihat seorang hakim anggota majelis, panitera dan pengacara Negara Atas Angan juga tampak berkepala babi. Ia juga melihat lalu-lalang para petugas pengadilan dan para pengacara yang berkepala anjing dengan ciri khas mulut berlelehan air liur. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Saudari Penggugat kami ingatkan. Yang memperkosa Saudari, yang Saudari sebut di surat gugatan ini adalah manusia-manusia yang berubah menjadi anjing dan babi. Lalu Saudari menggugat Kepala Negara. Nanti jangan-jangan kalau Saudari kehilangan celana dalam maka Kepala Negara juga akan Anda gugat?” serang pengacara Negara sambil tersenyum-senyum. Tak pelak pengunjung sidang tertawa terbahak-bahak.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Tenang! Tenang!” bentak Ketua Majelis Hakim. “Nanti Saudara kuasa hukum Kepala Negara punya waktu menjawab gugatan. Kami tidak mengijinkan ini dijadikan bahan guyonan!” Ketua Hakim memalu meja sidang dengan keras, suaranya hendak meruntuhkan tembok pengadilan. Ruang sidang pun senyap.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Kami memberi waktu untuk mediasi. Apakah Penggugat dengan Tergugat mau memilih mediator dari luar, atau yang disediakan pengadilan ini?” tanya Ketua Hakim.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Maaf Yang Mulia. Kami hanya mau berdamai kalau gugatan itu dicabut. Itu saja,” jawab pengacara Negara.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Saya juga tak akan mencabut gugatan Pak Hakim!” sergah Partiwi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Baik, kalau begitu berarti ini tak ada peluang perdamaian? Tapi kami memberi waktu dua minggu agar kalian berunding. Kalau bisa selesaikan secara perdamaian. Pak Pengacara, Anda jangan buru-buru begitu! Konsultasikan dengan Kepala Negara dulu!” saran Ketua Hakim.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Empat bulan peradilan gugatan Partiwi berjalan. Terakhir koran-koran membuat judul berita yang macam-macam. Ada judul “Pengacara Negara Mati Kutu!” Ada yang membuat judul: “Pengacara Negara Dinasihati Hakim.” Ada judul “Kepala Negara Diambang Kekalahan!” “Partiwi Mendapatkan Keadilan.” Dan lain-lain. Semua itu membuat Partiwi agak lega. Jika gugatannya dimenangkan, berarti pemerintah Atas Angan akan diperintahkan pengadilan agar menyelidiki dan mengusut serta menghukum para pemerkosa Partiwi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Sidang putusan digelar. Partiwi duduk di kursi Penggugat dengan dada berdegup kencang. Majelis Hakim masuk ruangan dan duduk di kursi kekuasaan mereka. Dada Partiwi mulai sesak. Jika dahulu ia melihat ada satu hakim yang berkepala babi, kini ia melihat semua anggota dan Ketua Hakim berkepala babi. Itu tanda-tanda kekalahannya. Benar, akhirnya gugatan Partiwi dinyatakan tidak diterima dengan alasan bahwa Kepala Negara Atas Angan tidak boleh digugat dalam kasus perkosaan. Yang boleh digugat hanyalah para pemerkosanya. Padahal yang digugat Partiwi adalah soal tanggung jawab negara dalam mengamankan rakyat serta penolakan Kepolisian Atas Angan untuk menyidik kasusnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Konon, ada para utusan Raja Anjing dan Jenderal Babi yang datang ke masing-masing rumah para hakim yang mengadili gugatan Partiwi, membawa upeti. Lagi-lagi terjadi penularan virus penyakit keanjingan dan kebabian.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Beberapa anak muda menjenguk Partiwi yang tergolek di atas tempat tidur. Suhu badannya semakin panas. Luka-luka dan bopeng-bopeng tubuh Partiwi tak terobati, sebab setiap dokter yang didatangi berkepala babi dan anjing. Rambut Partiwi semasa muda lebat, anggun dan sejuk dipandang. Kini mulai rontok-rontok dan kulit kepalanya tampak di sana-sini. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Langit seolah tahu kesedihan itu sehingga mulai retak-retak. Kawanan awan yang biasanya riang menghantarkan hujan kini sering menangis dan kadang-kadang melenyapkan diri ke dalam angin puting beliung yang memporak-porandakan rumah-rumah penduduk. Angin pun tak seramah dahulu. Udara mulai muram. Tanah-tanah enggan menumbuhkan benih-benih yang ditanam para petani. Api sering marah berkobar menghanguskan rumah-rumah, gedung, sebab sering disuruh melalap hutan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">“Anak-anak, jika saja di bumi ini semakin dipenuhi manusia-manusia anjing dan babi akibat virus penyakit keanjingan dan kebabian itu, maka bukan aku saja yang akan seperti ini. Setiap Partiwi di muka bumi ini akan menderita seperti ini. Akan banyak Partiwi menjadi korban pemerkosaan. Kalian pun kelak jika tidak tertular penyakit itu, juga menjadi korban seperti ini. Aku ingin para pemerkosaku itu ditangkap dan dihukum agar tak ada lagi kejahatan seperti itu. Namun ternyata justru para penegak hukumnya sendiri telah tertular virus keanjingan dan kebabian. Maka mereka juga menjadi bagian dari pemerkosa itu.” Tubuh Partiwi yang semasa muda tampak molek dan indah, kini terlihat kurus layu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Partiwi tersenyum pahit, memandang anak-anak muda yang membesuknya. Tiba-tiba sinar kemilau datang dari langit mengangkat tubuh Partiwi. Partiwi melebur ke dalam sinar itu, membias, memencar, bersatu dengan alam. Hari itu adalah hari kemoksaan Partiwi, ketika gunung-gunung es di kutub bumi mulai bergeser dan iklim mengalami kekacauan, bencana alam muncul di mana-mana. Panas tubuh Partiwi menjadi pertanda semakin panasnya bumi, ketika banyak manusia yang menderita penyakit keanjingan dan kebabian dengan nafsu birahi kekayaan, kekuasaan yang semakin berkobar-kobar, merontokkan gunung-gunung, memporak-porandakan isi tanah, menyemburkan lumpur panas, menumbangkan pepohonan hutan yang menjaga ketentraman mata air yang bening, menumpahkan racun nafsu ke sungai-sungai hingga mengalir ke laut. Hukum yang dibuat tak mampu mencegahnya sebab hukum tak berlaku bagi anjing dan babi. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Bumi bergolak, meronta, tak sekedar meraung dalam tangis, tapi menjerit pilu. Semakin lama semakin tak ada manusia. Bumi semakin dipenuhi anjing dan babi. Kelak, bumi akan tergenang air bah. Tak ada lagi Nuh yang menawarkan bahtera. Kelak, lautan akan bergolak. Tak ada lagi Musa yang membelahnya dengan tongkat. Manusia menghancurkan diri mereka sendiri.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Surabaya, 14/3/2008 </span></p>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-46946701513498152112008-01-31T22:30:00.000-08:002008-01-31T22:33:39.425-08:00Syair Bandit Kecil<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kemarin kita bertemu di Tanah Abang</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Membicarakan berapa bagian masing-masing</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Memang, tak ada perjanjian yang terang</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tapi bukankah kita ini saudara seanjing</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hidup di atas tikar etika yang miring</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Dipimpin para imam bermata juling</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kemarin kita juga pergi ke Tugu Monas</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Menyetubuhi perempuan tak berkelas</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sungguh nikmat beralas koran bekas</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Sambil menertawakan derita tanpa batas</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hari ini, katanya kita menanggung dosa</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita banyak dihina dan dicerca</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Katanya, kelak kita akan masuk neraka</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Baiklah, kita tak dapat membayar pengacara</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita akan membela diri dengan asal bicara</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita memang bandit</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tapi kita tidak pernah mengambil kredit</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">yang menjadikan nasib orang banyak sebagai agunan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">sehingga menebarkan segala penderitaan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita yang menjadikan negara sebagai pelacur?</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita yang membuat harga diri bangsa menjadi babak-belur?</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hai Tuhan yang memberi dosa!</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bagaimana Kau memberi makan pelacur jalanan?</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yang dengan tersedu-sedu telah menjual dirinya</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hanya untuk mempertahankan hidup yang Kau berikan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hai Tuhan yang punya neraka!</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Bagaimana kau memberi makan orang melarat?</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yang menahan derita dalam kejaran lapar</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hanya untuk mempertahankan hidup yang Kau berikan</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Andainya saja negara ini tak dijadikan pelacur</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hidup kami tak perlu hancur</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Besok kita akan bertemu di plasa-plasa</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Untuk sedikit mencopet dompet orang kaya</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Hanya untuk makan sekedarnya</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tidak sampai untuk bisa membeli sepeda</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Apalagi sampai merugikan negara</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Yah, kita mungkin tetap akan mencuri</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Toh jika kita ditangkap para polisi</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Kita tidak akan diadili oleh pengadilan tindak pidana korupsi</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tempat para bandit berdasi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Jika kelak kita menjabat, kita juga korupsi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Tanpa henti!</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN">Surabaya, 23 Oktober 2004. </span></p>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-56343896709159928452008-01-18T23:48:00.000-08:002008-01-18T23:50:01.719-08:00Takaran HidupTakaran Hidup<br /><br />Hati-hati,.. sibak sedikit rerimbun bunga itu..!<br />Jangan sampai daunnya rontok, atau tangkainya patah..!<br /><br />Hela nafas, sentuh kedalaman udara<br />ya, benar kita tak bisa hidup tanpanya<br />berapa yang bisa kita rindu..<br />sebatas apa tirai tersentuh<br />padahal belum terbuka.<br /><br />Kamu lupa dengan janjimu<br />untuk menengok aku di lembah berbatu<br />langitmu tertutup awan putih bergumpal<br />sorak-sorai para peri menjadi gemuruh hitam<br />bah tertumpah, aku tenggelam<br />aku masih hidup, tapi mendung masih hitam<br /><br />Bunga yang kusayangi hanyut lenyap<br />Aku bisa menanamnya lagi yang baru, tapi harus menunggu<br />Kamu tak akan mampu menunggu<br />sebab kamu di belakangku, membatu.<br /><br />Kedatanganmu di tempatku: lembah berbatu,<br />bukan karena kemauanmu, tapi sebab banjir itu.<br /><br />Baiklah,... tinggal berapa hidup kita?<br />Mari kita takar dengan kaleng bekas tempat susu ini.<br />Bekas para ibu menipu bayi-bayinya.<br />Bekas para bapak yang menjadi panitia.<br />Panitia kehancuran dunia.<br /><br />(Wah, bunga yang kutanam sudah bermekaran.<br />Aku akan menjaganya,<br />jangan ada yang menjadikannya penghias pusara.)<br /><br />Berapa harga hidupmu per-kaleng susu 1.000 gram-an?<br />Ayo takarlah! Nanti kita tawarkan di pasar!<br />Hidupku gratis, jadi tak perlu kutakar.<br />Benar, aku (tidak) bohong.<br />Tanya bunga itu jika tak percaya!<br />Sebelum langit runtuh.<br />Atau tak perlu.<br />Tak perlu!<br />Tak ada gunanya bagimu.<br /><br />Surabaya, 19/1/2008.Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-67393352606055141642007-12-15T04:12:00.001-08:002007-12-15T04:19:27.519-08:00Cerkol = Cerita Kolor Ijo<p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN">Soal kolor ijo<a style="" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>, aku ingat kisah celana komprang<a style="" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> yang biasa dipakai oleh kekekku, Mbah Roso. Warnanya hijau tua, dan kolornya juga hijau tua. Mungkin saking sudah terlalu lama, ada bagian-bagian pinggir yang warnanya mulai pudar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Biasanya orang suka celana hitam dengan kolor putih, tapi Mbah kok pakai celana hijau to Mbah. Kok aneh?” tanyaku. Waktu itu umurku delapan tahunan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Bocah cilik, ndak usah tanya macam-macam!” jawab Mbah Roso sambil mengelus kepalaku.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Tapi ketika aku sudah SMA, aku bertanya lagi. Waktu itu Mbah Roso sudah semakin tua, umurnya delapan puluh tahunan, menurut ibuku.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Mbah aku masih penasaran dengan warna celana sampeyan itu?”<a style="" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> tanyaku.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Aku memang mau cerita kepadamu Le.<a style="" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Sudah waktunya. Umurmu sudah cukup untuk berpikir tentang suatu peristiwa. Sudah ngerti benar-salah.”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Lalu kakekku menceritakan bahwa celana komprang berwarna ijo atau biasa disebut kolor ijo itu adalah peninggalan dari almarhum orang tuanya yang bernama Suromarto Dipokusumo Menggolo atau dikenal dengan Mbah Marto. Konon, kolor ijo itu adalah kolor yang sakti. Kolor ijo itu telah menjadi teman Mbah Marto dalam perjuangannya melawan kolonial Belanda sampai jaman Jepang. Setelah Jepang pergi, Mbah Marto meninggal dunia dan kolor itu diwasiatkan kepada Mbah Roso. Pada jaman agresi Belanda Mbah Roso juga menggunakan kolor itu untuk melawan pasukan sekutu.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Setelah jaman kemerdekaan, kolor ijo itu sering dipinjam oleh teman-teman Mbah Roso. Konon, akibat kehebatan khasiat kolor ijo tersebut maka ada teman Mbah Roso yang bisa menjadi anggota DPR, DPRD, Bupati, Walikota dan bahkan ada yang menjadi menteri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Tapi sampeyan sendiri kok ndak jadi apa-apa to Mbah?” tanyaku kepada Mbah Roso.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Aku juga ndak minat jadi apa-apa. Cukup jadi petani, hidup tenang, tidak ada yang mengejar-ngejar. Aku tidak berani Le untuk memegang jabatan sebab disamping itu tugas berat, sekolahku juga tidak tinggi sehingga aku kuatir tidak menguasai ilmunya.”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Aku menjadi mengerti sedikit kisah dari kolor ijo tersebut. Hanya saja, aku belum pernah memperoleh jawaban atas rasa penasaranku, mengapa warnanya kok hijau. Tapi, aku mulai mengurangi rasa ingin tahuku itu. <o:p></o:p></span></p> <p style="font-style: italic;" class="MsoTitle"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN">***<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Kini Mbah Roso telah tiada. Kolor ijo itu menjadi milikku, sebab ternyata Mbah Roso mewasiatkan kolor itu kepadaku. Hal itu membuat bapakku iri. Mestinya, menurut tradisi, bapakku sebagai anak tertua Mbah Roso berhak mewarisi kolor ijo itu. Tapi Mbah Roso almarhum mempunyai alasan bahwa bapakku tidak pantas mewarisi kolor ijo itu sebab bapakku telah berpoligami, isterinya dua.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Di dalam surat wasiatnya yang sangat panjang Mbah Roso menyatakan suatu alasan bahwa kolor ijo itu tidak boleh jatuh ke tangan laki-laki berpoligami sebab dapat menimbulkan bahaya atau naas. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Mbah Roso juga berwasiat agar aku tidak melakukan poligami dan agar aku juga berwasiat yang sama terhadap semua anak laki-lakiku kelak, agar di dalam trah atau dinastiku tidak ada laki-laki yang berpoligami. Kakekku itu juga menyatakan bahwa laki-laki berpoligami adalah manusia serakah yang bangga mengobral kelelakiannya, tertipu oleh imajinasinya sendiri, serta tidak mempunyai pikiran yang adil guna menghormati kemanusiaan kaum perempuan. Mbah Roso menyatakan bahwa bapakku adalah satu-satunya kutu busuk di dalam trah Suromarto Dipokusumo Menggolo.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Tapi kadang-kadang aku juga berpikir, seandainya di jaman ini tidak ada perempuan yang mau dimadu, maka bapakku pun tidak akan bisa berpoligami.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p style="font-style: italic;" class="MsoTitle"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN">***<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Tujuh tahun kemudian setelah meninggalnya Mbah Roso, sinar matahari semakin memerah, rembulan telah pucat-pasi, bumi sering diguncang gempa, direndam banjir, dan diresapi polusi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN">“Le, Sarmin. Bapak mau meminjam kolor ijo peninggalan Mbah Roso. Bapak punya keperluan.” pinta bapakku. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Aku tak sempat berpikir keperluan apa yang dimaksudkan bapakku itu. Pikiranku bertengger di bahu kebimbangan. Aku ingat pesan kakekku untuk tidak memberikan atau meminjamkan kolor itu kepada orang yang berpoligami. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Akhirnya aku memutuskan untuk menolak permintaan bapakku karena ingat wasiat Mbah Roso yang juga telah diketahui bapakku itu. “Maaf Pak! Aku tidak berani melanggar wasiat kakek,” jawabku dengan muka tertunduk.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Jawabanku itu menjadi titik yang menyedihkan. Sebab akhirnya terjadi pertengkaran antara aku dengan bapakku, sampai-sampai isteriku membawa dua anakku yang masih kecil-kecil keluar dari rumah. Pertengkaran itu berakhir ketika bapakku terjatuh karena stroke-nya kumat, sehingga harus dibawa ke rumah sakit. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Kulihat ibuku dengan setia menunggui bapakku. Tiga hari kemudian<span style=""> </span>isteri kedua bapakku alias ibu tiriku, yang biasa kupanggil Bulik Mariam, baru muncul menjenguk. Kulihat ibuku dan Bulik Mariam itu rukun, dan memang belum pernah aku melihat mereka bertengkar. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Setelah beberapa menit Bulik Mariam menunggui bapakku, ia keluar ruangan dan menggeret tanganku. Selama ini aku memang mempunyai hubungan yang baik dengan ibu tiriku itu, meskipun almarhum Mbah Roso tidak pernah mau berbicara dengannya. Pernah suatu saat aku bertanya tentang perasaan ibuku kepada Bulik Mariam, tapi ibuku hanya menjawab dengan senyuman dan mencubit hidungku. Jadi, aku menganggap cinta segitiga itu tanpa konflik apa-apa. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN">Tapi aku pernah bertanya-tanya dalam hati, benarkah sebegitu ikhlas hati ibuku ketika bapakku kawin lagi? Hanya saja, herannya ada juga perempuan yang mau menjadi isteri kedua. Bagaimana ya kira-kira Bulik Mariam itu memikirkan perasaan ibuku?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Ada apa to Bulik?”<a style="" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> tanyaku kepada Bulik Mariam, setelah kami berada di tempat yang agak jauh dari ruangan bapakku dirawat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Lha iyo to Min. Bapakmu itu lo kok ya aneh-aneh. Dia akan mencalonkan diri jadi anggota DPRD. Lha orang sudah bau tanah kok ya masih ambisius. Katanya ia mau pinjam kolor ijo milikmu itu lo.”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Gini lo Bulik. Kolor ijo ini kan peninggalan Mbah Roso. Bulik tahu kan? Menurut Mbah Roso, aku tidak boleh meminjamkan kolor itu sama siapa saja, termasuk kepada bapak. Lha masak aku harus mengingkari janji?”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>“Ya sudah. Itu nggak usah dirembug!” jawab Bulik Mariam. Aku lihat ia begitu sederhana dan cantik. Pantas jika bapakku tergila-gila dengannya. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoTitle" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Yang mengganjal batinku adalah: selama ini bapakku tidak pernah berpolitik. Benarkah kata Bulik Mariam bahwa kolor ijo itu akan dijadikan bapakku untuk memuluskan jalannya menjadi anggota DPRD?<o:p></o:p></span></p> <p style="font-style: italic;" class="MsoTitle"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN">***<o:p></o:p></span></p> <p style="font-style: italic;" class="MsoBodyText"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Sejak perisitiwa perselisihanku dengan bapakku itu, hubungan keluarga kami menjadi renggang. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Tapi yang sungguh-sungguh membuatku kaget adalah kabar bahwa Bulik Mariam menggugat cerai ayahku, padahal kelihatannya tidak ada masalah.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Aku dan ibuku tidak berani mencampuri urusan bapakku dengan Bulik Mariam. Kami tidak berani menanyakan masalah tersebut. Tapi bagaimanapun juga akhirnya bocor juga informasi tentang penyebab keretakan hubungan suami-isteri antara bapakku dengan Bulik Mariam. Ternyata Bulik Mariam ingin mempunyai anak, tetapi bapakku sudah tidak mampu memberi nafkah batin. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Kalau kuhubungkan dengan permintaan bapakku meminjam kolor ijo milikku, mungkin ada kaitannya dengan masalah itu. Sebab sepengetahuanku, bapakku tidak pernah menjadi aktivis atau anggota partai politik sehingga tidak mungkin mencalonkan diri menjadi anggota DPRD.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Ternyata perselisihan bapakku dengan isteri keduanya itu tidak hanya pada soal perceraian, tapi bapakku ditahan kepolisian atas laporan Bulik Mariam dengan tuduhan menggelapkan harta gono-gini. Tidak hanya itu. Rumah tempat tinggal ibuku pun disita oleh pengadilan karena gugatan Bulik Mariam. Itu jelas sudah ngawur sebab rumah ibuku tidak ada kaitannya dengan gono-gini bapakku dengan Bulik Mariam. Ibuku hanya bisa menangis.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Yang lebih menyedihkan lagi, bapakku akhirnya meninggal dunia akibat serangan stroke sewaktu ditahan di Kepolisian. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-style: italic;" align="center"><span lang="IN">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Suatu saat, ketika malam telah menggulung keramaian, aku mengambil kolor ijo dari kotak penyimpanannya. “Adakah ini menjadi penyebab semua masalah itu?” tanyaku dalam hati. “Seandainya aku dahulu meminjamkan kolor ijo ini kepada bapakku mungkin masalah tidak akan serumit itu,” gumamku sendiri. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Sudah empat malam aku tak bisa tidur. Pikiranku selalu gelisah. Aku tidak mengerti yang harus kuperbuat. Untuk menyewa pengacara, aku kuatir malah menjadi korban kebohongan pengacara seperti yang pernah dialami tetanggaku. Tak habis-habisnya aku berdoa, meminta pertolongan Tuhan, tapi apakah Tuhan mau memperhatikan doaku sebab selama ini aku sering melupakanNya ketika keadaanku masih lapang? <span style=""> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Aku pun berpikir, jika kolor ijo itu mengandung tuah seperti yang diceritakan Mbah Roso almarhum, mestinya bisa membantuku.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Hai kolor ijo! Bagaimana menurutmu tentang masalah yang kami hadapi?” tanyaku. Aku menjadi merasakan keanehan pada diriku, sebab sebenarnya dari hatiku yang paling dalam tidak yakin dengan kepercayaan tentang kasiat atau tuah suatu benda, termasuk kolor ijo itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Beberapa saat aku mulai merasa menjadi gila sebab berbicara dengan kolor ijo, makhluk mati itu. Sia-sia, sebab kolor ijo itu toh benda mati yang tak dapat menjawab pertanyaanku. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Hawa dingin masuk ke dalam rumahku. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Assalamu’alaikum.” Aku tidak pernah bisa melupakan bahwa yang terdengar adalah suara Mbah Roso. Aku ragu-ragu, sebab Mbah Roso sudah meninggal.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Wa’alaikumussalaam,” jawabku. Kubuka pintu dengan perlahan-lahan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Le, Sarmin. Aku datang ke sini hanya sebentar saja, sebab kesedihanmu kudengar dari tempat tinggalku sana.” Benar-benar Mbah Roso yang datang. Ia masuk rumah dan duduk. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Namun aku sedikit ragu, apakah benar yang bicara denganku adalah almarhum Mbah Roso. Tapi aku juga pernah membaca buku ulama Syi’ah, Najafi Qucani, yang menceritakan pengalaman matinya. Katanya, roh orang mati itu kadang-kadang juga mengunjungi keluarganya di dunia, meski dalam buku itu tidak diceritakan sampai terjadinya pembicaraan antara roh Najafi dengan keluarganya di dunia. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Ada banyak rahasia yang tak kuketahui. Kisah Najafi yang diakuinya nyata itu bisa benar atau tidak. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Bapak telah meninggal gara-gara keinginannya untuk memiliki kolor ijo itu tak terpenuhi. Sekarang menjadi masalah yang melebar tidak karu-karuan Mbah,” kataku. Hawa dingin semakin menusuk tulangku.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Tidak, Le. Bapakmu mati karena takdirnya sudah sampai. Ia sakit stroke akibat terlalu sering menuruti keinginannya tetapi jiwanya tidak tenang. Sekarang kematian telah membuatnya tenang,” kata Mbah Roso, wajahnya tampak putih dan segar. “Untuk menghadapi gugatan Mariam itu, datangilah ia di rumahnya dengan membawa kolor ijo ini. Mintalah kepadanya agar ia mencabut gugatannya dengan memberikan kolor ijo ini kepadanya. Kukira hanya itu saranku. Wassalamu’alaikum.” Mbah Roso pun lenyap dari hadapanku.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>“Wa’alaikumussalaam,” balas salamku. Aku gelagapan mengalami peristiwa yang belum pernah kualami itu, bertemu roh orang mati.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Lalu apakah pengaruhnya jika aku memberikan kolor ijo itu? Pertanyaan itu berkecamuk di otakku. Tapi aku akan menuruti saja pesan Mbah Roso itu. Aku sendiri sebenarnya merasa rikuh menyimpan kolor ijo sebab aku ini orang rasional yang tidak percaya tuah benda-benda seperti itu.</span></p> <p style="font-style: italic;" class="MsoBodyText"><span style="font-size: 12pt;" lang="IN"><span style=""> </span>Ternyata benar, Bulik Mariam bersedia mencabut gugatannya. Ia sangat senang menerima kolor ijo dariku. Bahkan secara terang-terangan ia berkata kepadaku bahwa ia telah berhasil menggeser trah Suromarto Dipokusumo Menggolo untuk memiliki kolor ijo.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; font-style: italic;" align="center"><span lang="IN">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Tiga bulan kemudian Bulik Mariam sudah menikah lagi dengan seorang laki-laki yang usianya delapan tahun lebih muda. Anehnya, setiap sore hari suami Bulik Mariam terlihat selalu memakai kolor ijo itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Tetapi belum sampai dua tahun sejak perkawinan mereka, suami Bulik Mariam itu menikah lagi dengan seorang perawan sebagai isteri keduanya. Ia berpoligami. Bulik Mariam kelihatan semakin kurus dan sakit-sakitan. Hingga akhirnya terjadi peristiwa mengenaskan, kolor ijo itu tercemar merah darah sebab Bulik Mariam memotong kelamin suaminya itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Sejak itu yang kudengar kolor ijo itu menjadi barang bukti kasus pemotongan kelamin itu dan hingga kini entah siapa yang menguasainya. Bulik Mariam sendiri saat ini masih dirawat di rumah sakit jiwa. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><span style=""> </span>Pernah suatu saat ibuku, isteriku dan aku menjenguk Bulik Mariam, tapi<span style=""> </span>Bulik Mariam terus-terusan berusaha merangkulku dengan berkata, “Kolor ijo, ayo beri aku anak! Ayo beri aku anak!” Akibatnya isteriku cemberut, cemburu dengan perempuan tidak sehat akalnya itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; font-style: italic;"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> <div style="font-style: italic;"><!--[if !supportFootnotes]--><br /> <hr align="left" size="1" width="33%"> <!--[endif]--> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> Kolor = tali celana. Ijo = hijau.</span></p> </div> <div style="" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> Celana komprang = celana yang ukurannya besar.</span></p> </div> <div style="" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> Sampeyan = kamu, dalam tingkatan krama madya.</span></p> </div> <div style="" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> Le dari kata Tole = panggilan untuk laki-laki yang lebih muda.</span></p> </div> <div style="" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: "Times New Roman";" lang="IN">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> Bulik dari kata Ibu Cilik = Bibi.</span></p> </div> </div>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-5265304564445568942007-11-25T01:04:00.000-08:002007-11-25T01:20:19.562-08:00Presiden Terancam PHK !<span style="font-size:100%;"><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">Puisur = puisi nemu di bawah kasur.</span></span><br /></span> <p><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Den (aku memanggil Presiden) !<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" ><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Lebarkan telingamu!<br />Lebarkan matamu!<br />Bentangkan sayapmu!<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Kemelankolisanmu taruh di sudut kamar kekuasaan!<br />Keromantisanmu simpan dulu di kolong peraduan!<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Kau tahu <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:state>, ini negara perompak?<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Kau tahu <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:state>, pornografi ada di catatan pembukuan negara?<br />Kau tahu <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:state>, pornoaksi ada di pengelolaan dana negara?<br />Kau tahu <st1:state st="on"><st1:place st="on">kan</st1:place></st1:state>, ada mafia bergentayangan memamerkan kelaminnya?<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Kau tahu negara besar ini jadi kerdil?<br />Kau tahu negara kaya ini jadi gelandangan?<br />Kau tahu negara pemenang ini jadi pecundang?<br />Kau tahu negara agamis ini merendahkan Tuhan?<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Kau tahu......... ! Tahu semua! Tahu !<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Letakkan gitarmu, ambil pedangmu!<br />Pimpin rakyatmu maju perang untuk menang!<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Robohkan gedung mahkamah agung yang linglung!<br />Bakarkan gedung Jaksa Agung yang penuh lempung!<br />Hancurkan gedung kantor polisi yang penuh prostitusi!<br />Gusurkan kantor advokat yang penuh orang bejat!<br /></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Jangan ragu, bangun yang baru!<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Kau tak akan bisa menuai padi yang kau tanam di sawah negara,<br />jika kau biarkan tikus-tikus melahirkan anak-anak mereka.<br />Kau tak akan bisa menikmati hasil ternak di peternakan negara,<br />jika kau biarkan serigala mengikuti program keluarga berencana,<br />apalagi jika kau biarkan mereka beranak-pinak semaunya. <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Jika kau tak bisa maju....., mundur saja!<br />Percuma kami menggaji orang tak bisa kerja!<br />Hanya jadi beban negara!<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" >Mundur jika tak bisa kerja, daripada kami PHK!<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" > <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: left;"> </div><p style="text-align: left;"><span style="font-style: italic;font-size:100%;" ><st1:city st="on"><st1:place st="on"><span style="font-family:Arial;">Surabaya</span></st1:place></st1:city></span><span style=";font-family:Arial;font-size:100%;" ><span style="font-style: italic;">, 25/11/2007.</span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-31343800614360290442007-11-24T22:28:00.000-08:002007-11-24T23:22:18.532-08:00Kisah Batu Akik di Jagal Timur<span class="content"><div align="justify"><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;font-size:85%;" >(Sebuah cerbeng = cerita rombeng)</span><br /><span style="font-style: italic;">Lebih dulu di</span>: <br />http://www.fordisastra.com/modules.php?name=News&file=article&sid=569<br />( 24/11/2007)</span><br /><br /><span style="font-size:100%;">Di suatu gelap, di musim yang lalu, ketika itu hujan batu. Hujan batu; yang turun batu hitam, batu <em>plapak</em>, batu karang, batu bata, batu gunung, dan tak ketinggalan ada secuil batu akik yang terukir, lengkap dengan cincinnya. Cincin akik itu satu-satunya barang bukti yang ditemukan dalam kerusuhan pemilihan kepala daerah (pilkada) propinsi Jagal Timur. Kantor gubernur dan DPRD hancur dihujani batu ketika matahari masih pulas tertidur menjelang ayam jantan berkokok. Patut diduga, kaum perusuh itu pendukung pasangan cagub-cawagub H. Kamat, SH – Ir. Sukar (disingkat Kasur) yang kalah suara selisih tiga ribu suara dengan pasangan Drs. Ngilam – Kopmar, ST. (disingkat Ngamar).<br /><br />Sebelumnya memang ada isu bahwa para pendukung Kasur akan protes massal kepada Komisi Pemilihan Kepala Daerah (Kompilkada) Jagal Timur yang dianggap memihak pasangan Ngamar. Anehnya, para intel polisi di Jagal Timur mengaku tidak mencium rencana serangan fajar hujan batu yang memorak-porandakan gedung pemerintahan di ibukota Jagal Timur. Di koran-koran dan televisi muncul opini dan komentar para analis politik, sosial dan hukum yang menuduh kepolisian telah memihak sehingga sengaja membiarkan kerusuhan itu terjadi. Kapolda Jagal Timur dengan senyumnya menepis isu itu. ”Kami bekerja untuk negara, bukan untuk golongan,” kata Kapolda Jagal Timur. Kelompok pendukung pasangan Kasur membantah. ”Itu fitnah! Kami akan menuntut para komentator yang asal <em>njeplak</em> itu! Ini negara hukum. Kami akan protes keberpihakan Kompilkada dengan aksi demo yang sesuai dengan hukum. Para perusak itu adalah orang-orang bayaran yang sengaja menyulut situasi!” Isu pun bertambah melebar, bertambah tinggi, setinggi muncratan lumpur Lapindo di Jawa Timur yang berkali-kali membuat tanggulnya jebol. </span></div><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><div align="justify"><span style="font-size:100%;"> Pelantikan pasangan Ngamar ditunda atas keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Atas Angan dengan alasan: untuk menghindari ketidakamanan sosial. Para pendukung kubu Ngamar mengancam akan menduduki ibukota Atas Angan jika Menteri Dalam Negeri tidak menganulir keputusannya. Sementara itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Atas Angan tidak melakukan apa-apa atas laporan Kompilkada Jagal Timur. ”Kami terserah Pak Menteri ajalah,” kata Prof. Sumumpung, SH, ketua KPU, dengan santai. <br /><br />Para wartawan mendesak Kapolda Jagal Timur tentang hasil penyelidikan kepolisian terkait perusakan kantor pemerintahan Jagal Timur. ”Kami sudah mengantongi nama pemilik cincin akik yang kami temukan di tempat kejadian perkara (TKP), tapi untuk kepentingan penyelidikan yang belum selesai maka saya rahasiakan dulu siapa dia. Maaf ya!” kata Kapolda Jagal Timur disambut suara gerutu para wartawan. Besoknya, sebuah koran nasional ternama membuat judul berita: ”Otak Pelaku Kerusuhan Jagal Timur di Kantong Kapolda!” <br /><br />Judul berita itu menimbulkan kesalahan persepsi anak-anak SMP di pusat kota Jagal Timur. Mereka demo ke Polda Jagal Timur, membawa poster-poster dengan tulisan, ”Rebut Isi Kantong Kapolda untuk Rakyat!” ”Di Kantong Kapolda Ada Otak Kerusuhan.” dan lain-lain. Kapolda Jagal Timur yang dikenal ramah itu maunya menemui anak-anak SMP yang mendemonya. Tak tahunya anak-anak SMP itu mengeroyok Kapolda dan menggeledah kantong-kantongnya. ”<em>Wah, nggak ada! Nggak ada</em>! Di saku Pak Kapolda <em>nggak</em> ada otak! <em>Nggak ada</em> .....! Ini yang bohong Pak Kapolda atau koran?” Anak-anak itu ribut dan kecewa. Sementara itu Kapolda segera diamankan anak buahnya, meski Kapolda maunya masih ingin bincang-bincang dengan anak-anak SMP. Besoknya lagi muncul judul berita: ”Anak-anak SMP Pendemo Kapolda Dihukum <em>push-up</em> di Sekolah!” Para aktivis pegiat pendidikan demo! Tak pelak kasusnya melebar ke isu pendidikan koersif. Jagal Timur semakin ribut. +++ <br /><br />Tiga bulan kemudian pasangan Ngamar dilantik menjadi Gubernur Jagal Timur. Pelantikannya ibukota Republik Atas Angan. Di ibukota Provinsi Jagal Timur, pasukan pagar betis Polda Jagal Timur tak mampu menahan gerak massal pendukung pasangan Kasur yang mengamuk. Tak pelak gedung gubernuran dan DPRD Jagal Timur yang belum sempat direnovasi akibat kerusuhan pertama, menjadi rusak semakin parah, terbakar habis, rata menjadi tanah. Polisi berhasil menangkap 150 pelaku kerusuhan yang diduga otak kerusuhan. Ribuan lainnya tak diusut, sebab pasti akan menghabiskan anggaran kertas dan tinta komputer jika harus membuat berita acara untuk ribuan orang. Apalagi penjara tak akan cukup menampung ribuan orang. <em>Wong</em> korupsi massal di DPRD Sirobonek tahun 1999 lalu hanya menjerat tiga otaknya dan melepaskan 20-an buntutnya, apalagi kasus kerusuhan itu melibatkan ribuan orang? <br /><br />Singkat cerita, karena ini cerita pendek, 150 orang dibawa ke pengadilan dan masing-masing dihukum setahun penjara. Tak ada upaya banding. Mereka menerima putusan itu. Tapi 150 orang itu tidak kelihatan sedih. Mereka cengengesan seperti Mucalas, Kamarozi dan Imam Danau terpidana teroris di negara Indosa itu. Orang-orang curiga, mengapa begitu? Ketika ada wartawan yang bertanya, mengapa mereka kelihatan tidak bersedih padahal dihukum. Mereka menjawab, ”Kami ini berjihad, membela kebenaran. <em>Kerangkeng besi tak akan mampu mengurung jiwa kami! Biarpun langit menelungkup membekap bumi dan tubuh kami, roh dan jiwa kami</em> <em>tetap bebas merdeka! Dalam kemerdekaan tak ada derita! Dan jika masih ada derita, kemerdekaan hanya tipudaya! Allaahu akbar! </em>Wah, pelaku kerusuhan itu juga ada yang punya bakat menjadi penyair. <br /><br />Pasangan Ngamar mulai menjalankan tugas. Tak ada demo lagi. Tak ada lagi tanda tanya tentang siapa otak kerusuhan pertama. Tatap masih di kantong Kapolda Jagal Timur. Tak ada lagi media massa yang mengorek-ngorek kasus kerusuhan itu. Isu sosialnya berubah ke arah dugaan korupsi yang dilakukan mantan gubernur Makmum Iatnas. <em>Kok</em> pasti begitu. Di negara Atas Angan memang punya ciri khas korupsi. Jadi pejabat kalau <em>nggak</em> korupsi rasanya badan jadi gatal semua. Tapi para penegak hukumnya juga pejabat yang hobi korupsi. Jadinya lucu, koruptor disuruh memberantas koruptor. Akhirnya koruptor ketemu dengan koruptor. Karena sesama golongan, maka penyelesaian hukumnya <em>ya </em>bagi-bagi hasil korupsi. Situasi seperti itu menjadi berkah bagi para advokat alias pengacara yang lebih banyak ahli menjadi makelar dibandingkan ahli hukum. <br /><br />Tapi perkembangan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Makmum mantan Gubernur Jagal Timur itu sulit diteruskan. Kata Kejaksaan Tinggi Jagal Timur, berdasarkan keterangan para ahli hukum administrasi negara dari Universitas Airlumpur, Universitas Bajulempung dan Universitas Otakcumplung ternyata tidak ada unsur pidananya. Hanya pelanggaran adminsitrasi. <em>Kok</em> persis dengan pendapat SR Balkan, Menteri Kehutanan dalam kasus perusakan hutan di Propinsi Saladna Utara. Repotnya juga, di negara Atas Angan konon pendapat ahli dari para guru besar juga gampang dibeli seperti semudah kita membeli bawang di pasar-pasar. Hanya saja yang bisa membeli pendapat ahli itu mereka yang kantongnya tebal isi uang, bukan isi klobot. Kalau kasus lokal tarifnya Fp. 5 jutaan. (Fp. singkatan Fuluspiah, mata uang Atas Angan). Kalau kasus nasional <em>ya</em> ratusan juta fuluspiah. Itu kaitannya dengan kebiasaan di kampus yang suka jual-beli karya ilmiah, kata Prof. Dufham DM yang juga guru besar hukum itu. Kampus-kampus sekarang menjadi persemaian benih-benih mental korupsi. +++ <br /><br />Hancurnya kantor gubernuran dan DPRD Jagal Timur membuat pemerintahan sementara dijalankan <em>numpang</em> di kantor Kota Sirobonek. Proyek pembangunan pembangunan gedung gubernuran dan DPRD dikebut, tanpa tender sebab dalam keadaan darurat. Hasil telisik wartawan majalah Langgeng menemukan fakta menarik. Ternyata perusahaan yang memegang tender pembangunan gedung pemerintahan Propinsi Jagal Timur adalah PT. Kadut, milik Kaji Alex, yang tak lain adalah sepupu dari H. Kamat, SH yang gagal menjadi gubernur Jagal Timur dalam pemilihan yang dimenangi pasangan Ngamar. Informasi terus diselidiki. Adalah wartawan majalah Langgeng bernama Komir yang menyamar masuk ke ruang-ruang yang tak dipedulikan orang. Di sana ada gelak tawa kemenangan dari orang-orang yang selama ini tampak kalah dalam pertarungan politik. Ternyata mereka tetap memenangkan persekongkolan ekonomi. Komir membuat hipotesa sebelum menurunkan sebagai berita investigatif. Ada dugaan kuat bahwa kerusuhan pertama dan kedua dalam pemilihan gubernur Jagal Timur tersebut sengaja dirancang. Pasangan Kasur dengan Ngamar sudah membuat kesepakatan di lorong gelap bahwa siapapun yang memenangkan pemilihan harus memberikan tender pembangunan gedung gubernuran dan DPRD yang berhasil dihancurkan. Mereka juga bersekongkol dengan para pimpinan polisi di pusat kota Jagal Timur. Ternyata penunjukan langsung PT. Kadut itu merupakan pelaksanaan perjanjian konspirasi itu. Uang negara Atas Angan di Propinsi Jagal Timur pun mengalir ke kantong-kantong mereka. Pantas saja 150 terpidana kerusuhan itu <em>cengengesan</em>. Rupanya mereka juga memperoleh uang bagian dengan cara dipenjara, untuk mengalihkan perhatian dan persepsi masyarakat. <br /><br />Namun, sebelum Komir sempat menyerahkan data-datanya ke redaksi, ada kabar ia ditangkap polisi dengan tuduhan menyimpan sabu-sabu di dalam tasnya. Komir membantah keras. Ia merasa dijebak. Tapi masyarakat tak tahu apa yang ada di balik semua itu. Komir meronta. Tubuhnya yang <em>cicih</em> diterkam keperkasaan kekuasaan yang tak akan pernah jera untuk selalu membohongi rakyatnya sebab memang negara Atas Angan didirikan dengan dasar prostitusionisme. Inilah negara pasar! Barangsiapa yang ingin makmur sejahtera harus menjual. Jual apa saja. Kekayaan negara harus dijual, tak peduli dengan harga murah. Orang miskin dijual. Anak-anak dijual. Perempuan dan laki-laki dijual. Kalau perlu isteri atau suami dijual. Diri-sendiri dijual. Harga diri dijual. Angin kentut jual! Air kencing jual! Jual semua, jangan ada yang tersisa. Jangan lupa Tuhan, jual! Sebab mereka hidup di pasar. Hanya nilai agama, kejujuran dan moral yang tak laku di pasar-pasar.<br /><br />Sebulan kemudian ada berita: ”Komir meninggal di ruang tahanan.” Selanjutnya nasib Komir seperti Udin, semakin dilupakan. Sebab Udin dianggap bukan pendekar HAM seperti Munir. Udin bukan penyair aktivis seperti Wiji Thukul. Udin bukan pahlawan buruh seperti Marsinah. Tapi setidaknya Udin masih hidup di jiwa-jiwa yang menemaninya. Udin bukan koruptor atau pembalak hutan yang tenar dalam kematian moral, mati jiwa dalam ketakutan di lorong-lorong persembunyian.<br /><br />Saya sebagai pengarang cerita ini berdoa, ”Semoga Tuhan tak menggerakkan tanganku untuk menulis: Mayat Komir juga dijual! Ya Allah, ampuni aku! Cerita rombeng (cerbeng) ini akan aku jual.....” <br /><br /><em>Ohya</em>..., lantas batu akik di awal cerita itu ternyata milik polisi. Akik itu dibeli dari Pak Sularto yang biasa dagang akik di pengadilan. Itu bukan akik milik agen CIA yang sering keluyuran di sini dan meledakkan bom bersamaan dengan bom ikan. Biar ini <em>nggak</em> jadi ’cermus’ atau cerita misterius. ”<em>Lha</em> batu akik itu kini siapa yang menyimpan?” Ingat, ini negara pasar! Ya dijual! Langit mulai menjauh, kian meninggi dari bumi Atas Angan. Ia takut, bisa-bisa akan dijual penguasa Atas Angan, atau dijaminkan sebagai utang di IMF atau World Bank. Hanya matahari yang tak peduli. Ketika langit lenyap maka gunung-gunung es bumi akan mencair, menenggelamkan daratan. Di mana hari itu tak ada lagi tawaran bahtera dari Nuh. Tak ada lagi tongkat Musa yang membelahnya.<br /><br />Sebab bahtera Nuh dan tongkat Musa tak akan mau datang di negeri pasar. Nanti akan dijual!</span> <em><span style="font-size:100%;"><em><br /><br />Kupersembahkan kepada terutama para pencuri dan pedagang asongan kekayaan negara</em>. (Surabaya, 24/11/2007).</span> </em></div></span>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-52271060029193161702007-11-22T22:55:00.000-08:002007-11-24T22:48:14.340-08:00Masuk Negara Akibat Poligami<div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoTitle"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;"><span style="font-size:78%;">Sebuah cerkol = cerita konyol</span><br /></span></span></p><p style="text-align: center;" class="MsoTitle"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">MASUK NERAKA AKIBAT POLIGAMI</span><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoBodyText" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Antrian panjang pada Pengadilan Akhirat. Ada banyak orang kulihat dieksekusi, dilemparkan ke neraka, setelah diputus oleh Yang Maha Adil. Diantaranya: para koruptor (yang meskipun naik haji berkali-kali dan tekun beribadah ritual), para bekas petualang seks, ada banyak polisi, jaksa, hakim dan pengacara yang memperjual-belikan hukum, ada bekas para politikus yang perbuatannya menipu rakyat. Bahkan ada juga orang yang ibadahnya sempurna tapi masuk neraka gara-gara pelit kepada orang-orang miskin. Yang membuatku kaget, ternyata semua presiden di dunia masuk neraka, dan banyak ulama yang ternama juga masuk neraka karena ilmunya. Hanya ada satu orang diantara sejuta orang, yang masuk surga. Mayoritas manusia penghuni neraka.</span></p><p class="MsoBodyText" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><br />Giliranku tiba. Tak perlu ada yang aku khawatirkan. Aku mempunyai begitu banyak harapan. Selama hidupku aku patuh menjalankan shalat, puasa, membayar zakat. Bahkan selama hidup aku sudah naik haji selama tigabelas kali. Aku juga berusaha keras menjaga perilaku kepada sesama hidup. Aku tidak merasa pernah punya musuh. Aku juga sudah memberi makan dan pakaian kepada Tuhan dengan cara memberi makan dan pakaian kepada<span style=""> </span>orang-orang miskin. Lalu apa yang harus aku takuti? <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Malaikat! Seret orang ini ke neraka! Aku muak dengan tampangnya yang busuk itu!” Perintah Tuhan kepada malaikat. Aku tersentak. Dadaku serasa penuh. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya Tuhanku Yang Maha Suci. Ampunilah hambaMu ini! Apakah kiranya kesalahan hamba?” tanyaku. Aku hampir saja menangis, tidak percaya dengan keputusan Tuhan itu. Alangkah bodohnya Tuhan, pikirku. Bagaimana Ia menilaiku? Aku merasa diperlakukan tidak adil. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya Tuhan kami. Maafkan hamba! Hamba tidak bisa menyeretnya ke neraka, sebab hamba tidak bisa mendekati orang ini, karena baunya terlalu busuk,” kata malaikat itu. Kulihat ia mulai menutupi hidungnya dan membuang muka.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku memang merasakan bau busuk. Aku mencoba membau tanganku, bajuku dan kakiku. Benar, bau busukku sangat menyengat. Ternyata itu bauku sendiri. Perasaanku mulai gundah. Mengapa aku menjadi busuk?</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya Tuhan. Apakah kiranya kesalahanku di dunia?” tanyaku kembali.<span style=""> </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Kamu poligami,” jawab Tuhan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku kaget dan heran dengan jawaban Tuhan tersebut. Bukankah hukumNya telah menghalalkan poligami? Bahkan, sebelum poligami aku sudah berkonsultasi dengan para ulama atau kyai. Mereka juga banyak yang poligami.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya Tuhan, bukankah syariatMu menghalalkan kami para pria untuk berpoligami?”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya betul. Tapi itu tidak berlaku dalam konteks hidupmu. Hakikatnya bukan seperti yang kamu lakukan. Kamu melakukannya hanya berdasarkan keinginanmu. Sebenarnya kamu adalah lelaki yang serakah dan kemaruk. Apakah kekurangan isteri pertamamu, sehingga engkau poligami?” tanya Tuhan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku gelagapan, tidak siap untuk menjawab pertanyaan Tuhan tersebut. Kalau kupikir, isteri pertamaku memang cukupan. Sebagai seorang isteri ia telah berlaku baik. Aku tidak perlu memperkosanya ketika aku membutuhkannya. Bahkan, kalau kupikir-pikir isteri pertamaku terlalu penurut. Tapi, isteriku yang pertama hanya memberiku tiga anak laki-laki. Setelah itu ia dinyatakan dokter tidak boleh hamil lagi karena kelainan rahimnya. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya Tuhan. Aku menginginkan anak perempuan, sedangkan isteri pertamaku tidak dapat melahirkan anak perempuan,” jawabku. Aku tidak memperoleh jawaban yang lebih tepat daripada itu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Kau harus tahu bahwa itu adalah ketetapanKu. Aku sudah memberimu kemampuan ekonomi, memberi isteri yang baik, serta memberimu anak-anak. Banyak orang yang tidak mempunyai anak. Tapi kamu masih merasa kurang. Kamu tidak bisa membohongiKu. Sebab keinginanmu mempunyai anak perempuan itu adalah setengahnya. Sedangkan setengahnya lagi, kamu memang mempunyai minat untuk kawin lagi. Bukankah begitu?”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku tidak bisa menjawab. Tuhan Maha Mengetahui, sekecil apapun pikiran dan perasaanku.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Mungkin begitu ya Tuhan. Tapi, bukankah Paduka tidak menjelaskan secara rinci tentang halalnya poligami itu?” tanyaku mencoba membela diri.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Di situlah letak kegoblokanmu sebagai manusia. Kamu sebenarnya sudah bisa berpikir bahwa hukumKu itu adalah untuk mengatasi suatu masalah atau perkara-perkara yang penting. Sesungguhnya kamu tidak mempunyai masalah apa-apa. Isteri keduamu juga tidak mempunyai problem apa-apa. Kalau kamu tidak mempunyai anak perempuan, itu bukanlah masalah. Tidak mempunyai anak laki-laki juga bukan masalah. Bahkan kalau otakmu waras, tidak mempunyai anak pun juga bukan masalah. Justru anak-anak dan harta kalian itu merupakan cobaanKu.”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Lalu, poligami itu untuk memecahkan persoalan yang bagaimana ya Tuhan? Bukankah, dengan merumuskan hukum poligami itu maka seolah-olah Paduka memberi peluang kepada kami? Paduka adalah Tuhan yang Maha Mengetahui, sedangkan kami adalah manusia yang sedikit pengetahuan kami. Lalu, untuk apa hukum poligami itu ada?” Aku mencoba menyudutkan argumen Tuhan dengan pertanyaan itu. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Goblok! Kau belajar hukum tidak melihat konteks, tapi hanya memahami arti teksnya saja. Kau boleh melakukannya jika dalam rangka menyelamatkan harkat kemanusiaan dan kelestarian generasi. Penduduk di negaramu sudah terlalu banyak dan banyak yang menjadi beban negara. Di jamanmu justru banyak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Sudah tidak ada lagi jalan penyelamatan harga diri perempuan melalui poligami, malah sebaliknya sekarang ini poligami menjadi alat penghinaan kaum perempuan. Aku menghukummu, sebab kau melakukan poligami atas dasar nafsu atau keinginan. Kau melukai perasaan isteri pertamamu yang telah turut berjuang membantu kehidupan keluargamu. Aku menciptakan perempuan bukan untuk pemuas keinginan laki-laki, tapi sebagai bagian dari tanda-tanda kebesaranKu. Akuilah, bahwa perbuatanmu itu didasari keinginanmu!”<span style=""> </span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku tak kuasa lagi melihat Tuhan yang selalu membelakangiku. Hilang sudah harapanku untuk memasuki surga. Dari punggung Tuhan aku melihat diriku tercermin. Badanku manusia tapi kepalaku adalah kepala anjing dengan lidah yang menjulur dan nafasku terengah-engah.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Malaikat! Cepat! Lemparkan anjing busuk ini ke neraka!” Tuhan berteriak. SuaraNya seperti guntur, memenuhi alam. Telingaku terasa pekak.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ampuni kami ya Tuhan! Bau manusia ini terlalu busuk! Bagaimana kami dapat mendekatinya?”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Tiba-tiba angin panas berhembus. Badanku ditarik oleh lidah api neraka. Aku menjerit-jerit dan melolong panjang. Tetapi, sebelum lidah api neraka melemparkanku ke dalam neraka, aku melihat isteri pertamaku berlari-lari memasuki ruang sidang. Suara tangisnya yang memanggil-manggilku menyebabkan lidah api neraka itu berhenti. Tubuhku terbakar di awang-awang. Alangkah lebih baik jika aku dimusnahkan saja atau tak pernah diciptakan daripada harus menahan derita.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya Tuhan! Saya memohonkan ampun atas dosa-dosa suami saya. Saya memaafkannya ya Tuhan!” kata isteri pertamaku terbata-bata. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Baiklah. Aku mengampuni dosa suamimu. Tapi bukan berarti suamimu harus enak-enakan bebas dari hukuman, sebab Aku ini Maha Adil. Ia telah menyebabkan deritamu oleh sebab ia menjalankan hukumKu bukan atas dasar pemikiran otak yang jernih, tapi atas dasar keinginan dan nafsunya.”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Maka lidah api neraka itupun segera melemparkan aku ke neraka. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Di dalam neraka aku bertemu dengan banyak laki-laki yang senasib denganku. Bahkan banyak diantara mereka adalah para kyai. Aku lihat mereka juga sama denganku, badan mereka manusia tapi kepala mereka adalah kepala anjing dengan lidah yang menjulur-julur. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku melihat kyai yang dahulu memberi konsultasi kepadaku tentang poligami. Meskipun kepala kami menjadi kepala anjing tapi di badan kami distempel nama masing-masing.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Benarkah bapak adalah Kyai Hozam?” tanyaku.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Oh, Anda ini Pak Sarmin ya?” laki-laki itu balik bertanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Iya Kyai. Bagaimana kita ini Kyai, kok ternyata bernasib begini gara-gara poligami?” tanyaku, seolah-olah meminta pertanggungjawabannya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya beginilah. Ternyata hukum Tuhan tidak dapat ditafsirkan dengan suatu keinginan. Pikiran kita dilumuri nafsu,” jawab Kyai Hozam.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Tapi belum genap pembicaraan kami, lidah api menjulur dan membakar tubuh kyai itu. Ia menjerit-jerit. Kulihat ia menggelepar kehausan. Lidah api neraka membawakan cairan nanah panas dan dituangkan ke mulut kyai itu. “Ini hukuman untuk ilmu sesatmu yang dipenuhi nafsu!” terdengar suara keras memekakkan telinga. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Aku melihat Kyai Hozam dalam deraan siksa yang sangat berat. Maklum, sebab di dunia ia berpoligami sampai empat isteri. Akupun juga disiksa bertubi-tubi, tetapi lebih ringan. Mungkin karena isteriku hanya dua.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Sementara para perempuan yang menjadi korban poligami di pinggir surga menangis sambil menjatuhkan bunga-bunga dan makanan surga kepada para suami mereka di dalam neraka. Kulihat isteri pertamaku juga melakukannya. Tapi makanan dan bunga-bunga itu hangus terbakar api neraka sebelum sampai di tangan kami.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Entah berapa lama aku harus mendekam, terbakar api neraka. Tapi untungnya isteri pertamaku masih memaafkanku. Jika tidak, maka akan lebih lama lagi deritaku di neraka.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Jika aku kehausan maka yang kuminum adalah nanah mendidih yang membuatku semakin kehausan. Barangkali itulah gambaran manusia, jika dipenuhi nafsu dan keinginannya, maka selalu kurang dan kurang terus. Entah berapa lama aku terendam dalam penderitaan yang tak terkira di neraka. Rasanya jauh-jauh lebih lama dari umurku di dunia. Seolah-olah sudah ribuan tahun.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Angkat manusia yang bernama Sarmin!” Suara menggema dari langit neraka. Betapa senangnya aku, sebab penderitaanku mungkin segera berakhir. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Para makhluk, mungkin utusan Tuhan, dengan baju hitam-hitam melemparkan aku ke dalam air pencucian. Mereka menggunakan masker, sebab bau penghuni neraka memang busuk-busuk. Selama satu jam aku dibolak-balik di dalam kolam pencucian. Kulihat para utusan Tuhan itu geleng-geleng kepala.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Astaghfirullah! Bau busuk manusia ini tak dapat lenyap sempurna,” kata yang satu.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya. Benar. Masih ada bau amisnya. Ya sudahlah, mungkin memang tidak dapat hilang. Kita serahkan saja kepada penjaga surga!” kata yang satunya lagi.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Baiklah.” </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Akhirnya aku diserahkan kepada malaikat penjaga surga. Kulihat isteri pertamaku melambai-lambaikan tangan di dalam surga yang indah. Tapi aku tidak melihat isteri keduaku. Konon, isteri keduaku menjadi jodoh lelaki lainnya, sebab ketika aku meninggal dunia ternyata ia menikah lagi.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Tidak! Aku tidak mau dihuni oleh manusia ini. Aku tidak mau dihuni oleh para lelaki yang mudah poligami karena hasratnya adalah nafsu dan keinginan. Kelak para lelaki itu akan mengecewakanku! Jika mereka nanti melihat surga yang lebih indah, maka aku akan ditinggalkannya. Aku menolak manusia ini!” Suara itu adalah suara surga yang menolakku. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Para malaikat kebingungan. Aku bertambah cemas. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Ya sudah, kita kembalikan ke neraka,” kata para malaikat.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>“Tidak! Di sini juga sudah tidak dapat menerimanya!” kata neraka.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><span style=""> </span>Alangkah malangnya aku. Mengapa alam membenciku?</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;">(Surabaya, 10 Oktober 2004)</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-size:100%;"><o:p> </o:p></span></p>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-21944521886549002352007-11-22T22:31:00.000-08:002007-11-22T22:44:37.401-08:00DEKLARASI SASTRA ANTIISME<p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style=""><i style="">Assalamu’alaikum<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style=""><o:p> </o:p><br /><span style="font-size:180%;">DEKLARASI SASTRA ANTIISME</span></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saya Subagyo, manusia dari jalanan, hidup di kolong-kolong sempit negara ini, yang tak pernah terbau oleh dunia sastra, dengan ini menggugat kemapanan sastra yang terlalu sibuk merangkai kata, frase dan kalimat estetik, bisu atau setidaknya bersuara tanpa lantang untuk melawan penindasan yang sedang terjadi sejak jaman penjajahan hingga jaman penjarahan. Yang besar menjarah yang besar-besar, yang kecil menjarah kecil-kecil, di negara perompakan ini.<br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jika berani hai dunia sastra! Ayo kumpulkan kekuatan untuk merebut kembali kehormatan manusia Indonesia yang disembunyikan di ketiak para penguasa! Tunjukkan dirimu hai para pengecut! Jangan hanya koar-koar dalam tulisan kalian yang telah menjadi bahan dagangan! Berapa uang yang telah membeli kalian sehingga diam saja melihat penjarahan yang dipimpin oleh nikmat dalam kebajingan permusyawaratan perampokan?<br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ini, aku hadirkan sastra gombale mukiyo!<br /><b style=""><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b style=""><o:p></o:p></b><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Ini SATIKEM: sastra anti pakem.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Ini SATIYEM: Sastra anti <i style="">ayem</i>, jika <i style="">ayem</i> diperoleh dengan cara menggarong nasib orang.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Ini SATIJO: Sastra anti joget, jika jogetnya tarian di atas penderitaan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="" lang="FI"><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><span style="" lang="FI">Ini SATIMIN: Sastra anti pemimpin, jika pemimpin itu membiarkan bahkan menghancurkan nasib rakyat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="" lang="FI"><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="" lang="FI">Ini SATIJAN: Sastra anti janji, jika janji itu hanya omong kosong.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="" lang="FI"><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><span style="" lang="FI">Ini SATIPAN: sastra anti kemapanan, jika kemapanan itu dengan cara merobohkan pemukiman, menggunduli hutan, menenggelamkan ketentraman, mengusir orang-orang lemah terjebak kemiskinan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="" lang="FI"><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="" lang="FI">Ini SATIMAN: Sastra anti kemerdekaan, jika kemerdekaan itu untuk alat penindasan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="" lang="FI"><span style="">-<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="" lang="FI">Ini SATIBAN: Sastra anti kebebasan, jika kebebasan itu untuk alat penjajahan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="FI">Di sini boleh ada Cerobong = cerita orang sombong, Cerbal = cerita gombal, Cermak = cerita bikin muak, Cerbung = cerita orang limbung, Ceropes = cerita orang protes, Ceruling = cerita urusan maling (termasuk korupsi), dan lain-lain, bebas dengan cara menghormati yang bisa dihormati, dan kalau melanggar kehormatan orang lain harus dipertanggungjawabkan. Dilarang menjadi pengecut, oportunis, jangan lari dari tanggung jawab! <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="FI">Ada puijo = puisi gombal mukijo, puiyo = puisi gombale mukiyo, pupur = puisi gupak lumpur dan macam-macam. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><i style=""><span style="" lang="FI">Silahkan dicaci, silahkan dihujat, silahkan difatwa sesat, silahkan dituduh mencari sensasi, silahkan dibenam-benamkan ke dalam lumpur sampai hancur terkubur, tapi dilarang keras memuji-muji karya-karya sastra baru ini sebab tak ada satupun yang dapat dipuji! Boleh menganggapnya ’memuakkan’.</span></i></b></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Wassalamu'alaikum</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Surabaya, Jumat, 23 Nopember 2007<br /><b style=""><i style=""><span style="" lang="FI"> <o:p></o:p></span></i></b></p>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-13847200421965862292007-11-22T00:02:00.000-08:002007-11-24T22:51:24.398-08:00Pencuri Undang-undang Dasar<p class="MsoNormal" style="text-align: left;"><b><span style="font-size:78%;">Sebuah cerobong = cerita orang sombong</span><br /><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Kuparkir sepeda motor di depan toko buku langgananku. Kulihat ada sesuatu yang kurang beres di toko buku itu. Banyak orang berkerumun di depannya, berebut untuk melihat sesuatu di dalam toko buku. Aku mendekati pintu masuk. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> pencuri buku yang tertangkap, dipukuli penjaga toko dan aku belum tahu sebabnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Astaga! Orang yang babak belur tertangkap basah mencuri buku adalah Budi, teman seperjuangan di lembaga swadaya masyarakat (LSM), meski beda organisasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Kubelah kerumunan orang-orang di situ. “Kamu Bud! Kamu betul mencuri buku?” tanyaku. Aku tak percaya orang sebaik dia mau mencuri buku. Kukenal Budi adalah pemuda yang jujur.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Ya. Aku curi undang-undang dasar ini. Sengaja! Kamu tahu membeli undang-undang dasar ini adalah perbuatan orang-orang sinting dan keterlaluan,” jawab Budi. Dia membuat jawaban yang membuatku harus berpikir tentang kewarasan otaknya. Aku tidak mengerti maksudnya, sebab kata-katanya itu tidak normal. Mungkinkah ia sedang mabuk?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Tak sempat banyak aku berbicara dengannya, Budi segera diamankan dan dibawa Polisi. Aku tidak jadi belanja buku. Aku masih tidak begitu percaya bahwa Budi mencuri buku. Aku ikuti mobil Polisi sampai ke kantor Polisi. Di kantor Polisi, Budi langsung dimasukkan kerangkeng besi alias sel. Sebuah tempat yang banyak ditakuti orang, sebab sejak jaman dahulu sel Polisi terkenal bukan sekedar tempat penahanan, tapi juga tempat penyiksaan di malam hari. Sebagai orang yang juga bekerja sebagai pengacara (advokat) sosial aku sering mendapatkan pengaduan soal itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Bud. Kamu tidak benar-benar mencuri <st1:place st="on"><st1:state st="on">kan</st1:state></st1:place>? Aku akan ke kantor sebentar, membuat <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> kuasa, lalu datang ke sini lagi dan kamu tanda tangani! Aku bela kamu,” tawarku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Aku tidak perlu pengacara Bos! Aku bisa membela diriku sendiri. Kamu tidak tahu, mengapa aku mencuri buku undang-undang dasar itu? Kamu tidak tahu niatku! Sudah, kamu pulang saja! Lebih baik kamu urusi jual-beli hukum daripada kasusku ini!”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“He! Kamu tidak tahu, banyak orang mengeluh disiksa di tempat seperti ini. Kalau kamu tidak pakai pengacara, bisa habis kamu!”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Hahahaha…. Kamu seperti baru kenal aku kemarin. Sudahlah! Mendingan belikan aku sekarang nasi bungkus dan es degan! Aku lapar.”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Oke.” Aku segera keluar dan membelikan Budi makanan dan minuman.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Sudah, minggat kau dari hadapanku!” bentak Budi sambil mulai menikmati makanan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Ah. Kamu tetap saja bengal! Baiklah, aku pergi. Tapi nanti sore aku akan datang menjengukmu.”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Sorenya aku datang lagi ke tempat Budi ditahan. Setelah aku marah-marah dan memaki-makinya maka barulah ia mau menandatangani <st1:place st="on"><st1:city st="on">surat</st1:city></st1:place> kuasa. Aku sedikit lega, sebab aku bisa menjadi penasihat hukumnya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Keesokan harinya di korang-koran muncul berita tentang pencurian itu. “Aktivis LSM mencuri buku Undang-undang Dasar.” “Pencuri buku hukum babak belur.”<span style=""> </span>“Pencuri buku hukum ternyata aktivis.” Setidaknya ada tiga koran dengan judul berita seperti itu. Aku menjadi heran, mengapa pencurian kelas <st1:place st="on"><st1:city st="on">tempe</st1:city></st1:place> bisa diliput banyak koran.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Aku mulai pekerjaan pembelaanku dengan mendatangani toko buku langgananku. Penjaga toko buku, yang sudah kenal denganku, mengatakan bahwa Budi tertangkap di toko buku itu karena ia berteriak-teriak, “Aku mencuri buku! Hai tangkap aku! Aku mencuri buku! Aku mencuri undang-undang dasar! Aku mencuri hukum!” Lalu, datang orang-orang yang memotret kejadian itu yang ternyata adalah para wartawan. Kemudian Budi mencoba melarikan diri. Ketika mau ditangkap penjaga toko buku itu, Budi melawan sehingga Budi dipukuli sampai babak belur. Begitu menurut keterangan penjaga toko buku dan keterangan itu dibenarkan oleh penjaga toko buku lainnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Kalau kejadiannya seperti itu, maka sudah cukup saksi adanya pencurian itu. Kupikir, tak ada lagi alasan untuk membebaskan Budi, sebab toh Budi juga mengakui bahwa ia benar-benar mencuri buku itu. Tetapi, setidak-tidaknya dengan adanya pengacara atau penasihat hukum yang mendampingi Budi, Polisi tidak akan berani menyiksa dan memeras keluarga Budi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Tetapi bukan berarti kasus itu tidak bisa direkayasa. Kalau ada uang yang cukup, maka vonis di pengadilan pun bisa diatur. Meski aku juga seorang aktivis LSM, siapa bilang aku ini dijamin tidak terlibat dalam kebrengsekan hukum. Di negara ini terlalu banyak orang berkampanye tentang kejujuran, etika dan integritas, tetapi mereka yang berkampanye itu tidak dijamin tidak terlibat dalam kebejatan moral.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Ibu tidak mempunyai apa-apa <i>Nak</i>, untuk membiayai perkara Budi. Almarhum ayah Budi tidak meninggalkan warisan apa-apa. Bahkan hidup Ibu sekarang ini lebih sering dibantu Budi,” kata ibu Budi. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“<i>Loh</i>, saya tidak bermaksud meminta agar Ibu membiayai perkara Budi, Bu. Saya hanya ingin mengatakan bahwa Budi tidak perlu dikhawatirkan sebab nantinya hukumannya bisa diatur. Soal biaya, biar saya yang mengusahakan,” kataku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Kalau memang Budi benar-benar salah, <i>ya</i> biarkan dia menjalani hukuman yang semestinya <i>to Nak</i>! Tidak perlu mengatur perkara seperti itu dengan mengorbankan uang. Toh <i>Nak</i> Sarmin bisa mempergunakan uang itu untuk keperluan yang lebih penting. Bukankah selama ini <i>Nak</i> Sarmin sering mengeluh kewalahan mencari dana untuk kegiatan sosial di kantornya <i>Nak</i> Sarmin?”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Aku bermaksud membesarkan hati ibu Budi, tapi beliau malah menasihatiku macam-macam. Kadang-kadang aku berpikir bahwa aku mulai kehilangan idealisme. Itu merupakan masalah yang tidak sepele, yang bisa menghancurkan diriku sendiri dan orang lain.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">------------------------------------------------------------------------------------</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Kasus Budi akhirnya mulai diadili. Dalam pemeriksaan di pengadilan telah jelas-jelas bahwa Budi mencuri buku. Jaksa selaku Penunutut Umum menuntutnya dengan hukuman setahun penjara. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Ketika aku diberikan kesempatan untuk membuat nota pembelaan, aku kebingungan sebab tidak ada alasan hukum apapun yang bisa membebaskan Budi dari hukuman. <span style=""> </span>Aku meminta waktu seminggu kepada hakimnya untuk menyusun pembelaan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>“Bos, terima kasih kamu sudah susah payah mendampingiku di setiap pemeriksaan perkaraku. Sudahlah, kamu tidak perlu susah-payah membuat nota pembelaan. Kamu tidak memahami keinginanku untuk merasakan nikmatnya penjara yang selama ini selalu dihindari para penjahat berduit. Aku akan melakukan pembelaan sendiri,” kata Budi yang setahuku tidak pernah menunjukkan rasa sedih.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span>Aku tidak bisa berkata apa-apa. <span style=""> </span>Kuurungkan niatku untuk menyuap hakim. Uang hasil menjual sepeda motorku akhirnya kumasukkan rekeningku. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Pikiranku mulai berjalan normal seperti halnya pikiran orang waras yang patut curiga dalam kasus itu. Dari awal aku mencurigai waktu kejadian pencurian di toko buku, apakah kebetulan bahwa tiba-tiba di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place> ada banyak wartawan di toko buku itu yang meliput kejadian pencurian? Kedua, mengapa pada waktu melakukan pencurian Budi berteriak-teriak mengaku mencuri sehingga ia tertangkap basah? Ketiga, mengapa Budi sama sekali tidak merasa bersedih dalam menghadapi kasus itu?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Waktu seminggu untuk menyusun nota pembelaan, aku gunakan untuk menyelidiki kejanggalan itu. Dengan ijin ibunya, aku masuk ke kamar Budi dan meneliti seluruh fail di komputernya. Meski tidak ada fail yang kutemukan yang berkaitan langsung dengan perkara itu, aku menemukan tulisan Budi tentang mafia peradilan. Ternyata selama menjadi mahasiswa, Budi telah melakukan penelitian tentang dunia peradilan yang memang brengsek. Dalam tulisan buku yang dibuatnya, ia menuliskan moto: “Mencuri jelas lebih hina daripada membeli. Tapi membeli hukum lebih hina daripada mencuri.” Kupikir tulisan itu merupakan bahan yang berharga, bukan untuk tujuan membebaskan Budi, tetapi untuk mengetahui jalan pikirannya. Kalau pendapatnya seperti itu, lalu betapa gilanya kalau ia benar-benar melakukan pencurian, padahal mencuri itu juga perbuatan yang salah dengan resiko masuk penjara?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Berita-berita di koran yang membahas kasus pencurian Budi mulai kukliping dan aku tulis kode nama penulis alias wartawan yang menulisnya. Satu persatu aku telepon redaksi koran yang memberitakan dan wartawan yang menulis kasus Budi aku temui.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Budi memintaku untuk menemui Anda. Budi meminta bantuan agar Anda semua menjadi saksi yang meringankan bahwa pencurian yang dilakukan Budi merupakan sebuah drama situasi untuk menyindir para pejabat dan aparat penegak hukum yang suka memperjualbelikan hukum.” Aku langsung mengatakan seperti itu, meski Budi tak pernah berkata seperti itu. Itu merupakan caraku sendiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Jadi, Budi sudah menjelaskan semuanya kepada Mas Sarmin?” tanya salah satu wartawan.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Sebab ia merasa berat hidup di sel tahanan,” jawabku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Hahaha…akhirnya, merasa berat juga dia. Nggak cocok dengan omongannya dahulu!” para wartawan itu tertawa-tawa semua. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Benar dugaanku bahwa Budi telah bersekongkol dengan para wartawan itu untuk membuat drama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">-------------------------------------------------------------</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Tiba saatnya Budi menyampaikan pembelaannya sendiri. Ia berdiri, lalu menyampaikan pembelaan secara lisan, meniru <st1:city st="on">gaya</st1:city> aktor film <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">India</st1:country-region></st1:place>.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Majelis hakim yang aku tidak tahu terhormat atau tidak. Anda semua dengan saya adalah sama-sama warga negara yang diatur oleh hukum. Bedanya pada hari ini adalah: Anda yang mengadili saya dan saya menjadi orang yang salah. Saya memang bodoh, mengapa saya harus mencuri undang-undang dasar yang tak pernah bisa dimengerti maknanya oleh setiap orang di negara ini. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Konon katanya Pancasila yang ada di dalam pembukaan undang-undang dasar adalah sandaran moral dan sumber segala sumber hukum untuk adanya ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Tapi apa yang terjadi? <st1:place st="on">Para</st1:place> penguasa di negara ini berebut harta kekayaan dan negara Pancasila ini akhirnya menjadi negara yang paling korup di dunia. Tidak hanya itu! Darah telah tertumpah di mana-mana, nyawa orang-orang kecil sama sekali tidak dihargai menjadi korban konflik kepentingan orang-orang atas, sementara orang-orang kaya dan para pejabat bisa leluasa membeli hukum. Lalu apa gunanya kalian membenci komunisme yang menurut pendapat kalian kejam? </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Pancasila, agama, marxisme, sosialisme, komunisme dan apapun isme serta ajaran yang ada hanyalah ajaran. Seorang komunis yang jujur dan adil, jauh lebih baik dibandingkan dengan penganut Pancasila dan agamawan yang korup dan jahat kepada sesamanya. Alangkah ironisnya negara Pancasila ini sebab setiap hari ada transaksi ilegal di kantor-kantor pemerintah dan di setiap sudut ruangan bisnis. Hutan belantara pun tidak aman sebab telah banyak yang menjadi <st1:place st="on"><st1:city st="on">padang</st1:city></st1:place> rumput dan semak serta menimbulkan bencana banjir karena perbuatan para penjahat yang bersekongkol dengan para pejabat yang mengaku sebagai penjaga hukum dan keadilan. Pancasila hanya kalian agungkan nama dan tulisannya, tetapi sebenarnya telah kalian injak-injak menjadi ideologi yang tak bernyawa. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Dan, apa artinya pencuri seperti saya ini? Untuk apa saya mencuri undang-undang dasar yang tak pernah dimengerti setiap orang di negara ini? Seolah-olah semua pemegang pemerintahan dan penegak hukum di negara ini adalah orang-orang yang bodoh, tidak memahami hukum dasar negaranya sendiri. Lalu untuk apa kalian dirikan gedung-gedung sekolahan dan kampus di mana-mana?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Para ahli hukum dari guru besar perguruan tinggi pun telah menjual dirinya untuk upaya meringankan para penipu, penggelap dan koruptor dengan membuat istilah “kesalahan administrasi” dan “utang piutang” padahal uang rakyat telah terkuras dan dibuat foya-foya para koruptor. Perbuatan korupsi dikatakan sebagai kesalahan administrasi. Menggelapkan uang dikatakan sebagai utang piutang. Guru besar seperti itu telah menjadi orang tolol sebab telah menggadaikan kewibawaan dan kejujuran ilmunya demi uang dan materi. <st1:city st="on">Ada</st1:city> guru besar hukum yang mematok harga <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:city></st1:place> juta rupiah untuk setiap kehadirannya sebagai saksi ahli di sidang pengadilan. Itu sungguh harga yang murah dan mereka tidak sadar telah menjual profesinya sebagai kado keselamatan untuk para koruptor dan penjahat ekonomi yang telah sukses merobek-robek kekuatan ekonomi di negara ini.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Presiden di negara ini pun telah membiarkan kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikelola oleh orang asing sebagai konsekuensi utang uang kepada asing. Undang-undang dasar telah dianggap tulisan anak kecil yang tak perlu digubris, seolah-olah mereka tidak mengerti. Lalu, siapa yang diharap bisa mengerti isi undang-undang dasar? Alangkah tololnya aku telah mencuri undang-undang dasar di toko buku?</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Wahai para hakim, jaksa dan pengacara pembelaku! Aku menyatakan menyesal telah mencuri, sebab yang kucuri adalah undang-undang dasar yang selama ini dicampakkan kebanyakan orang di negara ini. Kalau di negara para pencuri ini aku hanya mencuri barang yang disepelekan banyak orang itu, maka sama halnya aku mencuri barang rombeng. Lebih hebat orang yang bisa menjual satu atau dua pasal undang-undang dengan harga ratusan juta atau miliaran rupiah, sehingga bisa membangun kolam renang di dalam rumah yang megah hasil transaksi pasal dan hukuman.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Kalian para hakim, polisi, jaksa dan para pengacara, termasuk pengacara saya yang duduk di sidang ini, adalah orang-orang yang sangat hebat, sebab kalian telah ahli dalam memperjualbelikan hukum sehingga kalian bisa leluasa menikmati kemewahan yang didamba banyak orang. Berdagang hukum adalah pekerjaan utama kalian, dan menjadi penegak hukum adalah pekerjaan sampingan kalian.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Di sini saya tak perlu lagi bicara panjang lebar, sudah jelas bahwa saya adalah orang tolol yang salah dan Anda harus menghukum saya seberat-beratnya, karena saya telah mencuri yang berarti menjadi penyakit sosial. Tetapi saya minta, setelah Anda menghukum saya, maka hukumlah diri Anda sendiri yang telah mencuri hak-hak keadilan masyarakat dengan cara memperjualbelikan hukum. Sekian!”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Begitu Budi duduk, para pengunjung sidang serempak bertepuk tangan. Sidang pembelaan itu menjadi perhatian orang banyak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Yang Mulia. Saya selaku Penasihat Hukum terdakwa mohon diijinkan membacakan nota pembelaan, sebab saya kira pembelaan oleh terdakwa sendiri itu sudah keluar dari inti perkara ini. Tetapi sebelumnya, mohon sidang ini diijinkan untuk memeriksa saksi-saksi meringankan yang baru saja saya temukan. Saya yakin bahwa para saksi meringankan itu akan dapat mengubah persepsi kita tentang kasus ini.”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Saya keberatan Yang Mulia. Permintaan Penasihat Hukum adalah hal yang tidak lazim menurut tertib hukum acara! Pemeriksaan saksi sudah selesai dan hari ini telah diagendakan acara pembacaan nota pembelaan. Kita harus konsekuen dengan acara yang telah disusun,” kata Jaksa sambil berdiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Saya pikir bahwa hukum tidak menutup keadilan dengan cara yang kaku dan formal seperti itu. Kalau hari ini bisa diperiksa, mengapa harus menunggu adanya peninjauan kembali atas kasus ini kelak di kemudian hari. Itu hanya akan membuang waktu dan berarti peradilan kasus ini tidak tuntas dalam mengadili perkara ini,” sanggahku.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Saya tetap berkeberatan Yang Mulia!” bantah Jaksa.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><st1:place st="on">Para</st1:place> pengunjung sidang mulai gaduh. Mereka berteriak-teriak, “Kabulkan! Kabulkan! Kabulkan! Kabulkan …..! Periksa saksi!”</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Ayo! Periksa saja Bu Hakim! Kecuali jika pengadilannya sontoloyo!” teriak salah satu pengunjung sidang yang disambut dengan gelak tawa para pengunjung lainnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">“Sudah! Sudah! Sudah! Saudara sekalian diminta tenang. Kalian ini tidak menghormati pengadilan!” kata ketua majelis hakim yang kebetulan perempuan itu sambil memukul-mukulkan palu di mejanya. Lalu majelis hakim itu mulai berunding. “Baiklah, silahkan hadirkan para saksi meringankan itu. Ini bukan karena tekanan kalian, tapi untuk lebih bisa menggali fakta dalam kasus ini,” kata ketua majelis hakim yang disambut tepuk tangan para pengunjung sidang.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Satu persatu saksi meringankan, yang tak lain adalah para wartawan yang telah bersekongkol dengan Budi untuk membuat skenario kasus itu, saya ajukan dan dimintai keterangan. Mereka semua menerangkan bahwa kasus pencurian di toko buku yang dilakukan oleh Budi adalah disengaja bukan untuk diniatkan mencuri tetapi untuk menuju pada pengadilan guna menyindir praktik peradilan sesat dan mental korupsi di negara ini. Sedangkan ancaman hukumannya telah diantasipasi oleh mereka. Jadi, kasus itu telah dirancang mereka, oleh Budi dan para wartawan itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Maka selanjutnya saya menyampaikan nota pembelaan bahwa perbuatan Budi bukanlah tindak pidana pencurian sebab motifnya bukan untuk memiliki buku yang diambil Budi, tetapi hanya sebagai sarana untuk menggerakkan proses peradilan dalam kasus tersebut dan Pengadilan adalah tujuan Budi untuk menyampaikan protesnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Dua minggu selanjutnya kasus itu diputus. Majelis Hakim berpendapat bahwa Budi telah bersalah, terlepas apapun motif pencurian itu, sebab jika Budi tidak dihukum maka setiap pencuri akan membuat argumen dan mengatur perkaranya seperti itu untuk upaya pembebasan dirinya.<span style=""> </span>Budi dihukum <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:city></st1:place> bulan penjara dan ia tidak mau mengajukan banding. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Maka keesokan harinya, setelah putusan perkara tersebut, di koran-koran muncul berita tentang kasus tersebut. Anehnya, setiap koran itu membuat judul yang sama: “Pencuri Undang-undang Dasar Dihukum Lima Bulan Penjara”.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Kepalaku pusing memikirkan hal itu. Aku mulai kehilangan gairah untuk menjadi pengacara. Aku terlanjur menjadi pengacara yang dalam pandangan masyarakat selalu dipersepsikan sebagai pembela orang bersalah. Persepsi masyarakat itu secara normatif keliru sebab sesungguhnya pengacara dalam perkara pidana bertugas untuk melindungi hak-hak asasi tersangka, terdakwa atau terpidana agar tidak diperlakukan sewenang-wenang, tidak untuk merekayasa agar kliennya (yang jika benar bersalah) untuk dibebaskan dari hukuman. Tetapi melihat praktiknya persepsi tersebut menjadi benar, sebab jarang sekali pengacara, termasuk diriku, yang secara obyektif mengakui kesalahan kliennya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Kalau saya menjadi hakim, pikiran saya lain. Seandainya saja saya menjadi hakim yang mengadili perkara Budi, maka saya akan menjatuhkan hukuman mati kepada Budi dengan alasan hukum bahwa ia tidak sekedar mencuri undang-undang dasar, tetapi telah melakukan pembunuhan secara berencana kepada rakyat negara ini secara keseluruhan. Dengan mencuri undang-undang dasar, maka ia telah merampas nafas hidup dan keadilan rakyat negara ini. Siapapun yang telah membunuh keadilan sosial, ia harus dihukum mati. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Kalau harus menuruti konsep penghukuman modern dalam Hukum Pidana dengan pembinaan, lalu bagaimana harus melakukan pembinaan kepada para penjahat yang merupakan orang-orang yang setiap hari telah bertugas membina masyarakat? </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><st1:place st="on"><st1:city st="on">(Surabaya</st1:city></st1:place>, 19 Oktober 2005) </p>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2957662072849737775.post-77462306004249315992007-11-21T23:07:00.000-08:002007-11-24T22:54:05.485-08:00Aku Akan Menjadi Presiden (lumpur)<div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span><span style="font-size:78%;">Sebuah cerbal = cerita gombal</span><br /></span></p><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN">Menjelang Subuh. Nafasku tersengal-sengal. Kujatuhkan saja pikulan kayu bakar dari pundakku. “Brakk!” Tubuhku yang kecil dan kurus seperti kain basah yang diperas. Mengapa? Gara-gara ibuku yang selalu <i style="">ngudang</i><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn1" name="_ednref1" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[i]</span></b></span><!--[endif]--></span></b></span></a> aku di waktu-waktu malam menjelang tidur, katanya besok kalau sudah besar aku akan menjadi <i style="">pangon</i><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn2" name="_ednref2" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[ii]</span></b></span><!--[endif]--></span></b></span></a> sapi, agar nantinya memperoleh upah sapi untuk bekal di hari tua. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Aku tidak terima dengan cita-cita ibuku itu. Masak, aku hanya akan menjadi penggembala sapi. Disuruh-suruh majikan membersihkan kotoran sapi di kandang, lalu disuruh mencari kayu bakar ke hutan, atau disuruh membantunya mencangkul di sawahnya. Pangon sapi tidak hanya dipekerjakan menggembala sapi, tapi diusuruh apasaja sesuai kehendak majikan. Itu eksploitasi tradisional. Meskipun jika beruntung kadang-kadang bisa pacaran dengan anak gadis majikan, tapi aku tidak mau membuang nasibku hanya menjadi gedibal orang kaya. Hanya saja, aku tidak membantah ucapan dan tembang <i style="">kudangan</i><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn3" name="_ednref3" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[iii]</span></b></span><!--[endif]--></span></b></span></a> ibuku itu. Dalam hati aku berkata, “Kelak aku akan menjadi presiden!” Itu bukan mimpi.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Setelah lelahku hilang, aku pikul lagi kayu bakar itu. Dengan susah-payah akhirnya sampailah aku di pasar yang jaraknya sekitar lima kilometer dari desaku. Kujajakan kayu bakarku di pinggir jalan. Setelah subuh habis dan matahari mulai mengintip di ufuk timur, kayu bakarku terjual. Alhamdulillah! </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Dengan uang hasil menjual kayu bakar itu aku akan melawan cita-cita ibuku yang terlalu rendah menurutku. Dengan uang itu aku sekolah hingga dapat lulus SMP. Mungkin ibuku merasa kecewa atau rugi melihat aku yang telah remaja, tapi tidak segera memenuhi permintaannya untuk menjadi <i style="">pangon</i>. Tapi hatiku berkata, “<i style="">Biyung</i>.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn4" name="_ednref4" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[iv]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Sampeyan kelak akan senang, sebab aku akan menjadi presiden!”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Setelah lulus SMP, aku hampir putus asa. Merayu orang tuaku agar menyekolahkan aku, tapi mereka merasa tidak mampu karena memang miskin. Kalau hanya membayar uang SPP mungkin mampu. Tapi menurut kabar, banyak sekali pungutan di sekolah. Ada iuran BP3, ada uang ekstrakurikuler, iuran Pramuka, sumbangan-sumbangan insidentil yang dipaksakan, dan lain-lain. Bahkan kalau SPP dibebaskan pun, itu tidak terlalu menggembirakan bagi orang miskin seperti kami. Sekolahan di masa itu menjadi tempat pungutan liar yang dilegalkan. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Tapi kiranya Tuhan mendengar doaku. Guru sekolahku mencarikan orang tua asuh yang mau menyekolahkan aku. Ibuku berkata, “Sekolah tinggi-tinggi mau jadi apa? Kamu tidak akan bisa menjadi pegawai, sebab katanya harus nyogok jutaan atau puluhan juta rupiah. Uang dari mana?” Tapi aku tetap meminta doa restu ibuku. Hatiku berkata, “Kalau Tuhan mengabulkan doaku, aku akan menjadi presiden. Sampeyan akan senang, <i style="">Yung</i>.” </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Aku memang ingin menjadi presiden. Aku akan membawa ibuku bahagia. Terlalu lama ia menderita. Sejak umur 14 tahun ibuku telah menjadi penjaja keliling barang kelontong ke desa-desa yang jauhnya puluhan kilometer dengan menggendong barang dagangannya. Aku ingat sewaktu kecil, ketika ibuku sudah janda, ia membuka ladang di hutan sendiri dan mengolahnya sendiri. Banjir keringatnya dan linangan air matanya telah menjadi diriku, disamping darah dan air susunya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Sedangkan bapakku hanya menjadi penyumbang sperma dan tidak pernah memperhatikan nasibku. Aku tidak perlu membenci bapakku. Bahkan kadang aku merindukannya. Tapi, jika kelak aku menjadi presiden, bukan karena bapakku, tapi atas jasa ibuku. Aku pun tak perlu tahu, di mana bapakku.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Selanjutnya, aku hidup di rumah keluarga yang menyekolahkanku itu. Aku sekolah SMA. Aku diberikan pendidikan sopan santun dalam pergaulan feodal Jawa. Aku bisa berbahasa <i style="">krama inggil</i>.<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn5" name="_ednref5" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[v]</span></b></span><!--[endif]--></span></b></span></a> Yang tadinya aku minum langsung dari pancuran air kendhi, maka berubah dengan cara minum dengan gelas. Aku diberi pekerjaan mencuci baju, menyeterika, menyapu dan mengepel lantai, memasak, merawat ternak ayam dan itik dan sebagainya. Kemerdekaanku rasanya terampas sebab aku tak bisa secara bebas mengatur waktu untuk menghela nafas. Tapi, karena aku ingin menjadi presiden, maka penderitaan itu masih dapat kutahan. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Tapi akhirnya keadaan mengatakan lain. Aku merasa menjadi beban di keluarga itu setelah aku mengetahui yang sesungguhnya di keluarga orang tua asuhku. Bapak asuhku hanyalah pegawai negeri biasa yang gajinya tidak besar, sementara sang Ibu hanyalah ibu rumah tangga dengan sedikit dagangannya. Mereka harus menyekolahkan dua anak di perguruan tinggi dan satu di SMA negeri, satu di SMP negeri, serta aku di SMA swasta. Secara samar-samar aku mengetahui betapa sulitnya bagi sang Ibu untuk mengatur uangnya. Aku menangis, berpamitan pulang ke desa dan melepas SMA-ku yang masih kelas satu. Aku tidak mau menjadi beban orang lain yang kesusahan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><span lang="IN"><span style=""> </span>Aku tidak pernah putus asa, sebab aku akan menjadi presiden. Begitulah keyakinanku. Aku nekat mendaftarkan diri ke SMA negeri yang jauhnya sekitar tujuh belas kilometer dari desaku. Aku tempuh sekolah itu dengan mengayuh sepeda jengki. Tak kupedulikan masuk ke kelas dengan seragam yang basah oleh keringatku setiap hari. Perhitunganku adalah biayanya lebih murah dan aku dapat memperoleh biaya dengan kembali menjual kayu bakar. Aku jalankan semuanya itu. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Tapi rupanya ibuku melihat aku terlalu sibuk dengan kepentinganku sendiri untuk bisa sekolah. Ibuku iri melihat para tetangganya yang diringankan pekerjaannya sebab anak-anak mereka yang sebayaku bisa membantu mencangkul di ladang atau menjadi buruh pangon dan memperoleh upah. Aku menjadi sering berselisih paham dengan ibuku. Bagiku, rumah telah berubah menjadi neraka. Maka, aku putuskan untuk minggat dari rumah, pergi ke kota yang belum pernah kuinjak sebelumnya. Sejauh seratus kilometer lebih dari desaku. SMA-ku yang baru kelas satu pun kutinggalkan. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Di kota itu aku mondar-mandir mencari pekerjaan. Setelah berhari-hari menggelandang akhirnya aku dijual oleh seorang tukang becak kepada makelar buruh kasaran. Lalu oleh makelar itu aku dijual ke seorang majikan. Aku pun mulai bekerja menjadi kuli, bongkar-muat dan melayani pesanan barang dari para langganan majikanku. Aku bertanya kepada Tuhan, “Ya Tuhanku. Apakah bedanya pangon dengan kuli?” Seolah-olah Tuhan menjawab, “Pangon adalah pilihan ibumu, sedangkan kuli adalah pilihanmu sendiri! Keduanya sama. Sama-sama diperintah-perintah dan dieksploitasi majikan!”<span style=""> </span>Lalu aku bertanya lagi, “Jika begitu, apakah masih ada peluang bagiku untuk menjadi presiden?”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Tuhan tidak menjawab pertanyaanku, tapi memberiku penyakit. Majikanku yang bertanggung jawab membawaku ke dokter, katanya aku hanya panas dalam. Tapi setelah sebulan aku menganggur di dalam kamar karena sakit, aku putuskan untuk pamit, pulang ke desa. Aku sadar bahwa aku ini adalah faktor produksi bagi usaha majikanku. Jika aku tidak produktif maka hanya menjadi beban yang dapat mengurangi laba usahanya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Rupanya cita-citaku masih bertahan. Aku akan menjadi presiden. Maka aku harus kembali sekolah. Karena semangatku yang tak pernah mati itu, maka ada salah satu saudaraku yang memberikan jalan, yaitu: aku akan disekolahkan lagi oleh orang tua asuh. Karena calon orang tua asuhku tersebut adalah pejabat yang lumayan kaya, maka aku tidak kuatir bahwa aku hanya akan menjadi bebannya.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Dengan bersusah-payah menjadi <i style="">gedibal</i><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn6" name="_ednref6" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[vi]</span></b></span><!--[endif]--></span></b></span></a> akhirnya aku dapat lulus SMA. Bahkan beberapa bulan kemudian aku langsung memperoleh pekerjaan sebagai buruh pabrik, di perusahaan kapital asing yang cukup ternama. Ibuku di desa mulai mempunyai rasa bangga sebab aku mulai mengirimi uang kepadanya. Tak urung ia menceritakan kepada para tetangganya. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Aku tahu, bahwa bagi ibuku aku ini adalah seperti tanaman yang ditanamnya dan dirawatnya, agar kelak dapat diambil buah atau hasilnya.Yang lebih dari itu, ibuku mempunyai harapan agar aku dapat hidup mampu secara ekonomi ketika sudah kawin, mempunyai rumah, sawah dan ternak sapi. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Tapi aku masih belum menanggalkan cita-citaku, “Aku akan menjadi presiden!”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Belum genap setahun aku bekerja, aku kembali mengecewakan ibuku, sebab aku meminta bantuannya untuk menjual sapinya, untuk persiapan membayar uang kuliah. “Haaa! Kamu mau kuliah? <i style="">Kowe ngimpi apa to Le</i>?<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn7" name="_ednref7" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[vii]</span></b></span><!--[endif]--></span></b></span></a> <i style="">Mbok</i> jangan ngelantur. Kita ini miskin! Kamu dengar apa tidak, Pak Suladi yang kaya itu harus menjual sawah-sawahnya, dan enam sapinya habis untuk membiayai anaknya kuliah? Toh, akhirnya anak Pak Suladi itu sekarang masih jadi pengangguran. Aku tidak setuju!” </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Lalu aku menjelaskan kepada ibuku bahwa aku telah bekerja dengan gaji yang lumayan cukup, sedangkan anak Pak Suladi kuliah tidak sambil bekerja. Aku menjelaskan dengan angka-angka, membandingkan gaji dan biaya kuliah serta perhitungan biaya-biaya hidup. Bahkan, kalau aku bisa memperoleh beasiswa “kemiskinan” dari kampus, maka aku akan tetap bisa mengirimi ibuku uang. Aku meyakinkan ibuku, “Jika kelak aku berhasil menjadi sarjana dan jabatanku di perusahaan naik, maka gajiku sebulan bisa untuk membeli dua ekor sapi!” Ibuku pun mulai goyah, hingga akhirnya menyerah. “Aku akan menjadi presiden!” kata hatiku.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Aku mulai kuliah. Jadual kerjaku siang dan sore aku tukarkan dengan jadual kerja malam. Malam bekerja, siangnya kuliah. Kadang-kadang muncul pikiranku, bahwa aku diperbudak oleh cita-cita itu. Tapi bukankah banyak orang yang mencapai puncak kesuksesan setelah lebih dulu bersusah-payah. Maka aku tetapkan cita-citaku, “Aku akan menjadi presiden!”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Meskipun badanku kurus, mataku mengantuk, tapi otakku masih bisa berjalan normal. Aku menjadi salah satu dari duapuluh mahasiswa angkatanku yang dapat menjadi sarjana dengan waktu tiga setengah tahun. Aku dapat mematahkan cibiran para tetangga di desaku serta teman-temanku yang meremehkan aku. Mereka tidak tahu semangatku, “Aku akan menjadi presiden!”</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Sayangnya, sebelum aku menyelesaikan kuliah, aku harus meninggalkan pekerjaanku di pabrik gara-gara kesulitan mengatur waktu ketika mulai mengerjakan skripsi. Jika ujian aku tidak perlu belajar, tapi mengerjakan skripsi harus menyediakan waktu. Ketika aku telah menjadi sarjana, aku belum mempunyai pekerjaan.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Setelah mengantongi ijasah sarjana, aku mulai melamar pekerjaan. Satu, dua, …seratus, … tigaratus, …enamratus, dan tak terhitung jumlahnya lamaran itu, tapi tidak ada yang berhasil. Jadilah aku sarjana pengangguran.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Ternyata, hidup di negara ini tidak mudah. Setelah aku menjadi sarjana, masih ada ribuan sarjana yang menganggur di negara ini. Sarjana di negara ini menjadi seperti barang yang tidak laku di pasaran. Satu jabatan dalam sebuah lowongan pekerjaan dilamar oleh ribuan sarjana. Tidak heran jika ada sarjana yang menjadi sales mainan anak-anak, sopir taksi atau angkot, buruh pabrik, kurir dan pekerjaan-pekerjaan sejenis itu, sebab memang para sarjana tidak mempunyai pilihan. Hanya para sarjana yang mempunyai mental baja yang mau melakukan pekerjaan apasaja asalkan halal. Bagi yang <i style="">gengsian</i> maka hanya bisa makan gengsinya. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Benar kata ibuku, untuk menjadi pegawai harus menyuap puluhan juta rupiah.<span style=""> </span>Maka, kualitas sumber daya manusia pemerintahan di negara ini juga meragukan sebab rumus yang digunakan adalah: “Barangsiapa yang mempunyai banyak uang maka ia yang akan memperoleh pekerjaan dan jabatan di pemerintahan.” Suap-menyuap menjadi kebiasaan, korupsi menjadi tradisi. Bahkan Tuhan pun hanya dijadikan ornamen dinding-dinding ritual para penganut agama. Orang-orang berkata, “Masak, Tuhan pastilah akan mengerti, sebab memang keadaannya begini. Jadi, menyuap itu biasa.” Halal-haram telah menjadi hukum relativitas, tidak lagi absolut.</span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoBodyTextIndent"><span lang="IN">Aku memang kecewa, sebab cita-citaku menjadi presiden semakin tampak menjauh, telah sampai ke langit tujuh. Jangankan menjadi presiden, berkirim uang kepada ibuku saja kesulitan. Aku jarang pulang, sebab ketika pulang ibuku pasti mengeluh, “Aku malu Le. Para tetangga selalu bertanya, Sarmin sekarang sudah menjadi sarjana, bayarannya sudah banyak <i style="">ya Yu</i>?”<a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn8" name="_ednref8" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><b style=""><span style="" lang="IN">[viii]</span></b></span></span></b></span></a></span></p><p style="text-align: justify;" class="MsoBodyTextIndent"><span lang="IN"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_edn8" name="_ednref8" title=""></a></span><span lang="IN" style="font-size:12;"><span style="font-size:100%;">Aku miskin, telah menempuh perjuangan yang sangat berat, mengorbankan pikiran, biaya dan tenaga yang tidak sedikit, menahan cibiran dan cemoohan banyak orang, telah mengecewakan ibuku. Gelar sarjanaku ternyata hanya menjadi beban hidup yang sangat panjang.<br /></span></span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Masih ada sisa kenangan cita-cita untuk menjadi presiden. Mungkin aku mesti meraihnya dengan jalan lain. Ijasah sarjanaku dan foto-foto wisudaku aku bungkus kain kafan. Aku tidak boleh bergantung pada angan-angan. Pendidikan tinggi di negara ini tidak berguna untuk memperbaiki nasib hidup. </span></p><div style="text-align: justify;"> </div><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Aku aduk-aduk lemariku. Kucari pakaian yang agak kumal. Besok, pagi-pagi setelah subuh, aku akan mengorek-ngorek tempat sampah di depan rumah-rumah orang kaya. Aku akan menjadi pemulung sampah. Aku akan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dari pekerjaanku yang baru itu. Aku ingin membahagiakan ibuku.<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Jika telah banyak uang, aku akan mendirikan partai politik. Mungkin dari cara itu aku akan menjadi presiden. Daripada aku hanya merenungi nasib, menjadi sampah!</span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;">Apapun keadaannya, cita-citaku tetap tidak berubah, “Aku akan menjadi presiden!” Aku pasti akan bisa <span style="font-style: italic;">pethenthang-pethentheng,</span> senyum kanan, senyum kiri, tebar pesona! Bahkan kalau seandainya separoh negara ini terendam lumpur, aku tetap akan senyum kanan, senyum kiri. Yang penting aku presiden.<br /></p><p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt; text-align: justify;">Republik Atas Angan ini akan aku juluki "Republik Lumpur Abadi!" Aku pasti akan tercatat dalam buku sejarah dunia dan mendapat hadiah nobel.<br /></p><div style="text-align: justify;"> </div><!--[if !supportEndnotes]--><br /><hr style="margin-left: 0px; margin-right: 0px;" size="1" width="33%"> <!--[endif]--> <div id="edn1"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref1" name="_edn1" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[i]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> <i>Ngudang</i> = menimang-nimang. Orang Jawa di desa biasanya <i style="">ngudang</i> anaknya yang seusia SD dengan cara memegang (maaf) kelaminnya sambil berkata-kata, misalnya, “<i>Konthole</i> <i>iki nek wis gedhe pengin dadi apa ta</i>? <i>Dadi pangon ae ya</i>?” (Kamu kalau sudah besar ingin jadi apa ta? Jadi penggembala saja ya?)</span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div id="edn2"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref2" name="_edn2" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[ii]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> <i>Pangon</i> = buruh untuk menggembala ternak orang lain.</span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div id="edn3"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref3" name="_edn3" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[iii]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><i><span lang="IN">Kudangan</span></i><span lang="IN"> = timangan, berkaitan dengan kata <i style="">ngudang</i> tersebut. </span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div id="edn4"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref4" name="_edn4" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[iv]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><i><span lang="IN">Biyung</span></i><span lang="IN"> = Ibu. Yung = Bu. </span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div id="edn5"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref5" name="_edn5" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[v]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><i><span lang="IN">Krama inggil</span></i><span lang="IN"> = bahasa Jawa tingkatan paling halus untuk alat komunikasi antara para ningrat atau orang biasa dengan ningrat (bersifat feodal).</span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><span style=""> </span></span></p> </div> <div id="edn6"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref6" name="_edn6" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[vi]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> <i>Gediba</i>l = tanah kotor yang menempel di kaki.</span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div id="edn7"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref7" name="_edn7" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[vii]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span lang="IN"> <i>Kowe ngimpi apa ta Le</i>? = Kamu mimpi apa ta Nak? <i>Le</i> = <i>Thole</i> = panggilan untuk anak laki-laki.</span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> </div> <div id="edn8"> <p class="MsoEndnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=2957662072849737775&postID=7746230600424931599#_ednref8" name="_edn8" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span lang="IN"><span style=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="" lang="IN">[viii]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><i><span lang="IN">Yu</span></i><span lang="IN"> dari kata <i>Mbakyu</i> = kakak perempuan. Atau sebutan untuk perempuan yang dituakan seperti kakak. </span></p> <p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN"><o:p> </o:p></span></p><span lang="IN" style="font-size:12;"><o:p></o:p></span><span lang="IN" style="font-size:12;"><o:p></o:p></span> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style=""></span><br /></p><br /><p class="MsoEndnoteText"><span lang="IN" style="font-size:12;"><o:p> </o:p></span></p> </div>Subagyohttp://www.blogger.com/profile/03002258208696313274noreply@blogger.com0